"Pemerintah Gali Lubang Tutup Lubang"

author surabayapagi.com

- Pewarta

Senin, 03 Mei 2021 21:59 WIB

"Pemerintah Gali Lubang Tutup Lubang"

i

Menteri Keuangan Sri Mulyani

 

Kritik Partai Oposisi PKS Terhadap Utang Luar Negeri Pemerintah yang Sudah Capai Rp Rp 6.164,46 Triliun 

Baca Juga: Ditanya Soal Hasil Pilpres, Menkes Ketawain Jokowi

 

SURABAYAPAGI.COM, Jakarta - Partai oposisi Pemerintahan Jokowi, Fraksi PKS menilai pemerintah akan semakin kesulitan menangani defisit fiskal, karena membengkaknya Utang Luar Negeri Indonesia (ULN).

Menukil catatan Bank Indonesia (BI) ULN Indonesia tembus USD 422,6 miliar per akhir Februari 2021 atau setara Rp 6.164,46 triliun (untuk kurs Rp 14.587 per USD).

Posisi itu naik 4 persen (yoy), lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan bulan sebelumnya sebesar 2,7 persen (yoy).

"Angka ini menunjukkan utang luar negeri Indonesia semakin membengkak," kata Anggota Komisi XI DPR RI dari Fraksi PKS Anis Byarwati ,dalam keterangan yang diterima Surabaya Pagi di Jakarta, Senin (3/5/2021).

Menurut Anis, DPR RI sudah sering mengingatkan pemerintah terkait beban ULN Indonesia tersebut.

Kendati demikian, dia menyebut defisit APBN makin melebar dan utang melambung. Tetapi pemerintah gagal membelanjakan utang.

“Ini bisa terlihat dari adanya pelebaran defisit fiskal dari 2,2 persen pada tahun 2019 menjadi 6,3 persen pada tahun 2020 dan diperkirakan masih akan defisit sebesar 5,7 persen di tahun 2021,” paparnya.

 

Defisit APBN Dibiayai Utang

Wakil ketua Badan AKuntabilitas Keuangan Negara (BAKN) DPR RI ini menjelaskan bahwa memang defisit langkah normal di saat resesi, akan tetapi tetap memerlukan kehati-hatian dalam melaksanakan kebijakan defisit ini.

Terlebih, lanjut dia, sebagian besar defisit APBN dibiayai oleh utang. “Artinya semakin lebar defisit, maka utang juga semakin besar,” katanya.

Ketua DPP PKS Bidang Ekonomi dan Keuangan itu mengakui untuk memaksimalkan pertumbuhan, tentu harus menggunakan utang. Tetapi yang seringkali terjadi, pemerintah justru gagal membelanjakan utang tersebut.

"Hal ini tercermin dari besarnya Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SILPA) selama 5 tahun terakhir yang mencapai Rp10-30 Triliun setiap tahunnya," ujar Anis.

Lebih lanjut Anis menegaskan, pelebaran defisit ini disebabkan oleh tingginya anggaran Penyelamatan Ekonomi Nasional (PEN).

Dia membeberkan data terakhir menunjukkan bahwa realisasi anggaran PEN sempat tersendat diawal-awal, lalu digesa di akhir tahun. Realisasi anggaran program pemulihan ekonomi nasional (PEN) sampai dengan akhir 2020 tercatat Rp 579,78 triliun atau 83,4 persen dari pagu sejumlah Rp 695,2 triliun.

“Hal ini tentu akan merugikan, karena utang yang sudah ditarik tetapi tidak maksimal dimanfaatkan untuk penyelamatan ekonomi nasional,” tutur Anis.

 

Baca Juga: Menkes Tertawa, Jokowi Pilih Ketua Indonesia, Bukan Ketum Golkar

Gali Lubang Tutup Lubang

Anis menyebut selama beberapa tahun terakhir primary balance Indonesia juga selalu tercatat negatif. Artinya, sambung dia, pemerintah sedang menjalankan kebijakan gali lubang tutup lubang. Pemerintah menerbitkan utang baru untuk membayar utang yang lama.

“Hal ini tentu bukan pertanda baik untuk keberlangsungan fiskal Indonesia,” nilai Anis.

Anis memerinci catatan penting bagi pemerintah, khususnya Menteri Keuangan Sri Mulyani bahwa ketika masa pra-pandemi, debt to GDP ratio Indonesia terus meningkat.

Pada awalnya 24 persen pada 2014 menjadi 30,2 persen pada 2019. Peningkatnya debt to GDP ratio menunjukkan bahwa selama periode tersebut penambahan utang lebih tinggi dibandingkan penambahan PDB.

Artinya, kata dia, utang pemerintah selama ini belum cukup produktif untuk mendorong PDB nasional.

Pada 2020, debt to GDP ratio diperkirakan mencapai 37 persen dan terus meningkat menjadi 41 persen pada 2021. “Ini merupakan sinyal kurang bagus, yang artinya pemerintah akan kesulitan mengendalikan laju utang di masa yang akan datang,” tegasnya.

 

Jokowi Tinggalkan Utang Besar

Sebelumnya, Ekonom Senior INDEF Prof Dr Didik J Rachbini memperkirakan Jokowi bakal mengakhiri pemerintahannya pada 2024 dengan meninggalkan utang USD 10.000 juta.

Baca Juga: Menkeu Sri Mulyani Anggarkan Bantuan Beras Rp 8 Triliun di Kuartal I 2024

Didik tidak mengkhawatirkan utang sebesar itu asalkan pertunbuhan ekonomi Indonesia di atas tujuh persen hingga Jokowi mengakhiri pemerintahannya.

"Namun, pertumbuhan ekonomi pada masa normal saja maksimal hanya 5,6 persen. Bahkan pada masa pandemi ini pertumbuhan malah minus," katanya.

 

Negara-negara Maju Sama

Menteri Keuangan Sri Mulyani menegaskan peran penting utang dalam menjaga keseimbangan APBN. Anggaran negara memang sering kali dibuat defisit agar ekonomi bisa tumbuh lebih tinggi.

Namun, negara tak sembarangan dalam mengajukan utang. Selama tujuannya positif dan rasionya tak melebihi PDB, utang dianggap masih terkendali," katanya seperti dikutip dalam situs indonesia.go.id, Selasa (23/3/2021).

Berdasarkan data Bank Indonesia, posisi utang luar negeri Indonesia pada akhir Januari 2021 tercatat sebesar US$420,7 miliar, yang terdiri dari ULN sektor publik (pemerintah dan bank sentral) sebesar US$213,6 miliar dan ULN sektor swasta (termasuk BUMN) sebesar US$207,1 miliar.

Dengan perkembangan tersebut, ULN Indonesia pada akhir Januari 2021 tumbuh sebesar 2,6 persen (yoy), menurun dibandingkan dengan pertumbuhan pada bulan sebelumnya sebesar 3,4 persen (yoy). Perlambatan pertumbuhan ULN tersebut terjadi pada ULN Pemerintah dan ULN swasta.

Sri Mulyani membeberkan, hampir tak ada negara di dunia yang tidak mengandalkan utang. Tak terkecuali negara-negara maju.

Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu mengatakan negara-negara maju juga menutup defisit anggarannya dengan utang, baik utang domestik maupun yang ditarik dari luar negeri. n erc/rmc

Editor : Moch Ilham

BERITA TERBARU