Home / Opini : Surat Terbuka Untuk Presiden Jokowi  (6-habis)

Vaksin Nusantara vs Vaksin China, Perlu Diuji Efektivitasnya

author surabayapagi.com

- Pewarta

Kamis, 22 Jul 2021 21:34 WIB

Vaksin Nusantara vs Vaksin China, Perlu Diuji Efektivitasnya

i

H. Raditya Mohammar Khadaffi

Pak Presiden Jokowi Yth,

Kabar terbaru yang saya peroleh minggu ini pemerintah China tak lagi ingin menggunakan vaksin Sinovac untuk vaksinasi warganya. RRC  akan sepenuhnya beralih menggunakan vaksin Pfizer dan Moderna. Keputusan ini menurut beberapa media asing, membuat dunia geger.

Baca Juga: Jokowi vs Mega, Prabowo vs Mega = Kekuasaan

Keputusan ini juga menimbulkan pertanyaan besar. Mengingat vaksin Sinovac adalah vaksin yang mereka buat dan kembangkan sendiri.

Apa penyebab China ingin beralih dari vaksin Sinovac ke Pfizer dan moderna? Kabarnya, pemerintah China mulai setuju untuk menggunakan vaksin Covid-19 yang sudah menggunakan teknologi mRNA.

Menurut laporan media Caixin pada Kamis 15 Juli 2021 lalu, regulator China telah selesai meninjau vaksin Covid-19 yang dikembangkan oleh mRNA Jerman yakni BioNTech dan akan didistribusikan secara lokal melalui Fosun Pharma China.

Namun kini Fosun masih menunggu persetujuan akhir dari regulator dan jika nantinya disetujui, maka Fosun akan menyebarkan 100 juta dosis dari BioNTech ke pasar China sampai akhir 2021.

Selain itu Fosun juga akan memproduksi 1 miliar lebih banyak vaksin BioNTech di dalam negeri per tahun. Ini diberitakan merupakan bagian dari kesepakatan yang dicapai Fosun dan BioNTech pada bulan Mei.

Praktis, program vaksinasi di Indonesia yang sudah berjalan enam bulan terhitung sejak Januari 2021. menggunakan vaksin sinovac. Jumlah dana untuk  kebutuhan penyediaan vaksin mencapai Rp 74 triliun. Dana ini  akan dipenuhi melalui alokasi APBN 2021 sebesar Rp 18 triliun, realokasi anggaran PC PEN Tahun 2020 sebesar Rp 36,4 triliun.

Sedangkan jumlah orang meninggal hingga tanggal 21 Juli tercatat 77.583 orang. Ada kenaikan 55.264 rakyat Indonesia meninggal terhitung sejak 1 Januari 2021. Dengan fakta seperti ini, pertanyaannya efektifkah vaksin sinovac mencegah penularan virus corona bagi rakyat Indonesia?

Khusus di Surabaya, sampai Kamis (15/7/2021), jenazah yang dimakamkan, baik di Tempat Pemakaman Umum Babat Jerawat maupun Keputih dan krematorium setiap hari rata-rata mencapai  50 orang. Pernah angka kematian di Surabaya mencapai 100 bahkan 180 orang per hari sehingga proses pemakaman perlu antre hingga 48 jam.

Ini mengesankan nyawa manusia seperti tidak berharga dari nilai dunia beserta isinya.

Pertanyaannya, sampai PPKM darurat, mengapa  nyawa manusia tak ubahnya mainan rosok yang tak berguna?

Padahal  agama mengajarkan harga sebuah nyawa manusia  lebih penting dari ekonomi.

Temuan banyak mayat terlantar di rumah sakit menunjukan kondisi pelayanan kesehatan saat ini tidak sedang ideal. Ini memprihatinkan.

Dan saya mencatat izin Penggunaan Darurat atau Emergency Use Authorization (EUA) vaksin Sinovac datang dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Kini tercatat sudah ada enam vaksin yang dipakai di Indonesia untuk mengatasi Covid-19.

BPOM saat menerbitkan EUA untuk Sinovac, (11/1/2021), menyatakan bahwa efikasi atau tingkat kemanjuran vaksin ini terhadap virus corona mencapai 65,3 persen.

Kemudian, tidak lama setelah Sinovac, PT Bio Farma membuat vaksin CoronaVac yang bahan bakunya berasal dari Sinovac. Saat menerbitkan EUA untuk CoronaVac, BPOM tidak menyebutkan secara detail tingkat efikasi vaksin tersebut.

Kini telah Jutaan dosis vaksin Covid-19 didistribusikan ke masyarakat secara bertahap, pemerintah China sendiri sudah tak memakai  Vaksin Sinovac.

Mengutip dari aplikasi Alodokter dan Halodoc, tujuan vaksinasi dengan Sinovac pun untuk melindungi tubuh dari paparan virus Corona. Vaksin Sinovac menggunakan virus tidak aktif (inactivated virus).

Baca Juga: Dinyatakan oleh Ketua Dewan Kehormatan PDIP, Sudah Bukan Kader PDIP Lagi, Jokowi tak Kaget

 

Presiden Jokowi Yth,

Semoga Anda membaca hasil penelitian dari peneliti utama vaksin Nusantara berbasis dendritik, Kolonel TNI-AD dr. Johnny.

Menurut Johnny, hasil uji klinis Fase Tahap II tak menemukan kejadian tidak diinginkan (KTD) kategori serius, melainkan hanya kategori ringan saja.

Saat  rapat bersama Komisi VII DPR RI, Rabu (16/6/2021)  Johnny menjelaskan uji klinis Fase II vaksin dendritik sampai detail yaitu melakukan cek darah lengkap di laboratorium. Termasuk  kimia darah, elektrolit, keamanan fungsi hati hingga fungsi ginjal. Hasilnya semua relawan  tak ditemukan kelainan serius.

Maka itu, Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad meminta uji klinis terhadap Vaksin Nusantara  dilanjutkan, mengingat Indonesia tengah mengalami lonjakan kasus Covid-19. Apalagi usai vaksin china, jumlah rakyat Indonesia yang meninggal mendekati 100 ribu. Uji klinis lanjutan ini sebagai langkah antisipasi menghadapi Covid-19  di tengah lonjakan kasus.

Menurut akal sehat saya, melanjutkan uji klinis III Vaknus (Vaksin Nusantara) manusiawi, terutama dikaitkan dengan lonjakan Covid-19 yang tinggi sampai Juli ini.

Akal sehat saya, insiasi dari Dr. Terawan ini bagian dari cara seorang dokter, seorang jenderal dan dokter kepresidenan ikut berpartisipasi mengantisipasi lonjakan rakyat terpapar dan meninggal akibat covid. Apalagi menurut keterangan Ahli Mikrobiologi Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan (FKKMK) UGM, Prof. dr. Tri Wibawa, Ph.D.,Sp.MK (K)., efektivitas vaksin Covid-19 Sinovac buatan China pada orang Indonesia belum diketahui.

Dengan perkembangan terbaru di China dan laporan uji klinis II Vaksin Nusantara, menurut akal sehat saya, saatnya Anda mengumpulkan ahli-ahli epidemiolog, Farmakologi, Mikrobiologi, guru besar ilmu kedokteran dan kesehatan masyarakat serta para peneliti yang terkait untuk uji klinik yang ilmiah, baik vaksin buatan china maupun Vaksun.

Apalagi ada temuan menyedihkan. Proses penelitian vaksin merah putih saja sampai kini untuk dana penelitian Rp 7 miliar, masih terseok seok. Lalu dana triliun untuk pengadaan vaksin, mampir kemana?

Baca Juga: Cari SIM Dibawah 17 Tahun, Benchmark Gibran

Menurut akal sehat saya kebenaran atau validitas efektivitas vaksin, ditengah pandemic covid-19, sebenarnya bukan semata urusan BPOM. Apalagi bersamaan kedatangan vaksin impor, di Jakarta sejumlah pihak mendengar suara-suara keterlibatan mafia vaksin. Dugaan mafia vaksin juga diketahui relawan Anda, JoMan.

Sadar atau tidak, berbagai kontroversi dan sensasi vaksin impor dan buatan dalam negeri (vaksin nusantara dan merah putih) saat ini telah mewarnai perjalanan Indonesia saat pandemi. Peristiwa semacam ini menurut akal sehat saya yang adalah seorang jurnalis, layak dicatat sebagai bagian dari sejarah Indonesia.

 

Presiden Jokowi Yth,

Bagi seorang jurnalis muda seperti saya,  sejarah merupakan petunjuk tentang apa dan siapa manusia itu sebenarnya. Sejarah tak ubahnya pengalaman manusia dan ingatan manusia yang diceritakan. Termasuk ingatan anak bangsa yang mengikuti pro-kontrak penelitian vaksin nusantara selama ini.

Dengan mempelajari sejarah penolakan vaksin nusantara sama dengan mengenal diri sendiri ada apa BPOM ngotot tidak membolehkan peneliti Vaksin Nusantara melanjutkan penelitiannya?. Sebaliknya, melupakan sejarah, pejabat BPOM yang menghambat penelitian vaksin nusantara sama dengan orang yang menderita hilang ingatan terhadap niat baik seorang mantan Menkes Letjen (Purn) Dr. Terawan.

Defacto, Vaksin Nusantara besutan Terawan Agus Putranto mendapat hadangan keras dari Kementerian Kesehatan (Kemenkes), dan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Hambatan semacam ini adalah sejarah yang dicatat anak bangsa, termasuk saya, yang tahun 2021 masih berusia dibawah 40 tahun.

Saya pikir Anda akan mencatat sejarah mengapa anak putra nusantara membikin vaksin covid-19 untuk bangsanya dihambat? Ada motif apa? Sebaiknya Anda buat webinar atau diskusi soak vaksin produk dalam negeri dengan peserta yang saya sebutkan diatas. Jangan menyerahkan bongkokan ke BPOM dan Menkes. Apalagi baik kepala BPOM maupun Menkes, bukan orang kedokteran dan farmasi. Dipastikan keduanya tak tahu efektivitas vaksin nusantara sebelum uji klinik III dan IV dilalui.

Apa kerugian BPOM dan Menkes bila penelitian vaksin nusantara dan merah putih dipercepat penangannya? Adakah kerugian Negara? adakah masyarakat yang dirugikan. [email protected]

Editor : Moch Ilham

BERITA TERBARU