Penularan Covid 19 di Pesawat, Sangat Rendah

author surabayapagi.com

- Pewarta

Senin, 25 Okt 2021 20:37 WIB

Penularan Covid 19 di Pesawat, Sangat Rendah

i

dr. Tirta.

SURABAYAPAGI.COM, Jakarta- Kewajiban PCR saat akan melakukan penerbangan, juga dikritisi Tirta Madira Hudhi alias dr Tirta. Melalui akun Twitter-nya, @tirta_cipeng, dia mendorong agar swab PCR menjadi alat diagnosis,  dan screening hanya menggunakan swab antigen. Sebab, kata dia, penularan Corona di pesawat itu rendah.

"Kembalikan fungsi swab pcr menjadi alat diagnosa. Cukup Screening antigen saja. Karena agak aneh aja, kenapa hanya naik pesawat yang diwajibkan swab pcr. Padahal sudah beberapa sumber ilmiah yang menekankan justru penularan di pesawat itu paling rendah," tulis dr Tirta di akun Twitternya, kemarin.

Baca Juga: Dokter Paru Mereaksi Jokowi Soal Endemi

Untuk diketahui, memang benar ada penelitian yang mengungkap soal penularan di pesawat. Menurut penelitian dari International Air Transport Association (IATA), kemungkinan tertular Corona di pesawat malah lebih kecil ketimbang tersambar petir. Dengan hanya 44 kasus di antara 1,2 miliar penumpang, itu berarti 1 dari setiap 27 juta penumpang.

Kembali ke penjelasan dr Tirta. Dia juga membandingkannya dengan bioskop, yang hanya perlu vaksin dua kali. Padahal risiko penularan di bioskop tinggi.

"Bahkan bioskop, yang risiko penularannya lebih tinggi sudah dibuka, cukup vaksin 2x dan Pedulilindungi. Sementara pesawat kudu PCR. Saya yakin netizen juga udah paham ini. Harusnya pemangku kebijakan nggak ACC kebijakan terbang harus swab pcr dulu, cukup swab antigen," tuturnya.

Dia juga membandingkan kebijakan PCR ini dengan transportasi darat. Dia mendorong agar kebijakan ini segera direvisi.

"Lucunya juga, transportasi darat, nggak ada hepa filternya, lebih lama pula di dalam mobil, justru nggak wajib PCR. Yok bisalah direvisi. Belum telat, sebelum kebijakannya jalan 1 November nanti," ungkapnya.

Menurutnya, hal penting yang harus diperhatikan selama perjalanan yaitu protokol kesehatannya.

Karena jika tetap abai melakukan protokol kesehatan, swab antigen dan PCR percuma saja dilakukan.

"Tapi maksimalkan prokes selama perjalanan, untuk pencegahan penularan," ujarnya.

"Apakah swab pcr - , itu otomatis mengurangi resiko penularan ? Yo jelas tidak. Swab pcr negatif tapi prokes ambyar sama aja, turun2 sakit. Yg menurunkan resiko pemberatan adalah 2 dosis vaksin lengkap," sambungnya.

 

Negara Lain

Baca Juga: Awas Covid-19 Varian Kraken, Tingkat Penularannya Cepat

Lebih lanjut, dr. Tirta mengatakan dibeberapa negara bahkan tak mewajibkan adanya swab pcr jika pelaku penerbangan sudah menerima dosis vaksin lengkap.

"Di beberapa negara bahkan, kalo vaksin lengkap, dia ga perlu swab pcr, tapi prokes sangat lengkap. Bahkan beberapa pasien covid yg dah sembuh, ct value msh bisa dibawa baseline selama 2-3 bulan dan terdeteksi positif lho," kata dr. Tirta.

Oleh karena itu, Ia meminta agar tidak menggeser fungsi tes yang sudah ada.

"Jadi jangan menggeser fungsi test. Test antibodi penting? Ya jelas. Untuk cek antibodi di beberapa kota besar. Swab antigen? Penting untuk screening. Pcr? Penting untuk membantuk diagnosa. Cek darah lengkap? Penting. Jadi jangan d geser2 fungsinya," sambungnya.

"Semua test lab itu saling melengkapi. Kalo dijadikan syarat administrasi, dari masuk kantor lah, penerbangan lah, itu dah menggeser tujuan test tsb," tandasnya.

 

Baca Juga: PPKM Dicabut, Dinkes Kabupaten Mojokerto Tetap Siagakan Ruang Isolasi

YLKI

Senada, Ketua Harian YLKI Tulus Abadi menyoroti kebijakan pemerintah soal PCR ini. "HET PCR di lapangan banyak diakali oleh provider (penyedia) dengan istilah 'PCR Ekspress', yang harganya tiga kali lipat dibanding PCR yang normal. Ini karena PCR normal hasilnya terlalu lama, minimal 1x24 jam," kata Tulus, dalam keterangannya, dikutip Senin (25/10/2021).

Selain itu, Tulus menilai, kebijakan tersebut diskriminatif sebab hanya diterapkan bagi moda transportasi udara saja. “Memberatkan dan menyulitkan konsumen. Diskriminatif, karena sektor transportasi lain hanya menggunakan antigen,” tuturnya.

Tulus menyebutkan, syarat wajib PCR sebaiknya dibatalkan, atau direvisi aturan pelaksananya. Ia menyarankan, waktu pemberlakuan PCR menjadi 3x24 jam, mengingat di sejumlah daerah tidak semua laboratorium PCR bisa mengeluarkan hasil cepat.

 “Atau cukup antigen saja, tapi harus vaksin dua kali. Dan turunkan HET PCR kisaran menjadi Rp 200.000-an saja,” katanya. Dengan mempertimbangkan kepentingan masyarakat sebagai konsumen, Tulus meminta agar kebijakan soal syarat penumpang pesawat terbang benar-benar ditentukan secara adil.

 "Jangan sampai kebijakan tersebut kental aura bisnisnya. Ada pihak pihak tertentu yang diuntungkan,” ucap Tulus.jk,rc

Editor : Moch Ilham

BERITA TERBARU