Kisah Buruh Bongkar Muat, Bertaruh Nyawa Demi Masa Depan Anak

author surabayapagi.com

- Pewarta

Senin, 02 Agu 2021 15:06 WIB

Kisah Buruh Bongkar Muat, Bertaruh Nyawa Demi Masa Depan Anak

i

Imam Safi'i (baju putih) bersama rekannya saat membongkar muatan di Pelabuhan Kalimas. SP/Semmy Mantolas

SURABAYAPAGI, Surabaya - Tatkala fajar pagi masih malu keluar di ufuk timur, Imam Safi'i (70) telah melangkahkan kakinya menuju Pelabuhan Kalimas Surabaya.

Jarak 5 kilo dari rumahnya, ditempuh dengan berjalan kaki. Tak pernah patah arang, ia berjalan dengan tekad menghasilkan uang hari itu juga. Sejak 1974, pria kelahiran 1951 ini telah melakoni pekerjaan sebagai buruh bongkar muat di Pelabuhan Kalimas Surabaya.

Baca Juga: Imigrasi I Surabaya Berhasil Terbitkan Hampir 10 Ribu Paspor

Tiap pukul 04:00 WIB pagi, ia sudah nangkring di pelabuhan, menunggu kapal yang membawa barang untuk siap dibongkar. Semua ini dilakukannya demi masa depan 6 buah hatinya.

"Kita kerja untuk siapa sih, kalau bukan untuk masa depan anak," kata Imam Safi'i saat dijumpai di Pelabuhan Kalimas, Senin (02/08/2021).

Ketika kapal sandar di dermaga, sejurus kemudian ia sudah di atas dan perlahan membongkar muatan. Segala jenis barang yang dibawa kapal dibongkarnya dengan lincah. Hari ini, ia bertugas membongkar muatan berisikan kapur plamir yang dikirim dari Sumatera. Seminggu sekali pasti ia kebagian membongkar muatan berisikan kapur plamir.

Sebagai seorang buruh bongkar muat, ia mendapatkan bayaran dari jumlah muatan yang dibongkar. Per 1 ton muatan yang dibongkar dihargai Rp 10 ribu. Biasanya 1 kapal mengangkut kurang lebih 30 ton, atau sekitar Rp 300 ribu.

Ironisnya, sejumlah uang tersebut bukan miliknya semata. Karena untuk membongkar 1 kapal bermuatan 30 ton, setidaknya ada sekitar 10-12 buruh bongkar muat. Sehingga ia harus membaginya dengan 10 rekan lainnya.

"Ya alhamdulillah cukup, biasanya 30 ribu kadang ya kurang, karena ada jasa kepala gudang," aku Imam.

Sekitar 47 sudah ia melakoni kegiatan ini. Suhu pelabuhan yang panas, sengatan terik matahari dan debu plamir yang sering dibongkarnya sudah menjadi santapan hariannya. Keluhan kesehatan baik pernapasan ataupun kecelakaan kerja sudah tak asing baginya. 

Baca Juga: Pemkot Surabaya Usulkan SERR ke Pusat

Bahkan sempat ia beristirahat hampir sebulan akibat kecelakaan kerja. Itu terjadi ketika ia tertimpa kayu saat memindahkan muatan kayu dari kapal menuju gedung penyimpanan.

"Ya sudah resiko. Sudah biasa, sembuh ya kerja lagi," katanya melepas tawa.

Walau hanya seorang buruh bongkar muat, Imam sangat peduli dengan pendidikan ke-6 anak. Anaknya yang pertama saat ini bekerja di PT PAL Surabaya. Sementara anak yang ke-2 dan ke-3 sedang menempuh kuliah di salah satu universitas swasta Surabaya. Untuk anak ke-4 berada di jenjang pendidikan SMA. Dan sisanya saat ini tengah duduk dibangku SMP.

Prinsip yang dipegang imam adalah pendidikan anak yang utama. Tak peduli bahaya di depan menanti, ia akan menerjang demi masa depan anaknya.

Baca Juga: Tingkatkan Kepuasan Masyarakat, Satpas SIM Colombo Gaungkan Pelayanan Prima dan Transparansi

"Saya selalu bilang ke mereka, harus sekolah. Jangan jadi seperti bapak," ucapnya. 

Pandemi covid-19 mungkin menjadi kabar buruk bagi Imam. Bila sehari ia mampu membongkar muatan hingga 5 kapal yang berisikan 30 ton, kini berkurang drastis. Bahkan 1 kapal baru akan dibongkarnya setelah menunggu 3 hari.

Oleh karenanya ia berharap, agar pemerintah memiliki strategi yang tepat dalam menekan virus covid-19 di Indonesia. 

"Ya corona ini buat kita benar-benar sulit. Sepi, kapal jarang kesini. Jadi harapannya semoga cepat berakhir dan pelabuhan kembali ramai," katanya berharap.sem

Editor : Mariana Setiawati

BERITA TERBARU