Risma Mulai Bicara Landai. Apakah ini Strategi

author surabayapagi.com

- Pewarta

Minggu, 30 Agu 2020 21:51 WIB

Risma Mulai Bicara Landai. Apakah ini Strategi

i

Dr. H. Tatang Istiawan

 

SURABAYAPAGI.COM, Surabaya - Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) tampaknya bimbang terhadap nama-nama cawali dan cawawali Surabaya yang diajukan ke DPP PDIP. Nama itu ada birokrat Eri Cahyadi, Kader PDIP Whisnu Sakti Buana dan Armudji. Bahkan belakangan ikut nyeruduk, Fuad Benardi, putra sulung walikota Surabaya, Tri Rismaharini.

Baca Juga: Yusril tak Khawatir Hadapi Saksi Kapolda yang Diajukan PDIP

Sampai ada penundaan pengumuman tiga kali untuk calon wali kota pada Pemilihan Kepala Daerah Surabaya 2020, ini secara akal sehat, pasti ada masalah pelik dalam tubuh partai berlambang banteng monyong putih.

Padahal setelah gagal diumumkan tanggal 14 Agustus, PDI Perjuangan sudah menjadwalkan mengumumkan Pasangan Calon (Paslon) wali kota dan wakil wali kota Surabaya pada Senin 24 Agustus. Kemudian beredar informasi pengumuman tersebut bakal dilakukan pada hari Jumat 28 Agustus. Tapi diundur lagi. Konon ada yang bilang Senin (31/8/2020) hari ini dan ada yang bilang tanggal 1 atau 2 September mendatang.

Tentang rekomendasi dari Megawati, Wali Kota Risma yang juga Ketua DPP PDIP Bidang Kebudayaan ini telah mengakui bahwa dirinya telah dimintai pendapat, oleh Megawati.

"Diminta (pendapat) itu semua, tak pikir semua anggota DPP juga diminta, bukan hanya saya sebagai wali kota yang akan diganti," katanya di Rumah Dinas Wali Kota Surabaya, Jumat (28/8).

Bahkan Minggu (30/8/2020), Risma, ikut melakukan konsolidasi internal PDIP bersama Sekjen DPP PDIP dan jajaran DPD Jatim serta DPC se-Jawa Timur.

Dalam konsolidasi ini, kedudukan Risma sebagai Ketua Bidang Kebudayaan dan Kesenian DPP PDIP, bukan wali kota Surabaya. Usai pertemuan di gedung DPD PDIP Surabaya, ia enggan memberikan komentar terkait Pilwali Surabaya.

“Surabaya baik-baik saja. Surabaya baik-baik saja,” tambah Risma sembari memasuki mobil meninggalkan lokasi konsolidasi.

Praktis, Risma sendiri hingga Minggu kemarin masih enggan mengungkapkan siapa sosok yang ia sarankan untuk direkomendasi Megawati. Namun Risma menyebut bahwa Ketum PDIP Megawati menginginkan sosok pimpinan daerah yang memiliki pandangan dan wawasan yang maju.

"Yang Ibu (Megawati) inginkan itu yang berfikiran visioner. Beliau itu ingin kepala daerah itu seperti itu. Tapi keputusannya, hak prerogatif ada di ketua umum itu ada pasal-pasalnya," kata Risma.

Artinya, tambah Risma, siapapun nama yang akan muncul dan maju di kontes Pilkada Surabaya, akan ditentukan oleh Megawati.

Keterangan Risma tentang pengumuman rekomendasi cawali Surabaya tahun 2020, menunjukan ia mulai landai, tidak seperti sebelumnya yang meledak-ledak merasa optimistis terhadap Eri Cahyadi, jagonya terpilih.

Saya kutip dari rekaman pernyataan Risma, pada akhir Agustus ini, nada bicara Risma, mulai menurun sedikit demi sedikit. Ada apa? Apa Risma, merasa usulannya menggoalkan Eri Cahyadi? sudah tak diterima oleh Ketua Umum Megawati?

***

Tentang ini saya teringat sebuah penelitian yang dilakukan Paul Wilson dan Tania Wilson dari Calm Centre terhadap ibu-ibu yang sedang menyusui.

Penelitian meliputi aktivitas gelombang otak yang diobservasi dan dicatat selama beberapa waktu.

Dari hasil penelitian ini diperoleh fakta bahwa pola yang terekam dari aktivitas otak bayi yang sedang disusui hampir identik dengan sang ibu. Pada saat ibu atau bayi mengalami gangguan, misalnya bayi buang angin atau ibu merasa terganggu, maka gelombang otak yang lain akan mengikuti perubahan tersebut.

Kesimpulannya, dua orang yang mempunyai ikatan batin yang kuat, emosi mereka cenderung bekerja secara pararel. Jika yang satu relaks, yang lain juga relaks. Jika yang satu tegang, yang lain juga tegang. Dengan kata lain ibu yang mudah panik akan memiliki anak yang juga mudah panik sedang ibu yang tenang akan memiliki anak yang tenang juga.

Apa relevansi penelitian ini dengan masalah Risma? Menurut akal sehat saya ada kemiripan. Selama ini ia membranding punya kedekatan dengan Megawati.

Baca Juga: PDIP Minta Pemilu Ulang

Jumat lalu di Balai kota, Risma menyebut bahwa Megawati menginginkan sosok pimpinan daerah yang memiliki pandangan dan wawasan yang maju. "Yang Ibu (Megawati) inginkan itu yang berfikiran visioner. Beliau itu ingin kepala daerah itu seperti itu," ucapnya.

“Tapi keputusannya, hak prerogatif ada di ketua umum itu ada pasal-pasalnya," kata Risma di Rumah Dinas Wali Kota Surabaya, Jumat (28/8) .

Sekarang saya membaca mengapa Risma, mulai bicara landai, padahal selama ini segala hal sudah dia lakukan? Jangan-jangan justru Risma yang “menularkan” rasa tidak nyamannya kepada Megawati.

Mengapa akhir Agustus ini Risma yang sebelumnya bisa membentuk opini di kalangan kader PDIP dan publik, tiba-tiba berbicara landai? Apa karena ia terkena”virus” Megawati sebagai ibunya “berinteraksi secara psikologis” dengan Risma, sebagai “anaknya”? Setidaknya selama satu bulan Agustus ini?

Dari masukan publik ke Megawati, termasuk pers mainstream dan viral memberikan “bahan” yang tidak menguntungkan bagi PDIP, bila hanya suara Risma saja yang didengar?

Apalagi, kata kader PDIP, ada slentingan dua nama yang selama ini “beropini” ingin mengantongi rekomendasi dibocorkan telah memberi “uang panjar” ke DPP PDIP. Bocoran ini sampai ke Mega dan membuat putri Bung Karno itu kecewa.

***

Sabtu (29/8/2020) sore minggu kemarin malah muncul nama cawali dan cawawali untuk Pilwali Surabaya baru, diluar nama Eri Cahyadi dan Whisnu Sakti Buana.

Nama baru ini dimunculkan oleh elite Jakarta yaitu Puti Guruh Soekarno dan Bambang DH. Dua calon ini mengejutkan banyak pihak. Terutama nama Bambang DH, yang pernah dua kali menjadi walikota dan satu kali wakil walikota. Masuk akalkah Megawati, memilih dua nama ini diluar nama-nama yang selama ini sudah berpromosi di baliho, brosur dan kegiatan?

Secara politis, pilihan Puti-Bambang DH, adalah hak prerogatif Megawati, selalu Ketua Umum DPP PDIP. Apalagi dua-duanya murni kader PDIP. Puti, trah Soekarno dan Bambang DH, kader gaek dan militan PDIP. Pertanyaan akal sehatnya, mungkinkah Puti-Bambang DH, mendapat rekomendasi dari Megawati? Mungkin, ini pilihan kompromi mengamankan nama PDIP di pemilukada Surabaya. Mengingat lawan yang dihadapi PDIP adalah cawali tangguh yaitu Irjen (Purn) Machfud Arifin, mantan Kapolda Jatim. MA, singkatan dari nama Irjen (Purn) Machfud Arifin, merangkul Mujiaman Sukirno, mantan Direktur PD Surya PDAM Surabaya.

Baca Juga: Hasto: Pelaporan Ganjar ke KPK Bentuk Intimidasi, PDIP Semakin Diintimidasi, Semakin Kami Melawan

Sekiranya PDIP jadi merekomendasi Puti-Bambang DH, tingkat persaingan dengan delapan partai koalisi, seimbang.

Tapi ada “korban” yaitu Eri Cahyadi, yang kini Ketua Bappeko Surabaya. Prediksinya, bisa jadi Bambang DH, “menghabiskan” orang-orang Risma. Termasuk Eri Cahyadi. Maklum, sampai kini, Bambang DH, belum bisa melupakan sakit hatinya “didepak” Risma, saat menjadi “wakil wali kota proforma” Risma.

Kita tunggu pengumuman rekomendasi Megawati, Senin hari ini atau sebelum tanggal pendaftaran di KPU, 4 September mendatang.

Bisa jadi gaya bicara Risma, yang landai-landai akhir-akhir ini melakukan penghindaran.

Strategi ini mirip gaya kura-kura (turtle style) di mana seekor kura-kura lebih senang menarik diri dan bersembunyi di balik tempurungnya jika terjadi sesuatu masalah.

Strategi ini biasanya digunakan oleh pihak yang mengalami konfli dan menyelesaikannya dengan cara menghindar dari persoalan maupun pihak-pihak lain yang dapat menimbulkan masalah.

Strategi penghindaran dikenal sebagai taktik berkonfrontasi untuk menenangkan diri. Strategi ini dilakukan untuk memberikan kesempatan cooling down seolah-olah konflik tidak pernah terjadi.

Nah pertanyaannya, Risma, mulai bicara landai kali ini sebagai strategi politiknya atau pengakuannya bahwa jagonya tak mendapat rekomendasi dari Megawati. ([email protected])

 

Editor : Moch Ilham

BERITA TERBARU