Sarapan Bareng MA, Diskusi Surabaya kota Metropolitan

author surabayapagi.com

- Pewarta

Selasa, 28 Jul 2020 21:19 WIB

Sarapan Bareng MA, Diskusi Surabaya kota Metropolitan

i

Dr. H. Tatang Istiawan

 

SURABAYAPAGI.COM, Surabaya - Saya pernah diundang MA, sarapan pagi di rumahnya yang megah. Sarapan nasi putih telor mata sapi, sayur bening, ikan asin, empal daging. Sajian makanan rumah tangga dengan menu sederhana.

Baca Juga: Rahmad Muhajirin Hingga Ahmad Dhani Ramaikan Bursa Pilwali Surabaya 2024

Sarapan dengan menu nasi, makanan pokok masyarakat Indonesia, dikenal orangnya  pekerja keras, penuh semangat atau jauh dari sifat malas. Apalagi dengan lauk telor goreng, ia dianggap orang yang tak suka bertele-tele.

Setelah makan pagi, MA memutar video hasil blusukannya di beberapa sudut kampung, mall sampai Pasar Tunjungan, bangunan pasar di pusat kota yang jorok dan mangkrak.

Sambil memperlihatkan potret Surabaya sekarang, MA juga menceritakan konsep-konsepnya dalam membangun kota Surabaya berstandar metropolitan. Akhirnya saya dan MA bertukar pikiran soal mewujudkan Surabaya kota Metropolitan penopang ekonomi. Termasuk warga kota. (makmurno wargane).

Konsepnya ini menurut saya, menunjukan kelas seorang jenderal yang punya prespektif melakukan penataan kota yang komprehensip dan bukan pencitraan semata.

Kekaguman saya pada  MA, pria kelahiran Ketintang Surabaya ini, karena ia ternyata memiliki visi Penataan Ruang Surabaya sebagai kota metropolitan.

Dalam pikiran MA, kawasan sebuah metropolitan mesti terdiri atas sebuah kawasan perkotaan yang berdiri sendiri yang ia sebut kawasan perkotaan inti. Kawasan ini mesti ditunjang kawasan perkotaan di sekitarnya (pinggiran).

Dua kawasan ini, menurut konsepsi MA harus dibangun terpadu, karena saling memiliki keterkaitan fungsional.

Jenderal bintang dua ini bertekad, kelak setelah dilantik menjadi walikota Surabaya pengganti Risma, dua  kawasan perkotaan ini akan dihubungkan dengan sistem jaringan prasarana wilayah yang terintegrasi. Sistem jaringan ini meliputi transportasi darat, pengairan, stadion, tempat terbuka (taman rekreasi) dan mall.

Sedangkan kawasan perkotaan ‘’pinggiran’’ dan ‘’perkampungan’’ rencananya ditangani melalui program perbaikan kampung yang ramah lingkungan dengan fokus perbaikan saluran air, sanitasi sampai pengelolaan sampah.

***

MA, tampak sangat sedih menyaksikan kawasan kampung kumuh di perkotaan seperti di Wonokromo dan Ketandan di dekat Pasar Tunjungan.

Ia berkaca-kaca menyaksikan dua pria tua tinggal di rumah kecil yang antara kamar tidur, dapur dan kamar mandi, karena sempitnya, letaknya berhimpitan.

Menurut data yang ia miliki, jumlah warga kota Surabaya yang bertempat tinggal di rumah sempit dan kumuh seperti ini cukup banyak. Terutama di kampung-kampung belakang mall dan gedung bertingkat di pusat kota Surabaya.

Fakta warga kota memelas seperti ini kontras dengan jalan-jalan raya yang sudah ditanami pohon dan bunga. ‘’Kota Surabaya ini tampak luarnya saja yang indah yaitu hanya di ruas jalan, tapi menyedihkan di balik jalan-jalan kota. Apa salah bila ada orang bilang kamuflase’’ kata bernada tanya dari MA, sambil mengusap matanya.

Saat kelak sudah menjadi walikota, selain membenahi pusat kota dan kawasan bisnis, MA tetap menggalakkan Program Perbaikan Kampung, agar tidak menjadi kawasan kumuh yang tak sehat di dalam kota Surabaya. Makanya semboyan yang ia usung ‘’Maju kotane, Makmur warganee”.

***

Dalam dialog ringan lebih tiga jam, MA sepertinya sudah siap menjadi arsitek sebuah kota Surabaya yang metropolitan.

Walikota Surabaya periode 2021-2026 ini bertekad kelak Surabaya harus bisa menjadi icon kota metropolitan kelas dunia dari Surabaya, bukan sekedar penghargaan dari organisasi yang tidak jelas.

Konsepsinya tentang pembangunan Surabaya kota metropolitan adalah menjadikan kota Surabaya sebagai kawasan perkotaan yang tumbuh pesat untuk menarik investor, wisatawan dan tetap kota yang ramah lingkungan. MA tak ingin Surabaya dikenal sekedar kota kemasan rimbun dengan pepohonan dan bunga.

Ini karena MA paham tentang urbanisasi. Baginya urbanisasi disebabkan dua hal yaitu migrasi desa-kota dan urbanisasi akibat transformasi desa-kota.

Dalam pikirannya, MA menyoroti tentang fragmentasi, yaitu ketidakmerataan, kelimpahan, dan sistem tata kelola Surabaya yang tak terpadu. Kondisi semacam ini cenderung tidak berfungsi dan membahayakan keselamatan warga kota.

Ia mencukil cara Risma menangani saluran air dan Drainase. Cara seperti ini dipandang sebagai sebuah komponen yang terpisahkan dalam rancangan perencanaan pembangunan perkotaan  menuju kehidupan kota yang nyaman, bersih, dan sehat. MA sedih menyaksikan ini.

Baginya, drainase harus berfungsi mengalirkan, menguras, membuang, atau mengalihkan air sekaligus. Jadi, drainase ini harus berfungsi sebagai pengendali kebutuhan air permukaan untuk memperbaiki dan mengurangi .

Gambaran ini setelah MA bersama timnya, mengecek pemasangan box culvert untuk saluran air terpanjang dari Girilaya, Banyu Urip, Simojawar, Sukomanunggal, Tandes, hingga Benowo. Proyek ini dirancang Risma  untuk mengatasi banjir sekaligus kemacetan. Tetapi menurut MA, dalam jangka panjang, box culvert memiliki beberapa kelemahan.

Baca Juga: Wali Kota Surabaya Eri Resmikan Gedung Baru PMI

MA tidak hanya menguak sistem drainase di kota Surabaya, tetapi juga transportasi publik, sampai pembuangan sampah. Disamping itu, MA juga memotret pembangunan era Risma yang berbiaya tinggi dan tidak efisien. Bahkan tak memberi kontribusi PAD. Misalnya pembuatan Jembatan Kenjeran yang menggunakan dana APBD sangat besar. Saat membangun, tidak dirancang untuk meningkatkan pajak asli daerah (PAD) kota Surabaya. MA juga soroti kemacetan, polusi udara, dan banjir yang masih ditangani secara parsial, cenderung boros dan tidak terintegrasi .

***

Sebagai jurnalis, saya kenal dan permah bertemu dengan Eri, Risma dan MA. Perbedaan tiga orang ini menurut saya terletak pada cara berpikirnya.

Dalam beberapa kali ketemu Risma, di suatu acara, Risma sering menggunakan perasaan kewanitaannya yaitu menangis dan menjerit-jerit. Tapi saya mencatat dalam menyelesaikan masalah Risma sering menerapkan manajemen konflik ketimbang manajemen partisipatif. Sementara Ery Cahyadi, saya amati baru tingkat manajer, belum seorang pemimpin. Level manajernya masih pelayan tingkat bagian di pemerintahan kota, belum konseptor seperti MA. Maklum, background kepemimpinan antara seorang jenderal dengan sipil.

Maka itu, saya yakin konsepsi pembangunan yang dirancang MA yaitu membawa Surabaya melompat ke wilayah metropolitan, belum pernah diterapkan Risma. Goal MA Surabaya menjadi kota metropolitan agar Surabaya sudah bisa menjadi penopang ekonomi nasional. Terutama mengandalkan tata kelola terpadu yang melibatkan sebanyak mungkin swasta. Keterlibatan swasta dalam kepemimpinannya kelak, insya Allah tidak merugikan APBD Kota Surabaya. Karena MA ingin mengajak investor Surabaya, luar Surabaya dan luar negeri.

Konsepsi MA saya tebak kira-kira trade-offs (pengorbanan) antara dirinya seorang jenderal yang mau maju kota Surabaya secara ekonomi, bukan tatan pencitraan seperti selama ini. Maka itu, MA kelak akan memunculkan budaya kolaboratif, terutama dalam penataan kawasan ekonomi, transportasi, pembuangan sampah, dan peningkatan daya tarik investasi. Semuanya ditumbuhkan secara terpadu melibatkan swasta.

Ini yang ia sebut strategi pembangunan perkotaan metropolitan yang menitikberatkan pada aglomerasi perkotaan. Bahasa bisnisnya, membangun Surabaya sebagai wilayah metropolitan untuk pertumbuhan ekonomi. Termasuk akan mengkolaborasi kepala daerah di kawasan Gerbangkertosusilo (Gresik-Bangkalan-Mojokerto-Surabaya-Sidoarjo-Lamongan).

Kolaborasi dengan kepala daerah Gerbangkertosusilo ini untuk mewujudkan Surabaya kota terbuka dan modern dengan transportasi publik yang baik.

Wajah Surabaya semacam ini membutuhkan sebuah desain dan perencanaan kota yang matang, termasuk transportasi publik. Konsep yang akan ia wujudkan ini adalah TOD atau Transit Oriented Development.

Bagi MA, TOD adalah kombinasi dari perencanaan regional, revitalisasi perkotaan, pembaruan area pinggiran kota, dan lingkungan yang ramah pejalan kaki. Hal ini untuk mengurangi kebutuhan berkendara dengan kendaraan pribadi. Maklum, ia tahu rencana besar Gubernur Khofifah tentang moda transportasi yang terintegrasi di kawasan Gerbangkertosusilo. ‘’Bangun Surabaya iku gak isok dewekan rek. Mesti koordinasi dengan Gubernur dan Bupati –bupati kota penyangga rek!’’ kata Irjen (Purn) Mahfud Arifin, sambil tersenyum.

Sambil menunjukan hasil blusukan di Pasar Tunjungan, MA memperlihatkan konsep penataan jalan Tunjungan dan Pasar Tunjungan. Penataan Jalan Tunjungan yang lagendaris, ia teringat dengan kawasan Champs-Élysées di Paris.

***

Kawasan Champs-Elysess Paris memiliki panjang lebih 1,5 km. Kawasan ini dikenal oleh publik dunia sebagai tempat belanja, jalan-jalan, ngopi sekaligus tempat wisata yaitu ada bangunan tua yang dirawat.

Baca Juga: DSDABM Kota Surabaya Akan Segera Tuntaskan 245 Titik Banjir di Surabaya

Wisatawan kelak ‘’mlaku-mlaku nang Tunjungan’’ bisa berbelajna give khas Surabaya sekaligus makanannya, berfoto sambil menikmati keindahan suasana tengah kota Surabaya. Selain bangunan tua yang lagendaris di sepanjang Jalan Tunjungan, Gemblongan sampai Tugu Pahlawan.

Ia ingin Jalan Tunjungan ke Jalan Pahlawan dan Jalan Tunjungan ke Jalan Pemuda, kelak dibangun juga berbagai kafe dan butik di gedung kuno. Bangunan kuno sepanjang jalan Tunjunhan akab ditawarkan ke berbagaibinvestor untuk toko-toko branded terkenal. Tentu penataan lalu lintasnya yang bisa untuk mlaku-mlaku warga kota dan wisatawan manca negara.

Juga Pasar Pabean, Surabaya utara yang merupakan salah satu pasar legendaris di Surabaya. Pasar yang  sudah ada sejak tahun 1849 ini  berada di deretan bangunan kuno di Jalan Songoyudan (dulu merupakan kawasan Pecinan). Pasar ini berbatasan dengan Jalan KH Mas Mansyur (dahulu namanya Kampementstraat), yang merupakan kawasan Arab.

Sebagai salah satu pasar legendaris di Surabaya, Pasar Pabean yang sampai sekarang masih dikenal pasar ikan akan direvitalisasi seperti pasar ikan di Jepang. MA perhatikan Pasar Pabean karena lokasinya berada di pinggir kali mas utara.

Potret yang ia miliki saat malam dan sore, Pasar Pabean sampai kini masih  berjualan ikan pindang, aneka see food, ikan segar dam pasar rempah-rempah. Bahkan sampai sekarang, warga kota masih menganggap Pasar Pabean ikon pasar ikan terbesar di Jawa Timur. Maklum, lokasinya dekat dengan Pelabuhan Rakyat (Pelra) Kalimas yang berada di kawasan Tanjung Perak.

MA memiliki gambaran Pasar ikan Pabean akan ditata ulang mengadopsi pasar ikan Tsukiji di Jepang.

Rencananya, Pasar Pabean akan dilengkapi sejumlah fasilitas pendukung seperti instalasi pengolahan air limbah (IPAL), mesin pendingin (cold storage), fasilitas bongkar muat hingga kawasan kuliner dengan ruangan yang nyaman dan tidak kumuh.

MA ingin  mengubah paradigma pasar ikan selalu kumuh dan bau menjadi pasar nyaman untuk belanja semua lapisan. Ia berpikir Pasar ikan Pabean kelak akan dikelolakan ke swasta agar tidak menjadi beban pemerintah kota bahkan bisa meyumbang PAD.

Ini hasil diskusi saya dengan MA, dari jam 07.00-10.30 wib.

Diskusi ini karena masalah pembangunan kota (maju kotane) selalu mengingatkan saya pada aspek kemajuan dan kesejahteraan warga kota (makmurno wargane).

Pendekatan utama dalam konsep pembangunan Surabaya kota metropolitan, MA sepertinya tidak menjadikan warga kota sebagai obyek dari berbagai proyek pembangunan Surabaya. Jargonnya ini lebih memunculkan warga kota sebagai subyek dari upaya pembangunan Surabaya.

Sarapan saya bersama MA ini ditemani seorang pria keturunan Tionghoa dari Bali. Tiga jam saya menyerap pikiran-pikiran arsitek tata kota yang pernah menjadi Kapolda Jatim. MA, yang saya kenal sejak di Polda, memiliki jaringan relasi yang sangat luas dan tidak pilih-pilih, pengusaha Tionghoa sekelas PW Afandi alias Wefan, Ming Ming alias Hariyono Winarta, Sanjaya dan pengusaha pribumi lainnya. Selain akademisi dan kyai. Termasuk pengusaha pribumi dari Banjarmasin dan Maluku. ([email protected])

Editor : Moch Ilham

BERITA TERBARU