Lalat, Ditengah Kegaduhan Kepala BPOM - Politisi

author surabayapagi.com

- Pewarta

Kamis, 15 Apr 2021 21:49 WIB

Lalat, Ditengah Kegaduhan Kepala BPOM - Politisi

i

Dr. H. Tatang Istiawan

 

Surat Terbuka untuk Presiden Jokowi Terkait Vaksin Nusantara (2-habis)

Baca Juga: Sidang Perdana Sengketa Pemilu, Rabu Pon

 

 

 

Presiden Jokowi Yth,

SURABAYAPAGI.COM, Surabaya - Minggu ini, ada dua trending topic. Isu tentang reshuffle kabinet dan perlawanan terhadap sikap Kepala BPOM yang menghadang uji klinis tahap ke-2 vaksin nusantara.

Dari dua isu, saya lebih tertarik kirim surat ke Anda soal urusan yang melibatkan Kepala BPOM (Badan Pengawas Obat dan Makanan).

Pertama, Kepala BPOM adalah anak buah Anda. Ini mengacu pada Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 80 tahun 2017 tentang Badan Pengawas Obat dan Makanan. Pasal 1 Ayat (2) menyebutkan Kepala BPOM berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden melalui menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan.

Kedua, menyangkut penghentian penelitian uji klinis tahap 2 vaksin Nusantara. Penghentian ini memicu sorotan dari publik. Terutama dari wakil-wakil rakyat di DPR-RI. Khususnya Komisi IX yang membidangi kesehatan. Lalu dari opisisi Anda seperti KAMI . Salah satu deklaratornya, mantan Panglima TNI Jenderal (Purn) Gatot Nurmantyo, ikut mendukung penelitian uji klinis vaksin nusantara tahap 2.

Bahkan mantan Menkes Dr. Siti Fadilah Supari, juga ikut bergabung dengan mantan Panglima TNI. Termasuk mantan Sekab Letjen (Purn) Sudi Silalahi dan mantan Ketua Umum Partai Golkar Abu Rizal Bakrie.  

Para politisi, mantan jenderal dan mantan menteri ini melakukan “aksi” secara kelompok. Mereka berbondong-bondong mendatangi Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Soebroto Jakarta. Aksinya menjadi relawan iji klinis tahap ke-2 vaksin nusantara.

Secara teknis, bisa jadi mereka mencatatkan diri sebagai relawan uji klinis vaksin nusantara. Tetapi secara politis, aksi mereka bisa menimbulkan persepsi lain. Bukan tidak mungkin bagian dari pressure group. Mereka soroti kinerja anggota cabinet Anda. Maklum, meski Kepala BPOM bukan setingkat menteri, lembaga non  departemen ini bertanggungjawab pada Anda. Bahasa lain Anda adalah atasan kepala BPOM Dr. Ir. Penny K. Lukito, MCP.

Wanita kelahiran Jakarta 1963 ini di depan publik dicatat pejabat yang tidak konsisten menyampaikan pendapat hukum soal vaksin nusantara.

Pada pertemuan dengan Komisi IX DPR bulan Maret 2021, Penny K Lukito, telah menjelaskan sedetail mungkin terkait mengapa BPOM belum memberikan izin vaksin Nusantara melanjutkan uji klinis. Ia menyebut sejumlah kejanggalan dalam uji klinis tahap satu.

Misalnya ada data yang berubah-ubah, kemudian data khasiat dan imunogenisitas disebut Penny tak lengkap. Lalu tim peneliti tak mau mengikuti prosedur uji preklinik ke hewan. Selain  menurut BPOM uji klinis vaksin ini tidak sesuai standar GCP (Good Clinical Practice).

Karena itu dalam hearing sejak pukul 10.00 pagi hingga pukul 21.00 wib, beberapa anggota Komisi IX  mempertanyakan  Penny seakan tak mengizinkan proses uji klinis vaksin nusantara gagasan  mantan Menkes Terawan Agus Putranto.

Anggota Komisi IX dari PAN, Saleh Daulay yang bertanya berkali-kali sampai kesal. "Saya melihat bahwa persoalan kita bukan prosedural. Ada sesuatu yang belum tahu apa. Kalau prosedural boleh dilanjutkan dengan catatan sempurnakan uji klinis I. Tapi tetap saja ditolak, kalau begini saya enggak tahu kan ini ada apa-apa," duga Saleh Daulay.

Makanya, Kepala BPOM keberatan atas kesimpulan rapat. Yang salah satu poinnya berisi ‘’Badan POM untuk segera mengeluarkan Persetujuan Pelaksanaan Uji Klinis (PPUK) fase II bagi kandidat vaksin Nusantara agar penelitian vaksin ini dapat segera dituntaskan selambat-lambatnya 17 Maret 2021. Jika sampai batas waktu itu tidak selesai, maka Komisi IX DPR akan membentuk tim mediasi untuk menyamakan persepsi dan pemahaman antara tim peneliti vaksin Nusantara dan BPOM RI."

Tapi awal April 2021, Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) mengumumkan telah mencatat ada 71,4% relawan uji klinis tahap I vaksin Nusantara yang mengalami  'Kejadian Tak Diinginkan' (KTD), berupa nyeri otot hingga gatal-gatal, ptechiae, lemas, mual, demam, batuk dan pilek.

Laporan ini baru dikeluarkan di tengah langkah sejumlah politikus menjalani pengambilan darah untuk uji vaksin Nusantara, Rabu (14/4/2021). Langkah politisi Senayan ini dinyatakan sebagai langkah nasionalisme.

 

***

 

Presiden Jokowi Yth,

Pernyataan Kepala BPOM Penny K Lukito, pada awal Maret dan awal April ini ada perbedaan.

Saat hearing di DPR, Penny lebih bicara prosedural dan teknis penelitian. Tapi pada bulan April ini ia sudah menyingkap konten penelitian. Pernyataan seperti ini oleh peneliti yang mengerti ilmu kedokteran, terasa aneh. Mengingat uji klinis tahap pertama menyangkut aspek keamanan, belum efektivitas.

Dalam uji klinis fase pertama tak ditemukan relawan yang sakit berat apalagi meninggal. Ada tujuan apa Penny K Lukito, saat uji klinis pertama sudah melompat  mengupas masalah content yang bersentuhan dengan efektivitas vaksin?.

Apakah ini seorang yang menyalagunakan otoritas untuk mempengaruhi publik dengan opini-opini, sehingga membuat kegaduhan?

Terkesan Kepala BPOM sampai kini malah membenturkan dengan inspiratory Letjen (Purn) Terawan dengan urusan metode penelitian maupun perizinan. Bukankah ia membuat suatu yang masih berproses dengan sebuah problematis yang menimbulkan kegaduhan?

Problematis yang diciptakan oleh Kepala BPOM ini akhirnya membuat para politisi menggali lebih dalam. Antara lain membandingkan cara kepala BPOM mempermudah perijinan vaksin buatan Sinovac dan buatan AstraZeneca.

Baca Juga: Ditanya Soal Hasil Pilpres, Menkes Ketawain Jokowi

Realitanya BPOM dalam menerbitkan Emergency Use Authorization (EUA) vaksin Sinovac hanya memeriksa data uji klinis fase 1 dan 2, bukan di Indonesia. Selain rekomendasi bahwa vaksin Sinovac  telah memenuhi standar Badan Kesehatan Dunia (WHO)  dengan tingkat efikasi minimal 50 persen.

Sementara vaksin nusantara kata salah satu peneliti Vaksin Nusantara, dr Yetty Movieta Nency, SPAK, adalah vaksin covid-19 dengan sel dendritik adalah yang pertama kali di dunia. Dan juga telah terdaftar di WHO yaitu  dikerjakan oleh AIVITA Biomedical, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Balitbangkes), dan Kementerian Kesehatan.

Terjadinya pengambilan simple beberapa politisi dan pensiunan jenderal di RSPAD Rabu lalu mengesankan ada semacam pemberontakan diam-diam untuk tidak menerima vaksin lain selain vaksin nusantara.

Apalagi ada pernyataan dari peneliti utama vaksin Nusantara Kolonel TNMI-AD Johny, seorang militer aktif di TNI-AD.

Kolonel Johnny memastikan uji klinis vaksin nusantara sudah memenuhi standar, kaidah penelitian, serta etik secara internasional. "Kita dalam pembuatan vaksin ini diaudit oleh suatu pihak ketiga untuk melihat GMP (good manufacturing product) atau good manufacturing practice, jadi diawasi sesuai standar atau tidak," kata Jonny di Gedung Cellcure Center RSPAD Gatot Subroto, Jakarta, Rabu (14/4/2021).

Pernyataan dari prajurit TNI-AD aktif ini bisa sebuah sinyal bahwa Letjen (Purn) Terawan, ingin mendorong Anda segera memutuskan vaksin mandiri produk dalam negeri. Hal ini untuk tidak tergantung vaksin impor.

Pernyataan yang berbeda dari kepala BPOM soal vaksin nusantara dalam hitungan bulan ini mengingatkan saya pada filosofi kehidupan seekor lalat.

Lalat, jenis serangga dari ordo diptera. Hewan yang bisa terbang 8 km per jam ini konon bisa hidup dalam kurun waktu 30-60 hari.

Ia dikenal hewan yang sering menyusahkan manusia. Misal jika terkurung di ruangan, suaranya bikin bising.

Apalagi lalat dikenal hewan yang tak suka kebersihan. Senang hidup di tong sampah. Itu artinya ia suka berada di tempat yang kotor-kotor.

Tak keliru, banyak orang menggunakan lalat  untuk perumpamaan orang yang juga suka menebar kotoran.

Sering lalat dipakai sebagai tamsil buat orang yang gemar mencari kesalahan orang lain. “Seburuk-buruk manusia adalah yang sibuk mengurusi kesalahan orang lain, ibarat seekor lalat yang hanya mencari-cari tempat yang kotor,” sebuah quote ‘kutipan’ yang pernah saya baca.

Satu lagi, “Orang yang suka mencari kesalahan orang lain, ibarat lalat yang suka terbang untuk mencari nanah dan luka yang busuk.”

Pendeknya, orang yang suka mencari-cari kesalahan orang lain memiliki tujuan untuk membongkar noda seseorang dan mempermalukannya. Dalam bahasa arab  disebut tajassus dan bahasa Indonesianya dinamai ‘gibah’.

Bagi umat Islam,melarang umatnya menjadi gibah, karena haram hukumnya.

Larangan ini dalam Alquran di ayat ke-12 surah Al-Hujarat, ditulis, “Janganlah kamu mencari-cari keburukan orang lain.”

Baca Juga: Menkes Tertawa, Jokowi Pilih Ketua Indonesia, Bukan Ketum Golkar

Dan dalam hadis, diantaranya diriwayatkan Bukhari dan Muslim, yang artinya, “Janganlah kalian saling mencari berita kejelekan orang lain.”

Maklum, gibah termasuk cabang kemunafikan. Ada yang menyebut gibah  laksana manusia yang memakan daging saudaranya yang sudah mati. Menjijikan.

Oleh karenanya gibah dikenal sebagai sifat tercela. Sifat yang amat dibenci Allah dan Rasul-Nya.

Maklum, salah satu pekerjaan yang paling mudah di dunia memang mencari kesalahan orang lain.

Orang melayu berpantun ‘’Pada orang yang ingin ‘hidup nak senang, makan nak kenyang, tidur nak tenang’. Tapi maunya cuma ongkang-ongkang. Tak mau banting tulang.’’

Orang suka gibah tak akan merasa bersalah atas tindakan kurang menyenangkan yang dilakukannya ke orang lain.

“Orang yang paling bermasalah yakni orang yang suka mencari kesalahan orang lain,” kata sebuah kutipan.

Orang suka gibah adalah orang yang tak suka kebenaran. Senang mencari pembenaran. Namun, walau merasa benar, ia tak akan terlihat benar.

Adakah membuka kejelekan penelitian vaksin nusantara yang diungkap oleh Kepala BPOM ada kaitannya dengan filosofi lalat? walahualam.

Sebagai jurnalis yang peduli masalah sosial, saya mencatat ada anggota Fraksi PDIP di DPR-RI bernama Ribka Tjiptaning Proletariyati yang mengatakan  vaksin corona Sinovac di impor sebelum uji klinis vaksin corona Sinovac rampung. Oleh karena itu, Ribka tak mau di vaksin dengan Sinovac.

Dengan data dan informasi yang ia miliki soal impor Sinovac, Ribka yang seorang dokter malah meminta pemerintahan yang Anda pimpin tidak bermain dengan uji klinis vaksin corona. Apalagi dijadikan lahan berbisnis.

Ribka bahkan berpesan Negara tidak boleh berbisnis dengan rakyatnya. Termasuk menggunakan alasan apapun.  Ia bertekad saat masih menjadi wakil rakyat  akan bersuara paling kencang  mempermasalahkan vaksin Sinovac. Ini dilakukan saat ia masih menjadi anggota Komisi IX (bidang kesehatan dan ketenagakerjaan) sebelum dipindahkan ke Komisi VII bidang energy dan teknologi, Januari 2021.

Bisa jadi Ribka, sebelum ini telah mengendus ada permainan bisnis dalam impor vaksin. Maka itu ia secara terang-terangan juga menyebut jangan sampai masalah vaksin yang dibutuhkan oleh masyarakat Indonesia menjadi ladang bisnis untuk segelintir orang.

Pertanyaan nakalnya, apakah kengototan Kepala BPOM menolak iji klinis vaksin nusantara ini untuk memuluskan bisnis vaksin impor agar menguasai market share di Indonesia? Walahualam.

Saatnya, pada isu reshuffle kabinet, Anda juga memikirkan copot kepala BPOM yang berindikasikan tidak adil memperlakukan  perijinan terhadap vaksin impor dan vaksin produk nasional. ([email protected])

Editor : Moch Ilham

BERITA TERBARU