Home / Opini : ANALISA BERITA

Jokowi, Saatnya Kibarkan Bendera Putih

author surabayapagi.com

- Pewarta

Kamis, 08 Jul 2021 20:59 WIB

Jokowi, Saatnya Kibarkan Bendera Putih

i

Fadli Zon Anggota Komisi I DPR

SURABAYAPAGI.COM, Jakarta - Saya nyatakan pemerintah harus bersikap realistis menghadapi gelombang baru Covid-19. Infrastruktur kesehatan, logistik, serta jumlah tenaga kesehatan terbukti sudah berada di ambang batas, sehingga tak akan sanggup lagi menghadapi situasi yang terus memburuk.

Jadi, suka atau tidak suka, kita harus segera meminta bantuan dunia internasional, terutama negara-negara yang terbukti sudah berhasil mengatasi pandemi. Ini merupakan persoalan kemanusiaan.

Baca Juga: Ditanya Soal Hasil Pilpres, Menkes Ketawain Jokowi

Ada beberapa alasan kenapa Indonesia membutuhkan langkah luar biasa mengatasi gelombang baru Covid-19 ini.

Pertama, dalam dua pekan terakhir, sudah terjadi berkali-kali rekor kasus baru Covid-19 di Indonesia. Ini sangat mengkhawatirkan. Rabu, 7 Juli lalu, rekor jumlah kasus positif Covid-19 telah menyentuh angka 34.379. Hanya tinggal soal waktu, rekor itu akan segera menembus angka 40 ribuan, lalu 50 ribuan, jika tak segera mengambil langkah luar biasa.

Kedua, kebijakan yang sudah diambil Pemerintah belum memadai untuk memutus kedaruratan. Meskipun berjudul PPKM (Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat) Darurat, diterapkan di wilayah Jawa-Bali, namun kebijakan ini tak bisa dianggap luar biasa.

Dalam praktiknya di lapangan, kebijakan ini belum bisa membatasi kegiatan masyarakat. Sebagian masyarakat merasa perlu mencari nafkah harian untuk kebutuhan hidup sehati-hari karena pemerintah tidak memberi kompensasi atas pembatasan ini.

Apalagi, di sisi lain, hingga hari ini Pemerintah masih saja membuka pintu bandara dan pelabuhan. TKA asing dari China masih bisa melenggang masuk. Keadaan ini membuat sebagian masyarakat merasa didiskriminasi.

Ketiga, kemampuan infrastruktur kesehatan Indonesia sudah di ambang batas. Menurut data Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI), saat ini okupansi tempat tidur di berbagai rumah sakit di Jakarta, Banten, Yogyakarta, Jawa Barat dan Jawa Tengah sudah mencapai 100 persen.

PERSI menyampaikan bahwa jumlah kasus aktif telah meningkat di 28 provinsi. Tabung oksigen dan oksigennya sendiri menjadi langka dan tak memenuhi kebutuhan mereka yang membutuhkan. Terjadi “panic buying” untuk sejumlah obat, vitamin bahkan susu.

Wabah saat ini memang masih berpusat di Jawa, namun lonjakan kenaikan kasus, lonjakan okupansi ruangan di rumah sakit, juga terjadi di luar Jawa, seperti Kalimantan Barat, Lampung dan Kepulauan Riau. Jika kasus ini terus meningkat, krisis bukan hanya akan terjadi di rumah sakit-rumah sakit di Jawa, tapi juga di berbagai provinsi lain di luar Jawa.

Baca Juga: Menkes Tertawa, Jokowi Pilih Ketua Indonesia, Bukan Ketum Golkar

Menurut saya, data Lapor Covid-19, pekan lalu tercatat ada 265 kematian di luar rumah sakit. Ini terjadi pada saat orang-orang mengisolasi diri di rumah atau mengantri untuk mendapatkan tempat tidur darurat. Data ini bisa memberikan gambaran bagaimana infrastruktur kesehatan ini sudah tak lagi bisa melayani pasien-pasien baru yang terus bermunculan. Banyak mereka yang terpapar tak bisa ke rumah sakit karena penuh dan terpaksa isolasi mandiri tanpa pengawasan dokter atau tenaga medis.

Keempat, krisis tenaga kesehatan. Sejak awal pandemi, jumlah dokter yang meninggal akibat Covid-19 di Indonesia telah melebihi angka 400 orang. Kalau digabungkan dengan tenaga kesehatan lain, seperti perawat, misalnya, jumlah kematian tenaga kesehatan sudah menembus angka seribu orang. Para dokter dan tenaga kesehatan lainnya adalah pejuang dengan perlengkapan terbatas.

Bahkan nenurut Ikatan Dokter Indonesia (IDI), tingkat kematian tenaga kesehatan di Indonesia berada di urutan ketiga tertinggi di dunia, bahkan menjadi yang tertinggi di Asia.

Jadi jika krisis ini terus memburuk, kita mungkin masih bisa membuka rumah sakit darurat, namun tenaga kesehatan tidak bisa disediakan secara instan.

Kelima, krisis ketersediaan vaksin. Hingga kini, jumlah penduduk Indonesia yang telah menerima vaksin sekitar kurang dari 5 persen. Meski pada 30 Juni lalu Pemerintah mengumumkan telah menerima 118,7 juta dosis vaksin Sinovac dan AstraZeneca, namun jumlah ini jauh dari cukup untuk memvaksinasi 181,5 juta orang, atau 70 persen dari populasi.

Baca Juga: Prabowo, Cek Istana Presiden di IKN yang Akan Dihuni Jokowi, Juli 2024

Sebagai perbandingan, Kanada memiliki 338 juta dosis vaksin, atau 5 kali dari jumlah populasi mereka. Inggris, memiliki jumlah vaksin 3,6 kali jumlah populasi, dan Amerika Serikat memiliki dosis vaksin 2 kali lipat jumlah populasinya.

Jadi dengan tingkat ketersediaan vaksin yang rendah, serta laju vaksinasi yang juga lambat, tanpa langkah luar biasa, kita tidak akan bisa menghadapi tsunami Covid-19.

Apalagi, angka-angka yang sejauh ini diumumkan Pemerintah diyakini tidak mewakili kondisi lapangan sebenarnya. Ada banyak kasus tidak dilaporkan dan tidak bisa ditangani oleh Pemerintah.

Dengan alasan-alasan tadi, Pemerintah harus segera mengambil langkah luar biasa dan meminta bantuan dunia internasional. Kibarkan bendera putih dan buka tangan lebar menerima bantuan dari negara-negara sahabat apalagi yang sudah berhasil mengatasi pandemi. Kita sangat membutuhkan intervensi global untuk meredam jumlah korban lebih banyak.

Beberapa langkah lain yang harus segera dilakukan misalnya, segera tutup gerbang lalu lintas internasional sementara apalagi untuk TKA yang tidak esensial. Batasi mobilitas dan penerbangan domestik hanya untuk keperluan logistik dan kesehatan. (Fadli Zon dalam keterangannya, Kamis 8 Juli 2021)

Editor : Moch Ilham

BERITA TERBARU