Wali Kota Risma, Pelapor Dugaan Korupsi YKP

author surabayapagi.com

- Pewarta

Rabu, 19 Jun 2019 09:15 WIB

Wali Kota Risma, Pelapor Dugaan Korupsi YKP

Budi Mulyono, Rangga Putra, Tim Wartawan Surabaya Pagi Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jatim berencana memeriksa Wali Kota Surabaya, Tri Rismaharini pada Kamis (20/6/2019) esok. Pemeriksaan orang nomor satu di Kota Surabaya ini terkait kapasitas sebagai pelapor dalam dugaan kasus mega korupsi di Yayasan Kas Pembangunan (YKP) Surabaya dan PT YEKAPE. Hal itu diungkapkan oleh Kepala Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jatim Sunarta. Sunarta menyebutkan, bahwa pelapor dugaan kasus korupsi YKP Surabaya dan PT YEKAPE adalah Wali Kota Surabaya, Tri Rismaharini. "Sesuai agenda, Wali Kota (Risma), akan kita mintai keterangan sesuai kapasitasnya sebagai pelapor dalam dugaan kasus ini. Dan harus berani (memberikan keterangan) karena pelapornya dari Pemkot, mau tidak mau harus berani memberikan data (adanya dugaan korupsi), jelas Kajati Jatim Sunarta, kemarin. Terkait rencana pemeriksaan Wali Kota Surabaya sebagai saksi, juga dibenarkan oleh Asisten Pidana Khusus (Aspidsus) Kejati Jatim, Didik Farkhan Alisyahdi. Pihaknya mengatakan, Wali Kota Surabaya diperiksa dalam kapasitasnya sebagai saksi pelapor terkait dugaan kasus korupsi di YKP Surabaya dan PT YEKAPE. Sebab, hingga saat ini penyidik sudah memeriksa 15 hingga 20 saksi. Mereka terdiri dari pejabat di Pemkot Surabaya, Badan Pertanahan Nasional (BPN) dan juga sejumlah petinggi di YKP dan PT YEKAPE. Pemeriksaan terhadap Wali Kota dilakukan pada Kamis (20/6). Statusnya sebatas saksi, kata Didik Farkhan Alisyahdi, Selasa (18/6/2019). Selain Wali Kota, Didik menambahkan, pada Kamis (20/6) juga dilakukan pemanggilan terhadap Ketua DPRD Kota Surabaya, Armuji. Pemeriksaan Armuji terkait statusnya sebagai saksi dalam penyidikan kasus YKP oleh Pidsus Kejati Jatim. Kami jadwalkan kembali pemeriksaan terhadap Ketua DPRD Kota Surabaya pada Kamis (20/6), tegas Didik. Masih kata Didik, hari ini (kemarin) penyidik Pidana Khusus (Pidsus) Kejati Jatim melakukan pemeriksaan terhadap tiga orang Inspektorat. Sayangnya Didik enggan merincikan siapa-siapa saja nama dari ketiga Inspektorat ini. Kemarin memeriksa tiga orang Inspektorat. Salah satunya yang sudah purna (Inspektorat) ini dulunya pernah mengaudit YKP tiap tahunnya. Karena YKP bagian dari Pemkot, ucap Didik. Terpisah, Kabag Humas Pemkot Surabaya, M Fikser mengatakan, sejauh ini pihaknya belum menerima surat panggilan untuk Risma terkait pemeriksaan kasus YKP dan PT YEKAPE. Namun pihaknya memastikan, Wali Kota Surabaya akan sedapat mungkin menghadiri pemanggilan tersebut. "Besok (hari ini, red) bu Risma akan berangkat ke Palu. Mungkin Kamis baru kembali ke Surabaya. Saya tidak tahu tiketnya jam berapa. Coba akan saya komunikasikan ke bagian umum," katanya. Fikser menambahkan, pemanggilan terhadap Risma ini dalam kapasitasnya sebagai saksi pelapor. Artinya, Risma, dalam kapasitasnya sebagai wali kota Surabaya, melapor ke Kejati Jatim atas adanya dugaan tindak pidana korupsi di YKP dan PT YEKAPE. "Kemungkinan, kalau nanti memenuhi pemanggilan untuk pemeriksaan di Kejati Jatim, beliau (Risma) akan didampingi biro hukum," ujarnya Kejati Harus Berani Sita Aset YKP Sementara, dugaan korupsi YKP dan PT YEKAPE yang ditangani Kejati Jatim diapresiasi oleh dua pakar hukum pidana senior, baik Pakar hukum pidana Universitas Bhayangkara (Ubhara) Joko Sumaryanto dan pakar hukum dari Universitas Surabaya (Ubaya) Sudiman Sidabukke. Joko Sumaryanto, pakar hukum Ubhara menyebut kejaksaan bisa menyita aset YKP, bahkan sebelum menyematkan status tersangka. Selain itu, penyitaan aset oleh kejaksaan juga bisa dilakukan tanpa adanya perintah pengadilan. "Penyitaan itu termasuk kewenangan jaksa," cetus Joko kepada Surabaya Pagi, Selasa (18/6/2019). "Jaksa menggunakan azas patut diduga aset-aset tersebut bakal dialihkan, dikaburkan maupun dihilangkan." Dalam Pasal 1 angka 2 UU No. 8/1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), termaktub uraian tindakan penyidik demi menemukan dan mengumpulkan barang bukti, yang dengan bukti-bukti tersebut dapat memperjelas tindak pidana untuk menemukan tersangkanya. Dan dalam tahap penyidikan itu, sambung Joko, penyidik memiliki kewenangan untuk melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan, penyitaan dan pemeriksaan surat-surat. Seperti yang sudah diberitakan sebelumnya, Kejaksaan Tinggi Jatim dalam kasus dugaan korupsi YKP, telah masuk ke tahap penyidikan. Sebelum ini, mereka telah mencekal lima orang pengurus YKP dan memblokir tujuj rekening PT Yekepe. Penyitaan yang Prosedur Hal yang sama juga diutarakan Sudiman Sidabukke. Menurutnya, jaksa memang memiliki kewenangan untuk melakukan penyitaan tanpa harus ada tersangkanya maupun perintah pengadilan terlebih dahulu. Namun, sambung Sudiman, jaksa harus melakukannya dengan sah secara prosedur. Apabila cara penyitaannya tidak sah, maka pemilik aset yang hendak disita bisa mengajukan praperadilan. "Jaksa harus cermat jika hendak melakukan penyitaan aset," papar Sudiman. Posisi Pemkot Lemah Sementara itu, Sudiman menambahkan, posisi Pemkot lemah dalam kasus dugaan korupsi YKP ini. Pasalnya, YKP sebagai yayasan non profit, tidak bisa disebut milik Pemkot. Sejak dibentuk, yayasan berdiri sendiri. "Menurut undang-undang, tidak ada yang namanya pemilik yayasan. Pemilik yayasan ya yayasan itu sendiri," jelas Sudiman. "Jadi, tidak bisa Pemkot menyebut yayasan itu milik mereka." Sementara, PT Yekape Surabaya sebagai badan hukum profit oriented, pemiliknya adalah pemegang saham terbanyak. Dulu, PT Yekape dibentuk dengan modal awal Rp 50 miliar yang 99% dari Wali Kota Poernomo Kasidi ex officio ketua Dewan Pengurus YKP-KMS dan 1% Sartono. PT Yekape ini mula-mula didirikan untuk mengelola tanah Pemkot demi menyediakan rumah bagi para PNS. "Pemilik PT ya yang punya saham terbanyak," urai Sudiman. "Kalau dulu saham terbanyak dari Pemkot, ya milik Pemkot. Tidak tahu lagi kalau sekarang. Yang harus diingat, badan hukum yayasan dan PT itu berbeda." Selain itu, sambung Sudiman, status tanah yang dikelola YKP-KS dengan PT Yekape-nya harus jelas dulu apakah benar tanah negara. Kalau Pemkot tidak mampu membuktikan tanah tersebut adalah tanah negara, maka posisi Pemkot lemah. "Ini yayasan yang mengelola tanah pemkot, atau sebaliknya, pemkot yang mengelola tanah yayasan. Status tanahnya harus jelas dulu." n

Editor : Redaksi

Tag :

BERITA TERBARU