Bangun 2 Jembatan Rp 210 M, Adakah Cara Risma Hamburkan APBD

author surabayapagi.com

- Pewarta

Minggu, 15 Nov 2020 21:49 WIB

Bangun 2 Jembatan Rp 210 M, Adakah Cara Risma Hamburkan APBD

i

Sorotan Wartawan Muda, Raditya Mohammar Khadaffi

Sorotan “Kebaikan” Risma yang Diusung Paslon Eri-Armuji (12)

 

Baca Juga: Pemkot Surabaya Segera Cairkan Gaji ke-13 Non ASN

 

SURABAYAPAGI.COM, Surabaya - Jurnalis koran lokal itu mesti punya wawasan lebih luas tentang kotanya dibanding aspek-aspek lain. Salah satunya belajar tentang besaran APBD dan penysunan serta penggunaannya.

Satu yang masih saya catat serius bahwa bahwa APBD disusun antara lain untuk mengatur penerimaan dan pengeluaran daerah.

Sekaligus membantu meningkatkan efisiensi dan kerataan penyediaan barang dan jasa publik. Termasuk meningkatkan kejelasan dan pertanggungjawaban pemerintah daerah kepada DPRD dan masyarakat. Disamping memunculkan prioritas belanja pemerintah daerah.

Nah, belajar tentang fungsi APBD saya terperangah atas penggunaan dana untuk membangun Jembatan Suroboyo senilai Rp 208 miliar dan Jembatan Bambu Mangrove Rp 1,2 miliar.

Terkait penggunaan dana untuk dua  jembatan ini, saya mencoba mencari latarbelakang pendidikan dan pengalaman kerja Dr (HC) Ir. Tri Rismaharini. Ternyata Risma pernah di Balitbang dan Dinas Kebersihan dan Pertamanan kota Surabaya.

Timbul pertanyaan ada apa dan motif apa seorang wali kota sekelas Risma bisa sampai membuat dua jembatan terbengkalai?

Apakah wali kota perempuan ini diakali anak buahnya?, tidak mengerti infrastruktur jembatan, atau gak mau memikirkan fungsi APBD untuk mengatur penerimaan daerah dari retribusi?

Tesis diakali anak buahnya, informasi yang saya telusuri dari staf di Pemkot Surabaya, besar kemungkinan kecil, karena Risma memiliki gaya kepemimpinan one man women.

Tidak mengerti infrastruktur jembatan, juga impossible. Mengingat, ia lulusan sarjana di jurusan Arsitektur ITS, pada tahun 1987.

Apalagi dari beberapa pejabat di Pemkot Surabaya mengatakan wali kota Risma, punya konsultan ekonomi. Mereka menganggap tidak mungkin Risma tak paham perencanaan pembangunan proyek yang mesti ada DEDnya?

Lalu, mengapa selama memimpin kota Surabaya, bisa membangun dua jembatan yang tak bermanfaat atau tidak bisa dimanfaatkan oleh warga kota? Nah ini pertanyaan besarnya?

 

***

 

Menurut Permendagri Nomor 21 Tahun 2011, APBD (Anggaran Pendapatan Belanja Daerah) merupakan rencana keuangan tahunan pemerintahan daerah yang dibahas dan disetujui oleh pemerintah daerah dan DPRD. Dan penggunaannya  ditetapkan dengan peraturan daerah dan dijalankan berdasar pada tujuan bernegara dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara ( APBN).

Permendagri mengisyaratkan APBD merupakan salah satu instrumen kebijakan yang digunakan sebagai alat untuk meningkatkan pelayanan umum dan kesejahteraan masyarakat di daerah.

Selain itu, Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah ( APBD) juga sebagai bagian dari rencana keuangan tahunan dan menjadi instrument kebijakan yang utama bagi pemerintah daerah.

Baca Juga: Pemilu Ulang tanpa Gibran, Ulangan Kekecewaan Kita

Dan anggaran daerah inilah yang digunakan sebagai alat untuk menentukan besar pendapatan dan pengeluaran.

Nah, saya sudah hubungi beberapa pejabat di Pemkot Surabaya. Umumnya beberapa pejabat itu antusias memberi masukan. Ini menunjukan ternyata Risma, tidak disukai anak buahnya.

Mereke mengungkapkan sampai 9 November 2020, Dinas Pendapatan Kota Surabaya, masih belum menerima retribusi dari pengeluaran APBD Surabaya untuk pembangunan Jembatan Suroboyo senilai Rp 208 miliar.

Apalagi retribusi jembatan bambu Mangrove. Pertanyaan besarnya, bagaimana dan dengan cara apa wali kota Risma, mencuwil APBD untuk membangun dua jembatan ini? Apakah sejak awal Risma, memang tak merancang pemasukan dari pembangunan dua jembatan ini? Saya pikir temuan saya ini bisa ditindaklanjuti oleh DPRD Surabaya.? Mengingat saat penetapan Perda atas proyek dua jembatan itu, DPRD ikut menyetujui.

Sebagai fungsi pengawasan,DPRD semestinya lebih berfungsi sebagai lembaga pengontrol terhadap kekuasaan pemerintah daerah daripada sebagai lembaga legislatif dalam arti yang sebenarnya. 

Dengan fungsi-fungsi DPRD, termasuk fungsi legislasi dan fungsi anggaran, aaatnya sebelum wali kota Risma, lengser dimintai pertanggungjawaban atas ‘’mangkraknya’’ pembangunan dua jembatan yang dinilai warga kota mercusuar.

Seperti tugas jurnalis, untuk validitas dan kredibilitas pengawasannya, DPRD Surabaya bisa menghimpun dukungan informasi dan keahlian dari sejumlah pakar konstruksi, keuangan, hukum dan otonomi daerah.

Apalagi posisi walikota dan DPRD berada di kota besar seperti Surabaya, informasi dan kepakaran banyak tersedia di kampus-kampus yang  yang dapat dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya untuk kepentingan rakyat banyak.

 Saya pernah mengikuti ceramah Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta Eko Suwardi, tahun 2018 di UGM.

Eko Suwardi mengharapkan kaum muda intelektual saatnya memiliki bekal yang cukup akan pemahaman APBN dan APBD, terkait dengan pengelolaan maupun sumber anggarannya.

Baca Juga: Pemkot Surabaya Sediakan Pelayanan Kesehatan di Pustu-Posyandu

Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis UGM berharap mahasiswanya bisa cerdas APBN-APBD. Mengingat dengan cerdas APBN-APBD, bisa mengawasi bersama DPR-DPRD tentang penggunaan dana rakyat oleh kepala daerah.

Hasil mengikuti ceramah ini, saya tergelitik ingin lebih tahu sepak terjang wali kota Surabaya Risma, bisa menggelontorkan dana rakyat Rp 208 miliar dan Rp 1,2 miliar, tanpa memberi jaminan akan mendapat penerimaan dari dana itu?

Mengapa untuk dua proyek ini wali kota Surabaya Risma tidak menggali dari pengusaha, pinjaman bank daerah dan obligasi daerah. Ini saya tergelitik karena untuk pembangunan underpass di Mayjen Sungkono, Risma, memberdayakan pengusaha real estate di kawasan Surabaya Barat.

Faktanya, underpass untuk panjang 350 meter dengan lebar 17,5 meter, menyerap anggaran  sebesar Rp 71 miliar.

Mengkaji ketentuan perundang-undangan, pemilihan jembatan Suroboyo dekat real estate Pakuwon City, ada pertanyaan  klasik masalah keuangan rakyat dengan inovasi Wali kota Risma, mengajak pengusaha property di Surabaya Timur seperti saat membangun underpass di Surabaya Barat.

Apalagi ternyata dibuktikan dua jembatan ini sampai November 2020 ini memberikan pelayanan kepada masyarakat maupun peningkatan kesejahteraan masyarakat.

Inilah pertanyaan yang menggelitik kekritisan seorang jurnalis muda yang pernah mengikuti ceramah soal APBD di UGM.

Benarkah wali kota Surabaya saat merencang dan membangun dua jembatan itu tidak menerapkan prinsip kehati-hatian. Terutama untuk menghindari timbulnya penyelewengan dan penyimpangan anggaran terkait dugaan penyalahgunaan jabatan oleh penyelenggara negara di kota Surabaya.

Saya sarankan DPRD Surabaya segera menjalankan fungsi pengawasannya sudahkah dari dana Rp 208 miliar dan Rp 1,2 miliar telah terjaminnya dan terwujudnya sebesar-besarnya kemakmuran warga kota atau ada indikasi menghambur-hamburkan uang rakyat.

Ini perlu dilakukan oleh wakil wakil rakyat sekaligus untuk menjawab slogan yang dicanangkan paslon Eri-Armuji, meneruskan kebaikan Risma. ([email protected])

Editor : Moch Ilham

BERITA TERBARU