Upaya Membangun Ekonomi Pedesaan

author surabayapagi.com

- Pewarta

Kamis, 30 Jan 2020 23:47 WIB

Upaya Membangun Ekonomi Pedesaan

Pada acara tutup tahun 2019, Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa menyampaikn outlook pembangunan ekonomi di Jawa Timur berikut capaian-capaiannya serta target program strategis dan priporitas pembangunan tahun 2020. Mengutip data BPS, Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Jawa Timur untuk triwulan III 2019 mencapai Rp. 1.753,77,- trilliun. Angka tersebut diperoleh dari sektor industri (30,02 %), perdagangan (18,57 %) dan pertanian (12,19 %). Sementara, sisanya (39,22 %) didukung oleh 14 sektor lainnya. Keberhasilan pembangunan di Jawa Timur yang telah diraih selama ini, termasuk menjaga pertumbuhan ekonomi di atas 5,4 % perlu diapresiasi, tetapi perlu mendapat perhatian bersama untuk terus ditingkatkan, terutama di beberapa sektor misalnya di sektor UMKM dan pertanian. Mengapa sektor pertanian dan UMKM menjadi sangat strategis untuk diberdayakan? Mengikis Kemiskinan Menurut data BPS Jawa Timur (Data : September 2019), penduduk miskin di Jawa Timur mencapai 4.056,00 jiwa, termasuk di dalamnya penduduk miskin yang tinggal di daerah pedesaan (2.617,85) jiwa. Menariknya, peranan komoditi makanan terhadap garis Kemiskinan jauh lebih besar dibandingkan peranan komoditi lainnya, yang tercatat pada September 2019 sebesar 74,91 persen, sedikit menurun dibandingkan dengan kondisi Maret 2019 yaitu sebesar 75,02 persen.Artinya, membangun dan memberdayakan masyarakat pedesaan dengan segala potensi pertanian dan produk pangan merupakan keniscayaan, karena dengan demikian, selain untuk menjaga stabilitas dan ketersediaan pangan, khususnya di Jawa Timur ketimpangan ekonomi antara desa dan kota dapat diatasi. Strategi pembangunan seperti ini (membangun sektor pertanian) diakui telah membuahkan hasil yang mengagumkan di beberapa negara berkembang, termasuk China, sehingga tumbuh kemudian kota-kota independen yang maju dan modern. Menggunakan kriteria Johnston (1970) dan Mellor (1961), peran pertanian dan pembangunan pedesaan benar-benar merupakan bagian integral dari proses pembangunan suatu bangsa. Sebaliknya, mengabaikan pembangunan ekonomi pedesaan yang bertumpu pada sektor pertanian, sama halnya mengabaikan kesejahteraan masyarakat yang tinggal di daerah pedesaan-pertanian. Membangun sektor pertanian sangat penting bagi ketahanan pangan warga, dan pada saat yang sama juga penting dalam konteks pertahanan negara. Dalam konteks itu, maka hubungan simetris antara pembangunan desa dan kota tidak bisa diabaikan, karenamembangun sektor pertanian dengan sendirinya dapat menyediakan bahan makanan murah yang kemudian berdampak pada upah pekerja di sektor industri dan jasa di perkotaan. Dengan kebutuhan pokok yang murah karena suplai cukup dari petani lokal, para pekerja di perkotaan (urban labour) bisa menyisihkan uangnya untuk menabung. Selanjutnya, dengan pengembangan potensi-potensi pertanian, pendapatan masyarakat pedesaan akan meningkat baik melalui pasokan komoditas untuk perkotaan, di tingkat lokal-wilayah, antar wilayah, nasional maupun dalam kegiatan ekspor global yang menghasilkan devisa untuk pembiayaan pengembangan industri-teknologi strategis di wilayah atau nasional. Tentunya, hal ini memerlukan stimulus pendanaan dan kolaborasi sinergis antara pemerintah Provinsi, Kabupaten/Kota dan Desa itu sendiri, termasuk perangkat kelembagaan, khususnya BUMD dan BUMDes. Optimalisasi Dana Desa Pada 2020 Pemerintah Pusat telah mengalokasikan anggaran transfer ke daerah dan dana desa (TKDD) sebesar Rp 856,94 triliun. Anggaran tersebut dialokasikan untuk transfer ke daerah sebesar Rp 784,94 triliun, sedangkan untuk dana desa sebear Rp 72triliun. Pemanfaatan dana besar yang berasal dari APBN tersebut sejatinyadapat memberikan dampak langsung kepada masyarakat, menggerakkan pereokonomian masyarakat pedesaan, meningkatkan kesejahteraan dan mengentaskan kemiskinan. Namun dalam realitasnya, alokasi APBN yang cukup besar untuk desa itu, tampaknya belum menunjukkan tingkat keberdayaan masyarakat pedesaan dan ekonomi desa secara optimal. Dana dana desa lebih fokus pada pembangunan infrastruktur fisik belum menyentuh pada pemberberdayaan masyarakat yang berdampak langsung pada peningkatan perekonomian dan kesejahteraan mereka. BUM Des yang sejatinya menjadi motor penggerak pengembangan potensi-potensi ekonomi masyarakat pedesan tampak jalan ditempat. Stagnansi pembangunan ekonomi pedesaan tanpa dipungkiri akan meningkatkan kecenderungan migrasi dari desa ke kota, sehingga visi pemerintah pusat untuk membangun ekonomi pedesaan guna mengurangi angka kemiskinan dan ketimpangan melalui pemanfaat dana desa menjadi sia-sia. Kolaborasi Minimnya sumberdaya daya manusia di pedesaan kerap menjadi kendala dan penghalang (alibi) dalam upaya pengembangan dan pemberdayaan ekonomi desa. Maka, kolaborasi informal dan struktural antara perangkat desa atau lembaga bisnis (BUM Des) dengan lembaga (BUMD) merupakan suatu keniscayaan. Pertama ;kolaborasi informal antara desa dengan lembaga-lembaga pendidikan, perguruan tinggi atau lembaga-lembaga vokasi dalam upaya pendampingan perangkat desa dan upaya memberdayakan masyarakat desa. Program Kuliah Kerja Nyata (KKN) misalnya bisa difokuskan pada kegiatan vokasi dan pendampingan perangkat desa dan masyarakat desa itu sendiri. Dengan demikian, potensi-potensi ekonomis baik di sektor pertanian, peternakan dan usaha menengah dapat dipetakan bersama kalangan akademisi dan para pemuda yang memiliki basis akademik mumpui dan pengetahuan teknologi informatika yang berdaya guna. Kedua ; kolaborasi struktural antara Badan Usaha Milik Desa (BUM Des) dengan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), sehinnga ada saluran bisnis link and macth antara hulu dan hilir. BUM Des merupakan avant garde dalam mendorong pemberdayaan masyarakat desa, sekaligus penghubung (hub) antara petani dengan Koperasi atau Badan Usaha milik Daerah (Kabupaten/Kota/Provinsi)dalam menampung dan memasarkan hasil pertanian maupun karya-karya kerajinan masyarakat desa. Selanjutnya, BUM Des atau Koperasi Desa dapat berkolaborasi dengan BUMD atau Koperasi tingkat Kabupaten/Kota/Provinsi. Sementara itu, BUMD atau Koperasi. Dengan kolaborasi antara BUM Des dengan BUMD sebagai penguhubung pasar (market link), para petani atau pengrajin di pedesaan memiliki kepastian pasar lewat BUM Des atau BUMD. Tanpa adanya dukungan saluran pemasaran yang pasti dan konstan hasil produk pertanian di desa, baik dari Koperasi Desa, BUM Des maupun BUMD, maka masyarakat tani hanya bekerja sekedar menjalankan rutinitas sehari-hari tanpa memiliki orientasi profit yang jelas dan pasti. *** Upaya membangun ekonomi pedesaan dalam rangka mengikis angka kemiskinan dan menyejahterakan masyarakat di pedesaan, khususnya di wilayah Jawa timur adalah tugas dan tanggung jawab bersama semua stakeholder mulai dari perangkat desa, Kecamatan, Kabupaten/Kota maupun Provinsi. Pemanfaatan dana desa dalam program-program ekonomi produktif dan kreatif serta sinergi antara BUM Des dan BUMD sangat diperlukan untuk keberhasilan pembangunan ekonomi pedesaan. *) Anggota DPRD Provinsi Jawa Timur, Komisi B dari Partai NASDEM.

Editor : Redaksi

Tag :

BERITA TERBARU