Bayar Sumbangan Rp 150 Ribu per Bulan, Wali Murid SMAN 11 Surabaya Resah

author surabayapagi.com

- Pewarta

Senin, 29 Nov 2021 20:30 WIB

Bayar Sumbangan Rp 150 Ribu per Bulan, Wali Murid SMAN 11 Surabaya Resah

i

SMA Negeri 11 Surabaya.

SURABAYAPAGI.COM, Surabaya - Wali murid siswa-siswi SMA Negeri 11 Surabaya resah. Pasalnya, anak mereka diwajibkan membayar uang komite sekolah sebesar Rp 150 ribu per bulan. Parahnya, jika tak membayar atau tunggakan, anak mereka terancam tak boleh ikut ujian akhir semester.

Menurut salah satu orang tua walimurid, sebut saja JD, pihaknya keberatan dengan kewajiban ini. Dan banyak wali murid lain yang juga keberatan. Apalagi dalam situasi ekonomi serba susah karena pandemi covid 19 ini.

Baca Juga: Imigrasi I Surabaya Berhasil Terbitkan Hampir 10 Ribu Paspor

 "Tapi kami nggak bisa berbuat banyak. Kalau kami menolak, takutnya anak kita yang kena dampaknya di sekolah. Apalagi yang terbaru, ada kewajiban membayar jika ingin diizinkan ikut ujian akhir semester. Mau tak mau ya kita bayar uang itu,"tukas pria yang kini usahanya sedang sepi karena Covid 19.

"Jadi kalau tak bayar uang komite itu, anak kami tidak dikasih password untuk login akses ujian semester. Kalau sudah begini, apa kita punya pilihan,"keluhnya lagi.

Ia mengakui jika sejak awal, pihak sekolah sudah memberi pengumuman soal uang komite ini. Hanya saja, saat diumumkan, dikatakan pihak sekolah jika uang komite itu berupa sumbangan, tanpa paksaan.

"Tapi kenyataannya sekarang kok sangat memaksa. Kami keberatan, cuma banyak yang takut bersuara, cuma hanya bisa menggerutu kecewa,"tegasnya.

Keluhan serupa juga diungkapkan, sebut saja DI,  seorang ibu rumah tangga yang anaknya sekolah di SMA 11, Surabaya. "Anak saya takut tak bisa ikut ujian kalau nggak bayar uang komite Rp 150 ribu per bulan. Jadi terpaksa saya bayar, meski saya sedang pas-pasan. Dan bener, setelah dibayar, anak saya dikasih pasword untuk login akses ujian,"terang ibu 3 anak ini.

Ia lalu mempertanyakan, penggunaan uang itu, mengingat selama pandemim, hampir 2 tahun, kegiatan belajar mengajar, dilakuan secara daring, di rumah masing-masing siswa.

"Situasi kayak gini, kok ya masih ada, tarikan-tarikan seperti ini, toh ya sudah dua tahun sekolah dilakukan di rumah, terus buat apa pakai sumbang-sumbangan ini,"ucapnya lagi.

 

Bantah Mematok Angka

Saat dikonfirmasi soal ini, Kepala Sekolah SMA 11 Surabaya Drs. R. Achmad Djunaidi, M.Pd tak membantahnya.

Saat ditemui, Djunaidi menyampaikan, di tahun 2020 sumbangan sukarela diberlakukan bagi siswa SMA khususnya kelas 2 dan kelas 3. Sementara untuk kelas 1, baru mulai diterapkan pada Juli 2021 lalu.

Karena sifatnya sumbangan sukarela, kata Djunaidi, maka pihaknya tidak menentukan berapa nominal yang pasti sumbangan tersebut.

Ia pun membantah, adanya penetapan kewajiban membayar anggaran sukarela sebesar Rp150 ribu. Sebagaimana informasi  yang berseliweran di masyarakat.

"Sumbangan itu, sumbangan sukarela gak ada dipatok 150 ribu. Itu laporan hoaks. Namanya sumbangan bebas. Mulai dari boleh bayar atau tidak," kata Djunaidi saat ditemui di SMA 11 Surabaya, Rabu (24/11/2021).

Ia menambahkan, adanya sumbangan sukarela ini adalah dampak dari pemotongan bantuan Biaya Penunjang Operasional Penyelenggaraan Pendidikan (BPOP) dari Pemerintah Provinsi Jawa Timur (Pemprov Jatim) sebesar 50%. Dan menurut Djunaidi, sejumlah sekolah yang lain menerapkan hal yang sama.

Perlu diketahui, bantuan BPOP Pemprov Jatim diperuntukan untuk pembiayaan personalia dan non personalia. Merujuk pada Peraturan Pemerintah (PP) nomor 48 tahun 2008 tentang pendaan pendidikan, setidaknya ada 11 kategori biaya personalia satuan pendidikan baik formal maupun non formal.

Ke-11 kategori ini termaktub dalam pasal 11 ayat (1) huruf a PP 48/2008. Beberapa diantaranya adalah gaji pokok PNS, tunjangan struktural bagi pejabat struktural pada satuan pendidikan bagi  pegawai negeri sipil pusat, tunjangan fungsional bagi pejabat fungsional pegawai negeri sipil pusat di luar guru dan dosen, tunjangan fungsional bagi guru dan dosen pegawai negeri sipil pusat, tunjangan profesi bagi guru dan dosen pegawai negeri sipil pusat, tunjangan profesi bagi guru pegawai negeri sipil daerah serta maslahat tambahan bagi guru dan dosen.

Menurut Djunaedi, sumbangan sukarela tersebut diperuntukan untuk meng-cover biaya personalia, akibat adanya pemotongan 50% BPOP. Salah satunya diperuntukan untuk tunjangan penghasilan pegawai (TPP) dan berikutnya adalah tunjangan kinerja (tukin).

"Ada perbedaan pendapatan. Yang kami gunakan itu peraturan tahun 2016, ada Tukin. Saya tambahkan cuma 300 ribu untuk penyesuaian. Sementara kalau kita ikut ke pemkot itu Rp 4,6 juta sementara guru kami masih Rp 3,2 juta. Kan kasihan juga guru saya," katanya seraya menambahkan jika TPP berkaitan dengan proses mengajar.

Ketika jenjang pendidikan SMA/SMK masih di bawah naungan pemerintah kota dalam hal ini Pemkot Surabaya, BPOP yang diberikan per siswa adalah sebesar Rp 150 ribu. Namun sejak jenjang pendidikan SMA/SMK dilimpahkan ke provinsi anggaran tersebut mengalami defisit menjadi Rp135 ribu.

Sebagai informasi, sejak keluarnya Undang-Undang (UU) nomor 23 tahun 2014 tentang pemerintah daerah, secara administrasi, jenjang pendidikan SMA/SMK masuk dalam ranah pemerintah provinsi.

Jumlah siswa di SMA 11 Surabaya sendiri sebanyak 1.040 orang. Bila dikonversikan dalam satuan nilai BPOP Rp135 ribu maka jumlah BPOP yang seharusnya diterima sebesar Rp 140.400.000,-. Namun akibat pemotongan 50% maka sekolah hanya menerima setengah dari jumlah tersebut.

Baca Juga: Pemkot Surabaya Usulkan SERR ke Pusat

Ditambah lagi, ada tambahan tukin sebesar Rp300 ribu yang diberikan oleh sekolah kepada GTT/PTT. Jumlah GTT/PTT di sekolah ini sebanyak 35 orang. Bila dikonversikan maka setiap bulannya, sekolah harus mengeluarkan biaya sebesar Rp 10,5 juta khusus untuk tambahan tukin.

"Di awal BPOP waktu dari pemkot 150 ribu, begitu masuk provinsi BPOP 135 kita sudah devisit 15 ribu. Itu kita tidak permasalahkan. Tapi sekarang BPOP dipotong 50%. Kalau devisit hanya 10 juta atau 20 juta okelah. Tapi ini ratusan juta. Siapa yang mau tambah, uang kepala sekolah? kan gak juga" katanya

"Sehingga saya bergerak, berkoordinasi dengan pihak komite. Karena tugas saya hanya menjamin pembelajaran di sekolah. Ketika ada masalah kita koordinasi dengan komite. Dan komite berembuk akhirnya keputusan itu yang diambil," tambahnya.

Karena sumbangan tersebut merupakan keputusan bersama komite, maka pihaknya berupaya melakukan pembukaan secara transparan dan sistematis.

Setiap wali siswa yang memberikan sumbangan sukarela, wajib menuliskan surat pernyataan yang menerangkan bahwa wali siswa hanya memberikan sumbangan dengan nominal yang mereka serahkan ke pihak sekolah.

Sebagai contoh, bila wali siswa hanya memberikan sejumlah Rp 50 ribu maka dalam surat pernyataan tersebut dituliskan Rp50 ribu. Soal redaksional kalimat, ditulis sendiri oleh wali siswa atau tidak ada format khusus yang diberikan sekolah.

"Ada yang 10 ribu, ada yang 20 ribu dan seterusnya. Jadi sukarela tapi bukan berarti lepas tanggung jawab," katanya seraya menyodorkan surat pernyataan wali siswa kepada Surabaya Pagi yang terkumpul sejak 2020 lalu.

Tujuan diadakannya surat pernyataan tersebut adalah sebagi bukti otentik dari sekolah dalam menghitung besaran anggaran yang diberikan oleh wali siswa. Dari akumulasi anggaran sumbangan tersebut, kemudian dialokasikan untuk pembiayaan personalia pihak sekolah.

"Jadi kita tahu anggaran yang masuk berapa, jadi pengelolaan dan pertanggungjawabannya itu mudah," ucapnya.

 

 SMA 16

Selain di SMA 11, sumbangan serupa juga dilakukan di SMA 16 Surabaya. Wakil Kepala Sekolah Bidang Kurikulum Tjahjo Baskoro Wifi, S.Pd. MSi mengaku, dengan adanya pemotongan 50% BPOPP, pihanya berupaya menyesuaikan kegiatan dengan anggaran yang tersedia.

Baca Juga: Tingkatkan Kepuasan Masyarakat, Satpas SIM Colombo Gaungkan Pelayanan Prima dan Transparansi

Meski begitu, memang ada beberapa pos anggaran BPOPP yang tidak cukup. Oleh karenanya, pihak SMA 16 berkoordinasi dengan pihak komite untuk melakukan pengadaan anggaran berbasis partisipasi masyarakat.

"Karena memang dari aturan, sumber anggaran ada 3. Dari pusat berupa BOS, dari pemerintah provinsi untuk SMA itu disebut BPOPP dan dari partisipasi masyarakat. Nah kami di sini juga menggandeng komite dalam bentuk RKAS (Rencana Kegiatan dan Anggaran Sekolah_red)," kata Tjahyo kepada Surabaya Pagi.

Sesuai dengan Permendikbud nomor 27 tahun 2016 kata dia, komite memiliki kewenangan dalam hal menggalang dana partisipasi masyarakat. Hal ini termaktub dalam pasal 3 ayat (1) huruf b Pemendikbud 27.

"Jadi sama, di sini juga ada penggalangan dana yang dilakukan oleh komite," katanya.

Karena anggaran partisipasi masyarakat dikelola oleh komite, maka setiap kali sekolah membutuhkan anggaran, akan berkoordinasi dengan komite untuk selanjutnya diberikan anggaran tersebut.

Meski begitu, anggaran yang terkumpul ini adakalanya kurang. Karena sifat sumbangan sukarela, maka besaran anggaran yang diberikan oleh wali siswa pun berbeda-beda. Hal inilah yang adakalanya memperhambat operasional sekolah.

"Karena dikelola komite, jadi setiap kali sekolah butuh anggaran kita ajukan ke komite. Tapi ya kadang-kadang anggarannya tidak sesuai, karena kan ini sukarela ada yang kasih ada yang tidak," katanya.

Sementara itu, Humas SMA 16 Ridwan mengeluhkan dengan adanya besaran BPOPP yang diberikan sebelum dan sesudah berada di bawah naungan Pemprov Jatim.

"Malah dikurangi anggarannya. Sebelumnya sama pemkot itu 150 ribu. Sekarang dengan provinsi per anak hanya 135 ribu," keluhnya.

Ditambahlagi potongan 50% anggaran BPOPP tersebut kata Ridwan, juga menyusahkan para GTT dan PTT di SMA 16. Total GTT/PTT di SMA 16 sendiri sebanyak 45 orang dengan rincian GTT 24 dan PTT 21.

"Ya kasihan juga mas. Harapannya pemerintah bisa memperhatikan nasib mereka (GTT/PTT). Karena mereka ini juga garda terdepan dalam mencerdaskan calon-calon pemimpin masa depan," pungkasnya.tim

Editor : Moch Ilham

BERITA TERBARU