Ada Apa Nadiem, Silahturahmi Politik ke Mega

author surabayapagi.com

- Pewarta

Rabu, 21 Apr 2021 22:06 WIB

Ada Apa Nadiem, Silahturahmi Politik ke Mega

i

Dr. H. Tatang Istiawan

 

SURABAYAPAGI.COM, Surabaya - Nadiem Makarim, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) yang berangkat dari jalur professional, Selasa (20/4) lalu  mengunggah foto hasil pertemuannya dengan Ketum PDIP Megawati Soekarnoputri.

Baca Juga: Simpang Siurnya Pernyataan Gibran dan Hasto

Ini terjadi di tengah isu reshuffle. Apakah pendiri Gojek ini khawatir dirinya kena gusur dalam pemerintahan Jokowi? Hanya Nadiem yang tahu.

Sejauh ini saya tidak mendapat informasi isi pertemuan itu. Hanya yang diucapkan oleh Nadiem, ia mengaku banyak belajar dari pengalaman Megawati.

Sayang Nadiem tak menjelaskan belajar berpolitik atau tentang Pancasila, dari putri Bung Karno itu.

Maklum, Megawati, selain dikenal sebagai Ketua Umum DPP PDIP, juga menjabat Ketua Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP)

Hal menarik, Nadiem juga melakukan swafoto dengan Presiden kelima RI setelah ngobrol dua jam sama ibu Puan Maharani.

Dalam caption foto unggahannya, Nadiem menulis berdiskusi tentang strategi mempercepat Merdeka Belajar dan Profil Pelajar Pancasila.

***

Kedatangan Nadiem ke rumah Megawati, cukup menggelitik saya. Maklum, Nadiem adalah professional yang selama ini tidak pernah cawe-cawe ikut partai politik manapun.

Tapi Selasa itu ia bertandang ke rumah Megawati. Apakah ini yang disebut silahturahmi politik?

Silahturahmi politik semacam ini bisa basa-basi. Bisa pula wujud seorang anak muda yang duduk di eksekutif membangun relasi politisi dengan ketua Umum Partai Politik sekelas Megawati.

Dari sudut pandang sebagai jurnalis, apa yang dilakukan Nadiem, yang mewakili kelas menengah bisa dianggap bagian dari lobi politiknya. Lobi untuk menambah relasi politik. Bisa juga kedatangan Nadiem bagian dari bakti sosialnya pada tokoh politik senior di Indonesia.

Saya mengamati, selama hampir dua tahun menjadi Mendikbud, pendiri dan CEO Gojek ini tak pernah bersua dengan tokoh tokoh politik. Termasuk Megawati.

Pria  yang lekat dengan perusahaan startup Gojek, ini adalah menteri termuda di kabinet ini. Usai kuliah, ia murni meniti karir sebagai pengusaha. Tak terdengar keterlibatannya dalam partai politik manapun.

Kehidupan sosialnya, setelah sekolah dasar dan menengah pertama di Indonesia, dhabiskan di Singapura. Lepas dari SMA, Nadiem melanjutkan pendidikan ke salah satu universitas Ivy League di Amerika Serikat.

Setelah menyabet gelar BA (Bachelor of Arts), Nadiem melanjutkan S2 ke almamater sang ayah, Harvard University, hingga meraih gelar Master of Business Administration.

Dengan ijazahnya, Nadiem kembali ke Indonesia dan bekerja di perusahaan konsultan bertaraf internasional, McKinsey & Company di Jakarta.

Baca Juga: Megawati Tulis Surat ke MK: Habis Gelap Terbitlah Terang

Praktis, setelah tiga tahun di perusahaan itu, Nadiem pindah ke Zalora Indonesia sebagai Co-founder dan Managing Editor. Di Zalora, Nadiem bekerja selama setahun.

Kemudian Nadiem berpindah perusahaan ke KartuKu dan menjabat sebagai Chief Innovation Officer.

Nadiem kemudian banting stir menjadi "juragan" Gojek. Baru setelah itu ia diajak Jokowi mengisi jabatan Mendikbud di Kabinet Indonesia Maju. Dengan jabatan eksekutif ini, Nadiem diserahi bertanggung jawab membantu meningkatkan sumber daya manusia (SDM).

Hal yang mengusik saya, ada apa Nadiem, mendadak menemui Megawati. Apakah ada perasaan bersalah saat ia mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 57 Tahun 2021 tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP).  atau ia kalut ada isu miring jabatannya akan diganti oleh tokoh Muhammadiyah?

PP ini tidak memuat pendidikan Pancasila sebagai pelajaran wajib bagi mahasiswa pendidikan tinggi. Makanya, sejumlah tokoh politik minta PP ini direvisi.

***

Saya tidak tahu silahturahmi Nadiem ke tokoh politik sekelas Megawati untuk mengubah pandangan buruk dari anak muda bahwa politik selalu buruk dan kotor. Makanya, Nadiem ingin mengklarifikasi bahwa politik itu bukan teman jadi musuh, atau musuh jadi teman.

Sepertinya silahturahmi politiknya ini bagian dari cara ia menghayati dinamika politik di pemerintahan? Nadiem bisa menelusuri bahwa tidak ada yang abadi dalam politik, tetapi mengakui bahwa berpolitik saat ada di pemerintahan adalah penting.

Nadiem bisa merasakan bahwa berorganisasi di eksekutif  termasuk bagian dari politik, Bisa jadi, setelah pertemuan dengan Megawati, yang diakui banyak belajar  dari pengalaman berpolitik Megawati, Nadiem, bisa tergiur untuk terjun ke dunia politik praktis.

Baca Juga: Menantu Jokowi, Nambeng Daftar ke PDIP

Apalagi ia termasuk kelas menengah yang kaya raya. Bagi professional sekelas Nadiem, cost politic yang mahal tak membuatnya enggan bergabung ke dunia politik praktis.

Waktu dua jam berdiskusi dengan Megawati, bisa jadi membuat Nadiem tidak lagi ambigu mengikuti arus demokrasi Indonesia.

Prediksi saya, setelah Nadiem terjegal-jegal urusan aturan sekolah seperti PP No 57 itu, ia yang semula aktor pasif secara politis, akan menjadi aktor  aktif dalam menyuarakan aspirasi dan sekaligus pula representasinya.

Moment silahturahmi politik orang professional ke tokoh politik semacam ini, bila  menengok ke belakang, ini bisa merupakan babak baru rangkaian pertemuan para tokoh bangsa yang langka terjadi. Terutama prfesional muda di eksekutif dengan tokoh politik praktis.

Pertanyaannya, apakah pertemuan ini bagian dari upaya elite politik untuk membangun koalisi bersama.

Dari perspektif demokrasi, silahturahmi semacam ini berpotensi mendorong anak muda, kelas menengah dan professional mau berpikir bahwa belajar berpolitik praktis itu costnya murah. Terutama   menggunakan strategi silahturahmi politik ke tokoh politik senior.

Sebaliknya, dengan makin banyaknya kelas menengah dan professional rela melakukan silahturahmi ke tokoh-tokoh politik bisa memotong praktik oligarki di tubuh partai politik seolah kader pimpinan adalah dari anaknya, anggota keluarganya atau kroni-kroninya.  

Moment Silahturahmi Nadiem ke Megawati saat ada dua masalah ini,yaitu soal munculnya PP 57 dan isu reshuffle bisa juga taktik Nadiem dalam konsep pragmatism bisnis politik. Ada baiknya kita lihat pasca silahturahmi ini? Apakah Nadiem mau berpolitik praktis atau ia makin pragmatis menghadapi politisi-politisi di Senayan. Wait and see. ([email protected])

Editor : Moch Ilham

BERITA TERBARU