Home / Peristiwa : Buntut Bisnis PCR

Perlawanan Rakyat Terhadap Luhut dan Erick, Bukan Gertak Sambal

author surabayapagi.com

- Pewarta

Senin, 29 Nov 2021 20:36 WIB

Perlawanan Rakyat Terhadap Luhut dan Erick, Bukan Gertak Sambal

i

Jumpa pers yang digelar  Koalisi masyarakat sipil untuk demokrasi dan keadilan Ferry Juliantono di Restauran Cikini Lima, Jakarta, Senin (29/11/2021).

Laporan atas Praktik kolusi dan nepotisme dalam kasus bisnis PCR Menko Marves dan BUMN Terus Diperiksa Polda Metro Jaya

 

Baca Juga: Erick Thohir, Apa Lemah Nasionalismenya, Terus "Belanja" Pemain Naturalisasi

SURABAYAPAGI.COM, Jakarta - Politisi, aktivis dan penegak hukum yang tergabung dalam Kaukus Masyarakat Sipil tidak keder dengan power yang dimiliki Luhut Binsar Panjaitandan Erick Thohir terkait dugaan bisnis PCR. Mereka sudah siapkan auditor rakyat untuk mengaudit perusahaan dua menteri yang dekat dengan presiden Jokowi. Ini menunjukan masyarakat sipil tidak melakukan gertak sambal terhadap penguasa.

Auditor rakyat ini Buntut pernyataan Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan yang mempersilakan perusahaannya boleh diaudit terkait dugaan bisnis PCR. Makanya, Kaukus Masyarakat Sipil untuk Demokrasi dan Keadilan Sosial membentuk auditor rakyat.

Salah satu Auditor Rakyat, Ferry Juliantono yang juga Wakil Ketua Umum (Waketum) DPP Partai Gerindra mengatakan, beberapa pihak telah menyiapkan auditor rakyat dan Kantor Akuntan Publik.

Ferry mengatakan auditor rakyat nantinya akan melakukan audit perusahaan PT GSI dan beberapa perusahaan lain terkait dugaan bisnis PCR yang melibatkan Luhut Pandjaitan dan Menteri BUMN Erick Thohir.

"Nanti secara formal silakan Pak Luhut tanpa mengeluarkan uang sepeser pun, kantor akuntan publiknya akan kami sediakan," ujar Ferry saat konferensi pers di Restauran Cikini Lima, Jalan Cikini 1 No. 5, Menteng, Jakarta Pusat, Senin siang (29/11).

Selain membentuk auditor rakyat, Ferry juga membentuk posko pengaduan yang akan menerima pengaduan masyarakat maupun bukti-bukti kwitansi maupun dokumen lainnya yang berkaitan dengan PCR.

Ferry menjelaskan, sejak awal pihaknya menduga terjadi praktik kolusi dan nepotisme yang menjadi kunci dari masalah bisnis PCR yang melibatkan dua menteri Presiden Jokowi.

"Bahwa sebagai seorang pejabat, seharusnya yang bersangkutan dalam hal ini Pak Luhut dan Erick Thohir, tidak membentuk sebuah perusahaan baru untuk mengadakan PCR ini," jelas Ferry.

Seharusnya kata Ferry, pengadaan PCR diserahkan kepada perusahaan BUMN. Untuk mengurai simpul masalah terkait pengadaan PCR, Ferry berpendapat perlu ada audit yang dilakukan langsung oleh unsur masyarakat.

Dengan begitu, Ferry meyakini masyarakat akan segera mendapat kepastian apakah benar Luhut dan Erick Thohir terlibat bisnis PCR atau tidak.

"Pak Luhut untuk segera dalam waktu yang singkat silakan Pak Luhut sampaikan ke kami, kapan kami bisa segera melakukan audit terhadap perusahaan Pak Luhut tersebut," pungkas Ferry.

Dalam acara itu, juga dihadiri oleh mantan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan, Anthony Budiawan, Refly Harun, Marwan Batubara dan lainnya.

 

Praktik kolusi dan nepotisme

Sementara Ketua Majelis Majelis ProDem, Iwan Sumule mengaku memiliki alasan tersendiri melaporkan Luhut Binsar Pandjaitan dan Erick Thohir dalam dugaan keterlibatan bisnis PCR.

Iwan menyatakan, laporan itu bukan lantaran adanya dugaan korupsi yang diduga dilakukan Menko Kemaritiman dan Investasi serta Menteri BUMN itu.

Namun karena adanya praktik kolusi dan nepotisme dalam kasus bisnis PCR itu.

“Kita tidak melaporkan korupsinya, tapi kolusi dan nepotisme. Karena jelas ada pelangaran pidananya,” kata Iwan Sumule di Polda Metro Jaya, Jakarta Selatan, Senin (29/11/2021).

Sebab menurutnya, kolusi dan nepotisme tidak memerlukan banyak bukti untuk menyeret pelakunya ke penjara.

Apalagi terlapornya sudah mengakui ada kepemilikan saham PT GSI yang merupakan perusahaan yang bergerak dalam bisnis PCR.

“Kolusi dan nepotisme tidak perlu bukti yang banyak. Cukup ada kepemilikan saham, apalagi Pak Luhut sudah mengakuinya,” kata Iwan Sumule.

“Ada ancaman pidana minimal dua tahun penjara,” sambung dia.

Iwan juga menyebut, sebagai pejabat negara, keterlibatan Luhut dan Erick dalam bisnis PCR tak hanya merugikan negara.

Akan tetapi, hal itu jelas-jelas membuat rakyat kecil menjadi susah.

“Ini kerugian tidak hanya dialami oleh negara, tapi dialami masyarakat dan rakyat kecil,” tegasnya.

 

Pengakuan Luhut

“Walau keuntungan itu digunakan melakukan swab gratis pada masyarakat kurang mampu. Tapi poinnya adalah ada pengakuan Pak Luhut ada kepemilikan saham di PT GSI," tambahnya.

Selain itu, salah satu bukti yang akan diserahkan Iwan adalah tes PCR yang dilakukannya pada Juni 2021. Saat itu harga tes PCR yang dilakukannya mencapai Rp 700 ribu.

"Saya melampirkan ada bukti PCR yang Juni kemarin itu dan kemudian harganya masih di angka Rp 700 ribu. Kan terjadi banyak perubahan harga itu sementara kita tahu di beberapa negara tidak segitu," katanya.

Menurutnya, harga tes PCR menjadi mahal akibat adanya kepentingan bisnis dan tindak pidana kolusi dan nepotisme yang kemudian ia laporkan.

Iwan Sumule juga mengklaim, pihaknya memiliki bukti dugaan keterlibatan Luhut Binsar Pandjaitan dan Erick Thohir dalam bisnis PCR tersebut.

Barang bukti yang akan diserahkan ke penyidiki itu, salah satunya adalah artikel yang memuat pengakuan Luhut soal bisnis PCR tersebut.

“Kita juga meyertai berapa bahan atau barang buktit termasuk bukti PCR ini juga kami akan sampaikan ke penyidik dan beberapa artikel soal pengakuan Luhut ada kepemilikan saham GSI,” ujarnya.

Iwan Sumule dipanggail penyidik Polda Metro Jaya untuk diklarisikasi terkait laporannya terhadap Luhut Binsar Pandjaitan dan Erick Thohir

 

Bawa Sejumlah bukti

Iwan Sumule memenuhi panggilan penyidik Polda Metro Jaya untuk diperiksa terkait laporannya terhadap Menko Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan serta Menteri BUMN Erick Thohir.

Iwan menuturkan, kehadirannya ke Polda Metro Jaya membawa sejumlah barang bukti yang akan diserahkan ke penyidik, salah satunya adalah artikel pengakuan Luhut mengenai bisnis PCR.

Baca Juga: Luhut Penasaran, Taylor Swift tak Manggung di Indonesia

"Kami datang pasti kami akan sertakan beberapa bahan tambahan termasuk beberapa artikel dan bukti-bukti yang sudah disampaikan oleh media tentang pengakuan Pak Luhut lewat jubirnya bahwa ada kepemilikan saham pak Luhut pada PT GSI," ujarnya di Polda Metro Jaya, Senin kemarin.

"Termasuk Pak Erick kami laporkan dalam dugaan pelanggaran pidana soal kolusi dan nepotisme dalam UU Nomor 28 tahun 1999 itu jelas dan tegas bahwa kolusi dan nepotisme adalah perbuatan pidana," tuturnya.

Selain bukti itu kata Iwan, pihaknya juga akan menyerahkan barang bukti lain berupa hasil tes PCR yang menurutnya dengan harga yang masih relatif tinggi.

Tingginya harga tersebut dia menduga akibat adanya permainan bisnis dan kolusi serta nepotisme sehingga menyulitkan masyarakat.

"Dalam pelanggaran pidana soal kolusi dan nepotisme juga tegas dijelaskan bukan hanya soal kerugian negara tapi juga kerugian yang dialami orang lain masyarakat dan bangsa," katanya.

"Itu poinnya makanya warga negara yang merasa dirugikan atau sekelompok masyarakat bisa melaporkan apabila punya bukti yang cukup dugaan pelanggaran pidana yang dilakukan oleh para pejabat negara," ucapnya menambahkan.

Sebelumnya laporan terhadap Luhut dan Erick Thohir diketahui telah diterima pihak Polda Metro Jaya dengan nomor LP/B/5734/XI/2021/SPKT/POLDA METRO JAYA.

Dalam laporan tersebut, ProDem melaporkan Erick Thohir dan Luhut atas dugaan pelanggaran tindak pidana kolusi dan nepotisme Pasal 5 angka (4) juncto Pasal 21 dan Pasal 22 UU No 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme.

 

Jaga Tata Kelola Pemerintahan

Menurut Pakar hukum tata negara Refly Harun, apa yang dilakukan oleh Iwan Sumule merupakan upaya seorang warga negara untuk menjaga tata kelola pemerintahan yang baik (good and clean governance).

Refly Harun menilai, hal tersebut jauh lebih substantif dibandingkan dengan melaporkan orang yang berbeda pandangan dengan pemerintahan. Sebab, menurutnya hal itu berkaitan dengan hajat hidup orang banyak.

"Ini jauh lebih substantif ketimbang dengan melaporkan orang yang berbeda pendapat atau yang mengkritik pemerintahan. Karena ini adalah hajat hidup orang banyak. Bagaimana mungkin di tengah pandemi, kemudian ada pejabat yang berbisnis PCR?" kata Refly Harun, dikutip dari kanal YouTube Refly Harun pada Senin, 29 November 2021.

Refly berharap, ada keseriusan para aparat penegak hukum untuk menindaklanjuti laporan yang diajukan Iwan Sumule kepada Luhut Binsar Pandjaitan dan Erick Thohir.

Pasalnya, hal tersebut harus dijadikan pelajaran agar jangan sampai kekuasaan digunakan untuk mencari keuntungan, atau memberikan kesempatan pihak lain untuk memetik keuntungan dari kekuasaan yang diemban.

Alumni Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta itu pun mengapresiasi langkah Iwan Sumule yang dinilainya tak mudah. Dia mengatakan, hal tersebut bisa dijadikan serangan balik untuk mengkriminalisasi pelapor dengan pencemaran nama baik.

"Saya apresiasi keberanian dan juga keteguhan oleh Iwan Sumule karena ini tidak gampang. Konsekuensinya bisa dijadikan serangan balik, umpan balik untuk mengkriminalkan atau mengadukan atau melaporkan yang bersangkutan dengan pencemaran nama baik," ujarnya.

"Tapi mudah-mudahan dalam kesempatan ini, polisi objektif, mau, serta berani untuk memeriksa terlapor. Jangan sampai layu sebelum berkembang," pungkasnya.

“Beberapa artikel," kata Iwan kepada wartawan, Senin (29/11/2021).

Selain bukti berupa artikel, Iwan mengemukakan bahwa pihaknya juga akan membawa bukti-bukti lain. Salah satunya berupa bukti pembayaran tes PCR seharga Rp 700 ribu.

Baca Juga: Pegawai BUMN akan Libur 3 Hari Sepekan

"Saya kemudian melampirkan ada bukti PCR yang Juni kemarin itu dan kemudian harganya masih di angka Rp 700 ribu. Kan terjadi banyak perubahan harga itu, sementara kita tabu di beberapa negara tidak segitu. Saya merasa dirugikan kemudian lewat harga PCR yang dibuat yang beredar itu saya salah satu yang melakukan tes pcr dan merasa harga itu mahal," katanya.

 

Sejumlah Menteri Terlibat

ProDEM melaporkan Luhut dan Erick pada Selasa, 16 November 2021. Laporan yang sempat ditolak itu akhirnya diterima dan teregistrasi dengan Nomor: STTLP/B/5734/XI/2021/SPKT/Polda Metro Jaya.

Dalam laporannya, ProDEM mempersangkakan Luhut dan Erick dengan Pasal 5 angka 4 Juncto Pasal 21 dan Pasal 22 Undang-Undang Nomer 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme.

"Akhirnya diterima oleh Polda Metro Jaya. Kami sangat mengapresiasi kepada Polda Metro Jaya karena telah memperlihatkan bahwa ada kesamaan kedudukan dalam hukum," kata Iwan di Polda Metro Jaya, Jakarta, Selasa (16/11/2021).

Mantan Direktur Publikasi dan Pendidikan Publik Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Agustinus Edy Kristianto sebelumnya mengungkapkan sejumlah nama menteri yang disebut terafiliasi dengan bisnis tes Covid-19 baik PCR maupun Antigen.

Melalui akun Facebook pribadinya, Edy menyebut beberapa nama yakni, Luhut dan Erick Thohir. Kedua menteri ini diduga terlibat dalam pendirian perusahaan penyedia jasa tes Covid-19, PT Genomik Solidaritas Indonesia (GSI).

Edy menjabarkan, PT GSI lahir dari PT Toba Bumi Energi dan PT Toba Sejahtra, anak PT TBS Energi Utama Tbk (TOBA) yang sebagian kecil sahamnya dimiliki oleh Luhut.

Selain itu, PT GSI juga dilahirkan oleh PT Yayasan Adaro Bangun Negeri yang berkaitan dengan PT Adaro Energy Tbk (ADRO), 6,18 persen sahamnya dimiliki Boy Thohir yang tak lain adalah saudara dari Erick Thohir.

"Gunakan akal sehat. Seorang Menko Marives merangkap jabatan sebagai Koordinator PPKM. Dia pucuk pimpinan dalam hal kebijakan Covid-19 dan investasi. Lalu, seorang Menteri BUMN merangkap Ketua Tim Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN). Menteri Kesehatannya bekas Wakil Menteri BUMN. Tapi, menteri itu ternyata terafiliasi (ada kaitannya) dengan PT Genomik Solidaritas Indonesia," tulis Edy, seperti dikutip Suara.com yang telah mendapatkan izin untuk kepentingan pemberitaan.

Edy merinci, saham PT GSI dipegang oleh Yayasan Indika Untuk Indonesia (932 lembar), Yayasan Adaro Bangun Negeri (485 lembar), Yayasan Northstar Bhakti Persada (242 lembar), PT Anarya Kreasi Nusantara (242 lembar), PT Modal Ventura YCAB (242 lembar), PT Perdana Multi Kasih (242 lembar), PT Toba Bumi Energi (242 lembar), PT Toba Sejahtra (242 lembar), dan PT Kartika Bina Medikatama (100 lembar).

Yayasan Indika Untuk Indonesia berkaitan dengan PT Indika Energy Tbk (INDY) yang dipimpin Ketua Umum KADIN, Arsjad Rasjid sebagai direktur utama.

Kemudian, Yayasan Northstar Bhakti Persada berkaitan dengan Northstar Group yang dipimpin Patrick Walujo, seorang bankir yang juga menantu dari TP Rachmat bersama Glenn Sugita sebagai pembina yayasan.

 

Reaksi Luhut

Luhut sendiri telah menanggapi santai rencana ProDEM melaporkan dirinya ke Polda Metro Jaya ini. Dia menegaskan siap diaudit untuk memastikan bahwa tudingan tersebut tidak benar.

"Nggak apa-apa (dilaporkan) kalau salah kan nanti gampang aja diaudit," kata Luhut di Polda Metro Jaya, Jakarta, Senin (15/11/2021).

Menurut Luhut, semua pihak boleh saja berpendapat. Namun mesti berdasar data bukan perasaan apalagi rumor.

"Kita juga harus belajar untuk bicara tuh dengan data jangan pakai perasaan atau rumor gitu, itu kan kampungan. Kalau orang bicara katanya-katanya kan capek-capekin aja, hanya untuk mencari popularitas, paling diaudit selesai," ujarnya. n jk, er,07

Editor : Moch Ilham

BERITA TERBARU