Menkeu Harus Tanggungjawab Uang Rakyat Rp 147 T

author surabayapagi.com

- Pewarta

Rabu, 08 Sep 2021 20:57 WIB

Menkeu Harus Tanggungjawab Uang Rakyat Rp 147 T

i

Ilustrasi karikatur

SURABAYAPAGI.COM, Surabaya - Niat hati pemerintah ingin memulihkan ekonomi dengan menggelontorkan dana hingga Rp933,33 triliun melalui program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN), kini malah muncul masalah baru.

Dari hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang disampaikan pada sidang paripurna bersama DPR RI pada Senin (06/09/2021) kemarin, terdapat selisih penggunaan anggaran PEN hingga mencapai Rp 147 triliun.

Baca Juga: Menkeu: Saya Nggak Bisa Komentar

Adanya selisih anggaran PEN yang ditemukan BPK ini, mendapat perhatian dari Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya Dr. Iswan Noor, SE, ME. Menurut Iswan, anggaran untuk setiap kegiatan proyek pemerintah termasuk di dalamnya adalah PEN, memiliki dasar UU-nya yaitu UU APBN. Oleh sebab itu alokasi dananya dan bentuk teknis kegiatannya pun tentu ada SOP-nya.

Makanya bila ada pejabat yang instansinya kebagian tugas menyalurkan proyek pemerintah dalam kasus ini adalah PEN, maka harus menjalankannya sesuai 100% dengan SOP atau palem yg sudah baku.

"Tidak boleh menyalurkan dana proyek itu atau menggunakan di luar SOP  yang sudah ada. Melanggar berarti melanggar UU makanya si pejabat bisa di hukum. Bila hingga akhir tahun anggaran ternyata proyek itu gagal dilaksanakan, duitnya harus utuh dikembalikan ke negara (Pusat/Kemenkeu)," kata Iswan Noor kepada Surabaya Pagi, Rabu (08/09/2021).

Sebagai informasi, dalam pengelolaan program PEN, pemerintah membentuk lembaga yang kemudian dikenal dengan Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (PCPEN) yang pembentukan awalnya diketuai oleh Menko Perekonomian Airlangga Hartanto.

Sementara itu, guna menyalurkan anggaran PEN, pemerintah bermitra dengan Himpunan Bank-Bank Milik Negara atau Himbara yang terdiri daei empat bank BUMN yakni Bank BNI, Bank Mandiri, Bank BRI, serta Bank BTN. Erich Tohir selaku Menteri BUMN, tentu memiliki tanggung penting dalam penyaluran anggaran PEN.

Di sisi lain, sebagai Menteri Keuangan, Sri Mulyani tentu juga ikut bertanggung jawab terhadap penggunaan uang negara pada program PEN.

Munculnya 3 nama ini, baik Sri Mulyani, Airlangga Hartanto dan Erich Tohir, menjadi perhatian publik. Kendati begitu, Iswan enggan memutuskan siapa yang harus bertanggungjawab terhadap selisih anggaran tersebut.

"Informasi yg diperoleh publik sangat minim sekali. Sehingga belum bisa disimpulkan, permasalahaannya ada dimana," terangnya.

Menurutnya, adanya selisih anggaran tersebut diduga ada sejumlah proyek yang belum terselesaikan atau dieksekusi. Ia juga ikut berkomentar terkait pernyataan Airlangga Hartanto yang ingin melanjutkan program PEN di tahun 2022.

"Kalau toh begitu skenarionya,  tentunya bukan sekedar dana dari PEN saja, itu dana untuk covid-19 yang jumlahnya hampir 900 trilun, mungkin saja dipakai bancakan. Wallahu a'lam," katanya

Saat dikonfirmasi apakah ada dugaan korupsi, ia justru menampik akan hal tersebut.

"Dalam kasus korupsi, secara teori ekonomi, pelaporannya itu tidak ada selisih anggaran, karena memang sengaja mereka pas kan. Makanya secara administrasi pelaporannya, tidak ada masalah," katanya.

"Tapi misalnya ada unsur kriminalnya (korupsi misalnya) tentu itu merupakan kewenangan KPK, dan aparat penegak hukum lainnya untuk mendalaminya lebih lanjut. Mereka punya akses untuk bisa memperoleh informasi yg lebih lengkap seputar masalah itu," tambahnya lagi.

 

Baca Juga: Menkeu Infokan Dana Bansos Lonjak Tajam 135,1%, Jadi Rp 22,5 Triliun

Selisihnya Banyak

Detil selisih anggaran yang dimaksud dilihat dari laporan Sri Mulyani dengan hasil temuan BPK. Dari laporan Menkeu, jumlah alokasi anggaran PEN tahun 2020 adalah sebesar Rp695,2 triliun. Dari jumlah tersebut, yang terealisasi adalah sebesar Rp575,8 triliun atau sekitar 82,83 persen dari alokasi.

Sementara laporan BPK menyebutkan, alokasi anggaran PEN pada tahun 2020 adalah sebesar Rp841,89 triliun. Jumlah tersebut merupakan alokasi biaya PEN yang tertera dalam APBN 2020.

"Pemerintah mempublikasikan biaya program PCPEN sebesar Rp695,2 triliun sebagai data total program PCPEN dan hasil pemeriksaan menunjukkan alokasi biaya program PCPEN dalam APBN 2020 adalah sebesar Rp841,89 triliun," kata Sekretaris Jenderal BPK, Bachtiar Arif dinukil dari IDX Channel, Rabu (08/09/2021).

 

Bermasalah Sejak Awal

Program PEN yang diluncurkan pada tahun 2020 lalu sebetulnya telah bermasalah sedari awal. Dinukil dari hasil audit BPK pada semester II tahun 2020, ditemukan bahwa anggaran PEN yang dikucurkan ke beberapa lembaga dan kementerian tidak jelas peruntukannya.

Beberapa instansi yang disebutkan dalam audit tersebut seperti BUMN, BI dan OJK. Instansi yang disebutkan tersebut, secara realisasi anggaran tidak sesuai dengan target.

Baca Juga: Menkeu Ngadu ke DPR, Lonjakan Bansos dari Rp 9,6 Triliun ke Rp 22,5 Triliun

Audit BPK pada semester II tahun 2020 juga menyebutkan, lokasi anggaran PC-PEN tahun 2020 pada pemerintah pusat, pemerintah daerah, BI, OJK, LPS, BUMN, BUMD, dan hibah/sumbangan masyarakat dan dikelola pemerintah adalah sebesar Rp933,33 triliun. Anggaran tersebut telah direalisasikan sebesar Rp597,06 triliun (64%).

Hasil pemeriksaan atas PC-PEN mengungkapkan 2.170 temuan yang memuat 2.843 permasalahan sebesar Rp2,94 triliun. Permasalahan tersebut meliputi 887 kelemahan SPI, 715 permasalahan ketidakpatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan, dan 1.241 permasalahan.

Ditambah lagi, penyaluran dana bergulir oleh lembaga mitra dengan jumlah sebesar Rp84,62 miliar kepada 9.336 penerima , dinilai oleh BPK tidak memenuhi kriteria yang diatur dalam surat pemberitahuan persetujuan prinsip.

Selain itu, dana tambahan subsidi bunga/margin kredit usaha rakyat (KUR) pada bank penyalur sebesar Rp132,69 miliar juga belum disalurkan karena debitur telah melakukan pelunasan pinjaman dan bank penyalur beserta kuasa pengguna anggaran (KPA) belum melakukan identifikasi debitur yang berhak atas dana tersebut.

"Jadi transparansi dan akuntabilitas dalam program PEN ini masih belum terlihat. Pihak BPK sebenarnya bisa mengecek dokumen awal dari UU APBN untuk proyek PEN itu, proyek apa saja bentuknya, berapa besar dananya, dan instansi mana yg kebagian menjalankan proyek dimaksud," katanya.

Selain anggaran PEN, BPK juga menemukan masalah terkait penyaluran bansos yang dilakukan Kementerian Sosial. BPK menyebut, data terpadu Kemensos Penetapan Januari 2020, yang digunakan sebagai data penyaluran tidak valid.

Untuk diketahui, dalam data yang dirilis BPK, ditemukan sebanyak 90,92 juta data NIK penerima tidak valid, 16,37 juta nomor kartu keluarga tidak valid, 5.702 anggota rumah tangga dengan nama kosong, dan 86.465 NIK ganda. sem/jk06/rl

Editor : Moch Ilham

BERITA TERBARU