Luhut Laporkan Haris Azhar, Ibarat Truk Senggol Bemo

author surabayapagi.com

- Pewarta

Senin, 27 Sep 2021 20:24 WIB

Luhut Laporkan Haris Azhar, Ibarat Truk Senggol Bemo

i

Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi Luhut bicara depan wartawan usai diperiksa di Polda Metro Jaya, Senin (27/9/2021).

SURABAYAPAGI.COM, Surabaya -  Senin (27/9/2021), Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan (LBP) diperiksa polisi terkait laporannya terhadap aktivis Haris Azhar dan Koordinator KontraS Fatia Maulidiyanti.

Luhut mengklaim tak pernah memiliki bisnis di Papua sebagaimana yang dikatakan Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti. Dia mempersilakan apa yang menurutnya sebagai fitnah itu untuk dibuktikan di pengadilan. Hal itu disampaikan oleh Luhut seusai diperiksa oleh penyidik Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Metro Jaya, Senin (27/9/2021).

Baca Juga: Luhut Penasaran, Taylor Swift tak Manggung di Indonesia

"Ya itu yang saya bilang biar nanti di pengadilan. Biar kita lihat. Karena saya tidak ada sama sekali bisnis di Papua, sama sekali tidak ada. Apalagi itu dibilang pertambangan-pertambangan, itu kan berarti jamak, saya tidak ada," kata Luhut.

Menanggapi akan pemeriksaan LBP yang berkapasitas sebagai pelapor, Pengamat politik Universitas Trunojoyo Madura yang juga Peneliti senior Surabaya Survey Center (SSC) Surokim Abdussalam, menyesalkan tindakan LBP.

Dengan nada satire, Surokim menyampaikan, tindakan LBP yang melaporkan aktivis Haris Azhar seharusnya tidak terjadi. Sebagai pejabat publik, LBP harus legowo, sabar dan berlapang dada ketika ada kritikan terhadapnya.

"Ini ibarat truk nyenggol bemo (becak motor-red). Mau gimana pun pasti akan kalah," kata Surokim saat dihubungi Surabaya Pagi, Senin (27/09/2021).

LBP dalam analogi Surokim adalah truk. Sementara Haris Azhar diibaratkan bemo. Hal ini terjadi karena bagi Surokim, LBP memiliki relasi kuasa yang lengkap serta jaringan yang lengkap. Bila dilihat dari latar belakangnya, LBP adalah mantan jendral dan saat masih aktif menduduki jabatan publik yakni sebagai Menko kemaritiman dan investasi.

Sementara Haris Azhar hanyalah aktivis kemanusiaan yang selalu menyuarakan keadilan, manakala dirinya menemukan kesewenang-wenangan pejabat publik dalam menggunakan jabatannya yang merugikan masyarakat.

"Ini kelasnya beda. Jangan lupa pak Luhut kategorinya itu strong man. Bahkan ada yang sebut super strong man. Ini kalau orang super strong man, bagaimana pun polisi akan kesulitan berada pada posisi yang independen dan netral," katanya.

 

Preseden Buruk

Sebagai warga negara kata Surokim, LBP bisa menggunakan haknya untuk mencari keadilan. Namun, dengan posisi LBP yang adalah pejabat publik, justru akan menjadi preseden buruk bagi kemajuan dan perkembangan demokrasi di Indonesia.

"Masyarakat melihat, juga memperhatikan apakah yang dilakukan oleh pak luhut untuk mendapatkan keadalian atau show force. Kalau ingin mendapatkan keadilan ya tidak masalah, tapi menjadi masalah kalau beliau show force. Karena terkesan ada semangat untuk membungkam suara kritis masyarakat. Supaya publik takut, memberi efek jera terhadap aktivis," katanya.

"Kalau saya lihat ini Fifty-fifty. Pingin mendapatkan keadilan, ya show force juga," tambahnya.

Baca Juga: Okupansi Pesawat dan Hotel Singapura Naik Gegara Taylor Swift, Luhut Bakal Adakan Konser Tandingan

Kendati ingin mendapatkan keadilan, Surokim mengingatkan, agar LBP tidak menggunakan mejah hijau sebagai jalan satu-satunya. Alternatif yang ditawarkan adalah mediasi antara LBP dan Haris Azhar. Karena dalam pandangan Surokim, bila Haris Azhar dinyatakan bersalah dan dipenjarakan, maka kasus serupa akan menimpa para aktivis-aktivis kritis yang membela hak masyarakat.

Oleh karenanya ia menghimbau agar, sebagai pejabat publik, harus berani dikritik dan menerima kritikan tersebut sebagai masukan untuk perbaikan kebijakan.

"Bisa jadi preseden, diukuti oleh pejabat lain.  Ada bupati ada camat yang tidak suka, langsung memperkarakan warganya. Jangan sampai pengamat bisa diperkarakan juga. Jadi pesan saya, mencari keadilan boleh, tapi jangan sampai over dosis, karena ini ada kaitannya dengan semangat daya kritis publik," ucapnya seraya menambahkan "Ingat para pejabat jangan hobi memperkarakan rakyat,"

Senada dengan itu, Peneliti Rumah Keadilan Ladito Risang Bagaskoro menyampaikan, pemeriksaan LBP sebagai pelapor oleh Mabes Polri merupakan sesuatu yang sangat menarik. Hal ini tidak terlepas dari sosok LBP yang adalah mantan jendral sekaligus menteri kepercayaan presiden Joko Widodo (Jokowi).

 

Sesuatu yang Wow

"Kita lihat secara normatif semua orang memiliki kedudulan yang sama di mata hukum. Saya melihat ini sesuatu yang wow, karena beliau ini menteri. Dan secara normatif, beliau menghormati hukum, karena sesuai KUHP harus hadir kalau dipanggil," kata Ladito Risang saat dihubungi Surabaya Pagi.

Baca Juga: Senin ini, Rektor Universtitas Pancasila Jakarta akan Diperiksa Polisi, Soal Pelecehan Seksual

Meski begitu, bagi pria yang akrab disapa Dito, LBP tidak perlu melakukan pelaporan terhadap apa yang disangkakan oleh Haris Azhar Cs. Ia pun mencontohkan, Presiden Jokowi yang beberapa kali dicaci maki, dikatakan PKI namun Jokowi tidak melakukan tindakan hukum.

"Karena pemerintah bagian dari masyarakat yang harus memberikan contoh, menghadirkan bentuk-bentuk kedamaian. Karena tidak semua dugaan, harus diproses hukum," kata pria yang juga dosen hukum pidana Universitas Brawijaya Malang.

Dalam hukum kata Dito, terdapat 2 jalur penyelesaian. Pertama adalah litigasi dan berikutnya adalah non litigasi. Litigasi adalah penyelesaian masalah melalui jalur persidangan. Sementara non litigasi adalah penyelesaian masalah di luar pengadilan.

"Secara peraturan perundang-undangan dan norma hukum yang ada, kita punya jalur non litigasi. Hemat saya seharusnya jangan diperkarakan, bisa diselesaikan dengan jalur mediasi ataupun negosiasi. Karena dalam hukum ada asas yang disebut ultimum remidium, atau jalur pidana itu obat terakhir," katanya.

Pemeriksaan LBP  ini merupakan kelanjutan dari laporannya ke Polda Metro Jaya pada 22 September 2021 lalu. Laporan tersebut bernomor STTLP/B/4702/IX/2021/SPKT/POLDA METRO JAYA.

Musabab keluarnya laporan tersebut, bermula ketika Haris dan Fatia berbincang seputar topik pejabat negara di balik bisnis tambang di Papua. Dalam perbincangam yang diunggah di Youtube tersebut, salah satunya menyeret nama LBP.sem/jk/rc

Editor : Moch Ilham

BERITA TERBARU