Mensos Risma, Bagian dari Grand Desain PDIP Jegal Anies

author surabayapagi.com

- Pewarta

Jumat, 08 Jan 2021 21:01 WIB

Mensos Risma, Bagian dari Grand Desain PDIP Jegal Anies

i

Dr. H. Tatang Istiawan

 

SURABAYAPAGI.COM, Surabaya - Pekerjaan yang dilakukan Mensos Risma, belakangan ini, masih blusukan di wilayah DKI Jakarta. Elite politik nasional dan elite lokal, tampaknya mengintepretasikan berbeda, apa dan bagaimana peran Risma, kok baru fokus di wilayah hukum Gubernur Anies Baswedan.Sepintas Risma, seperti Mensos bercitarasa Wali kota. 

Baca Juga: Yusril tak Khawatir Hadapi Saksi Kapolda yang Diajukan PDIP

Ini tidak benar! Risma, adalah wayang. Ia bisa jadi Menteri Sosial karena “dikarbit” Megawati dan disetujui Presiden Jokowi. Konsesi untuk Risma, akan ikut pilkada DKI Jakarta tahun 2022. Ada yang mengatakan Risma, didesain jegal Anies Baswedan dalam Pilkada DKI Jakarta, tahun depan. 

Konon Risma, bukan ambisi ganti Anies. Tapi ada kelompok invisible hand yang menginginkan Gubernur DKI Jakarta kembali diisi tokoh nasionalis, bukan politisi yang diusung kelompok elite sorongan politik partisan.

Pertimbangan ini, karena DKI Jakarta adalah ibu kota negara Indonesia. Penghuni Jakarta sangat heterogen. Risma diharapkan oleh satu kelompok nasionalis bisa mengakomodir aneka suku, agama dan ras. Mengapa? 

Sejak dijabat Ali Sadikin, Gubernur DKI tidak pernah dipegang oleh gubernur dari politik identitas. Termasuk saat PKS mendapat suara terbanyak di DKI Jakarta, tahun 2004, Partai Keadilan Sejahtera (PKS) berada di urutan teratas perolehan suara untuk DPRD DKI Jakarta. 

Dan untuk DPR RI, PKS dan Partai Demokrat sama-sama memperoleh kursi terbanyak dari Provinsi DKIPKS mendapat 18 kursi (24 persen). Selanjutnya, berturut-turut disusul Partai Demokrat (16/21,33 persen) dan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP/10/13,33 persen). 

Partai Golkar dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP), masing-masing mendapat 7 kursi (9,33 persen). Partai Amanat Nasional (PAN) memperoleh 6 kursi (8 persen). Sementara, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) dan Partai Damai Sejahtera (PDS) masing-masing meraup 4 kursi (5,33 persen). 

Sedangkan 3 kursi (4 persen) lainnya diraih Partai Bintang Reformasi (PBR).Untuk kursi DPR, PKS dan Partai Demokrat masing-masing mendapat 5 (23,8 persen) dari total 21 kursi yang diperebutkan di DKI. PDIP mendapat 3 kursi (14,3 persen).Saat PKS unggul di DPRD DKI dan DPR pusat, Gubernurnya Sutiyoso. Setelah itu Fauzi Bowo. Baru pada pilkada tahun 2007, Fauzi kalahkan cagub Adang Daradjatun dan Dani Anwar, dari PKS. 

Setelah Fauzi, Gubernur DKI dijabat Jokowi. Diteruskan Basuki Tjahaya Purnama (Ahok), lalu Djarot Saiful Hidayat baru Anies Baswedan.Jadi dalam sejarah kemedekaan, Gubernur DKI yang didukung kelompok islam dan politik partisan, baru Anies. Ahok dan Djarot, lengser oleh Anies. Ini yang membuat PDIP dan partai nasionalis meradang. Bisa jadi Risma, yang adalah kader PDIP dijadikan amunisi awal goyang kepemimpinan Gubernur Anies Baswedan.

***

Dalam pertemuan dengan ibu-ibu majelis taklim Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia Jakarta Pusat, saat itu, calon gubernur DKI Anies Baswedan mengatakan ada dua alasan warga memilih salah satu pasang calon.

Alasan pertama dalam memilih calon pemimpin didasarkan pada identitas calon. Pemilih mengikuti identitas serupa antara dirinya dan calon tersebut. Yang kedua, adalah kinerja. “Tapi yang kedua adalah (memilih berdasarkan) kinerja. 

Karena itu, saya kepada ibu semua dalam ibu-ibu mengampanyekan bicarakan juga kinerja”.Dan publik masih ingat pemilihan Gubernur-Wagub DKI Jakarta yang menyebabkan tersingkirnya gubernur petahana, Basuki Tjahaja Purnama, juga menjadi sorotan media asing arus utama. Ahok dilihat sebagai tokoh fenomenal dan antikorupsi. 

Namun, Ahok menjadi pergunjingan luas, tidak saja di Indonesia tetapi di luar negeri, akibat sentimen agama dan etnis.Beberapa media asing menyinggung bagaimana Anies sebenarnya telah merangkul seluruh warga Jakarta untuk bersatu dan melupakan perbedaan.

Kekalahan Ahok dan kemenangan Anies Baswedan, itu diartikulasikan dalam terminologi atau diksi yang dikaitkan dengan masalah agama dan ras oleh sejumlah media asing arus utama.Media Arab berbasis di Doha, Qatar, Al Jazeera, menyebutkan, Ahok yang sedang “diadili karena penistaan” agama kalah dari Anies "setelah kampanye agama yang memecah belah”.

Baca Juga: PDIP Minta Pemilu Ulang

Eep Saefulloh Fatah, konsultan tim pemenangan pasangan calon Anies Baswedan dan Sandiaga Uno, mengatakan ia ingin jaringan masjid menjadi alat untuk mengalahkan kandidat petahana, Basuki Tjahaya Purnama alias Ahok.
Sosok ini belajar dari kemenangan Partai Keselamatan Islam atau FIS di Aljazair. Menurutnya, berdasarkan suatu analisis, FIS bisa menang lantaran mengandalkan jaringan masjid."Sejumlah khatib, para ulama, ustadz yang mengisi kegiatan-kegiatan di masjid, termasuk dan terutama salat Jumat, bukan hanya menyerukan ketaqwaan, tapi dilanjutkan dengan seruan-seruan politik," ujar Eep.

Maka itu, awal pidato kemenangan Anies sudah menyinggung kata "pribumi" . Pernyataan Anies itu menuai polemik.Mengingat Anies yang bergelar Phd b secara sadar menyelipkan kata pribumi dalam pidato 22 menitnya. Padahal Anies sendiri bermarga Badwedan.

***

Sampai semalam, hasil serapan saya dari sejumlah politisi nasional, blusukan Risma, di Jakarta sebenarnya bukan kemauan Risma sendiri. Ia kabarnya diperankan oleh suatu grand desain untuk mengganggu kenyamanan Anies Baswedan, yang tahun 2007 mengalahkan politisi nasionalis Ahok dan Djarot.

Sejumlah elit politik nasional menggambarkan peran Gubernur sejak Sutiyoso, Jokowi dan Ahok, yaitu selalu bangun infrastruktur angkutan massal, baru dihargai publik. Sementara Anies bangun tidur mendapat penghargaan.Berdasarkan fakta dan narasi kampanye pilkada 2007 lalu, kemenangan Anies acapkali dikaitkan dengan politik identitas.

Sejumlah elite menyebut politik identitas adalah tindakan politik untuk mengedepankan kepentingan-kepentingan dari anggota-anggota suatu kelompok karena memiliki suatu kesamaan identitas atau karakteristik, baik berbasiskan pada ras, etnisitas, jender, atau keagamaan.

Makanya perjuangan politik identitas ialah untuk memenangkan kelompoknya di antara yang berbeda. Dan kita tahu politik identitas berbeda dengan nasionalisme. Saya membaca Risma, representasi dari kelompok nasionalis. 

Makanya isu yang dihembuskan, Risma akan dimajukan dalam pilkada Gubernur DKI tahun 2022. Risma, dengan gaya Suroboyoannya diharapkan bisa menjegal Anies. Dan kini sudah dimulai. Dalam kedudukan seorang menteri, Risma blusukan di berbagai kawasan. Termasuk jalan Thamrin yang ditemukan ada tunawisma.

Baca Juga: Hasto: Pelaporan Ganjar ke KPK Bentuk Intimidasi, PDIP Semakin Diintimidasi, Semakin Kami Melawan

Akal sehat saya mengatakan, apakah tunawisma yang ditemui Risma di jalan Thamrin ini rekayasa atau tidak begitu penting. Poin yang sudah dipetik Risma dan kelompok politisi nasionalis, belum satu bulan berkantor di Jakarta, Risma sudah bisa mengoyak ngoyak pertahanan Anies di ibu kota Jakarta.Apa yang dilakukan Risma adalah kegiatan politik praktis.

Risma, tak bisa disalahkan. Ini karena Risma tahu bahwa berpolitik mesti gunakan berbagai cara, upaya, langkah atau siasat untuk mencapai tujuan yang disusun pembuat grand desain.

Maklum, politik praktis oleh seorang kader partai pasti terkait dengan grand desain atau grand strategi satu partai dalam mewujudkan visi, misi, dan program-program pembangunan yang akan ditempuhnya.Bagaimana politik yang akan diwujudkan Risma, tentu tidak boleh terlepas kaitannya dengan tujuan PDIP, yang ingin menguasai lagi jabatan politik di DKI Jakarta.Politik praktis yang sedang dimainkan Risma memang memberikan giuran yang menjanjikan. 

Terutama untuk merebut kekuasaan yang kini dipegang Anies.Secara akal sehat, kini semua aktor politik merasa memiliki kemampuan untuk memenangkan kontestasi politik merebut kursi B-I dalam pilkada DKI 2022. 

Apalagi pendukung Anies dalam menggerakkan politik identitas kini sudah dibuyarkan oleh pemerintah. Pimpinan FPI, Habib Rizieq dipenjara. Juga jaringannya seperti sedang tiarap. Sementara kelompok pendukung Risma, makin mencekeram di kekuasaan. 

Ahok, misalnya memiliki kedudukan di Pertamina. Megawati, meski sudah tua, pengaruhnya juga masih kuat. Termasuk Djarot Saiful Hidayat. Bagi Risma, yang kini menjadi mensos bisa berbangga, karena jabatan tingkat nasional ini bisa menjadi modal maju di Pilkada DKI mendatang. ([email protected])

 

Editor : Moch Ilham

BERITA TERBARU