Virtual Reality Bisa Sembuhkan Acrophobia, Percaya?

author surabayapagi.com

- Pewarta

Selasa, 17 Jul 2018 10:27 WIB

Virtual Reality Bisa Sembuhkan Acrophobia, Percaya?

SURABAYAPAGI.com - Teknologi virtual reality (VR) diklaim bisa menjadi terapi bagi penyembuhan phobia. Akademisi dari Universitas Oxford, Inggris, menemukan bahwa tiga dari empat pasien dengan phobia ketinggian serius bisa melewatinya setelah melakukan terapi. Dilansir dari Independent, Selasa, 17 Juli 2018, pelatih VR akan menuntun mereka di gedung 10 lantai dengan atrium terbuka di bagian tengah. Para pasien diminta bersandar di tepi untuk menyelamatkan kucing atau menyemberangi jembatan tali. Ketakutan para pasien yang berjuang mendekati balkon atau lebih memilih menggunakan eskalator selama beberapa waktu bisa dihilangkan dalam beberapa jam saja tanpa ada terapi bersama manusia. Penelitian ini menggunakan 100 partisipan dengan diagnosa ketakutan rata-rata selama 30 tahun. Sekitar 49 orang dipilih secara acak ditaruh pada grup VR. Selama terapi hanya dua orang yang tidak bisa menyelesaikan, karena mengaku terlalu sulit. Menurut pimpinan penelitian, Daniel Freeman, sebanyak 6 kali sesi selama 30 menit, para pasien memulai terapi menggunakan VR selama dua minggu. Mereka memulainya dengan menjelaskan penyebab ketakutannya, dan psikologi dasar dari kondisi tersebut. "Kami membutuhkan banyak terapis ahli, bukan hanya beberapa. Tapi, untuk menemukan banyak permintaan besar pada penyembuhan penyakit mental kami juga memerlukan solusi teknologi," ungkapnya. Lalu, Freeman menuturkan, setiap partisipan masuk ke dalam gedung virtual 10 lantai. Setiap lantainya mereka melakukan tugas, seperti berdiri di dekat tepi yang penghalang keamanannya semakin menjauh atau menjatuhkan bola. **foto** Setiap tugas akan dinaikkan kadar kesulitannya, yang salah satunya, partisipan harus berjalan menggunakan jembatan. Alhasil, sebanyak 34 dari 49 peserta atau sekitar 69 persen tidak lagi memiliki diagnosa phobia serius. Freeman menambahkan jika penelitian ini merupakan yang pertama kali dilakukan. Ia dan tim peneliti dari Oxford menyatakan terapi ini juga bisa digunakan pada kondisi kesehatan mental lainnya dan bisa membantu mengatasi kekurangan dokter di bidang tersebut.

Editor : Redaksi

Tag :

BERITA TERBARU