Kedelai Impor Lebih Pas untuk Tempe, Ini Alasanya!

author surabayapagi.com

- Pewarta

Minggu, 03 Jan 2021 21:53 WIB

Kedelai Impor Lebih Pas untuk Tempe, Ini Alasanya!

i

Devon Sumargiono menunjukkan tempe hasil produksinya.

SURABAYAPAGI, Surabaya - Salah satu pengusaha tempe asal Surabaya,  Devon Sumargiono yang sudah memproduksi tempe dari tahun 1979, juga mengeluhkan kenaikan harga kedelai import yang menyusahkan para pengusaha tempe se indonesia. Menurutnya ia memilih kedelai import karena ukurannya yang besar dibandingkan dengan kedelai lokal yang ukurannya relatif kecil. Kedelai lokal hanya bisa dibuat kecap dan tidak bisa untuk memproduksi tempe.

Guna mensiasati produksi tempe seiring dengan naiknya harga kedelai di pasaran, ia tetap memproduksi tempe namun dengan mengurangi ukuran tempe produksinya agar tidak merugi. Tempe yang awalnya hanya seharga Rp 7.800 per kilogramnya dan selama ini paling mahal Rp 8.500, kini naik drastis menjadi Rp 9.200. Hal ini sungguh menyulitkan para pengusaha tempe.

Baca Juga: Badan Pangan Pastikan Harga Tahu Tempe Kembali Turun Bulan Depan

Setelah selama 3 hari tidak memproduksi tempe karena ikut berpartisipasi untuk menghormati para pengusaha dan pedagang yang demo menolak kenaikan tempe beberapa hari lalu. Aksi mogok nasional ini diinisiasi oleh Pusat Koperasi Produsen Tempe Tahu Indonesia (Puskopti) DKI Jakarta.

"Saya tidak produksi tempe sudah hampir 3 hari karena sempat ada larangan dari pusat. Hal ini untuk aksi protes kenaikan harga kedelai yang meresahkan pengusaha tempe seperti saya ini," keluh Devon

Katanya selama beberapa hari tempe sempat tidak ada di beberapa pasar setempat, dikarenakan para pengusaha yang biasa menyuplai tempe melakukan aksi mogok produksi sebagai aksi protes kenaikan harga kedelai.

Bahkan menurut Sri Winarti, warga banyu urip lor, pihaknya sempat mendapati tempe yang biasanya seharga Rp 2.000 naik menjadi Rp 4.000 itupun tidak banyak stoknya dipasar.

Baca Juga: Mendag Zulhas Beberkan Alasan Mahalnya Harga Kedelai

"Di pasar biasanya harga tempe yang Rp 2.000 sekarang naik jadi Rp 4.000 karena kedelai mahal, itupun nggak semua penjual tempe yang biasa jual itu jualan," jelas Win menanggapi langkanya tempe beberapa hari ini.

Sebelum pandemi, Devon mengaku sehari-hari memproduksi 50 kg kedelai , namun pasca pandemi menurunkan produksi antara 25-30 kg per hari. Hal ini dikarenakan adanya pembatasan jam buka rumah makan karena sebagian besar pelanggannya adalah pengusaha rumah makan.

"Karena jam rumah makan juga tutupnya tidak sampai dengan malam, jadi produksi saya turunkan," tuturnya

Baca Juga: Zulhas Tugaskan Bulog Impor 350.000 Ton Kedelai

Pasca pandemi kemarin Devon mengaku belum menerima sama sekali bantuan dana dari pemerintah. Diharapkan pihaknya agar bisa segera mendapatkan bantuan UMKM dari pemerintah agar bisa terus produksi dan mengembangkan usahanya.

"Saya belum dapat bantuan apapun dari pemerintah, bansos maupun UMKM belum dapat. Kemarin disarankan teman kalau tidak dapat bantuan bansos kemungkinan bisa dapat bantuan yang untuk UMKM. Saya sudah mengajukan bulan November kemarin, tapi belum ada informasi lagi mengenai pengajuan saya," pungkasnya. ria

Editor : Redaksi

BERITA TERBARU