Tradisi di Tomohon, Konsumsi Anjing

author surabayapagi.com

- Pewarta

Jumat, 26 Jan 2018 10:00 WIB

Tradisi di Tomohon, Konsumsi Anjing

SURABAYAPAGI.com - Kelompok aktivis dan penyayang hewan internasional mengecam tindakan perdagangan hewan di Pasar Ekstrem Tomohon, Sulawesi Utara. Mereka meminta pemerintah Indonesia mengakhiri perdagangan yang dinilainya sadis itu. Guru Besar Antropologi Universitas Gajah Mada (UGM) Prof PM Laksono menilai tradisi mengkonsumsi daging hewan ekstrem memang sudah turun temurun dilakukan. Lantas perlukah diadakan perubahan terhadap tradisi itu? "Memang ada tradisi seperti itu, tapi kan bisa diaktualisasikan dengan keadaan hari-hari ini. Kalau konteks hari ini di mana tidak ada satu daerah pun yang terisolasi dari komunikasi dengan dunia, maka perlu adanya perubahan. Kalaupun harus membunuh hewan untuk konsumsi, cara-caranya kan bisa dilakukan dengan sesuai keadaan," kata Laksono saat dihubungi, Kamis (25/1/2018). Yang perlu disesuaikan yakni pemrosesan hewan hingga menjadi daging untuk dikonsumsi. Menurutnya ada proses yang lebih manusiawi dan dapat diterima norma hari ini. "Jadi kalau tampak terlalu demonstratif tidak perlu terus dilakukan, tapi itu semua terserah kepada mereka yang memiliki tradisi itu untuk berubah. Mereka juga harus disadarkan bahwa dunia tidak lagi tertutup," kata Laksono. "Jadi atas apa yang mereka lakukan di kamar sekecil apaapun bisa ditonton dunia, jadi perlu ada refleksi dari orang di sana untuk mencari jalan keluar supaya konsumsi terus terjamin, tapi dengan cara-cara mendapatkannya yang lebih bisa diterima oleh norma hari ini," imbuh Laksono. Foto: Reno Hastukrisnapati Widarto Menurutnya, alasan tradisi dalam praktik perdagangan daging hewan yang tidak lazim untuk dimakan seperti anjing, bukanlah jawaban final. Dirinya menambahkan perlu adanya upaya pemerintah daerah untuk dapat mengatur proses pengolahan aneka daging hewan yang tak lazim dengan cara yang lebih baik. "Tradisi bukan jawaban final, jadi meski ditarik beberapa ratus tahun sebelumnya enggak ada justifikasinya, karena dari waktu ke waktunya tentu berubah dan bisa berubah. Cuma cara-caranya yang lebih halus bisa dilakukan untuk mengubah itu, jadi kalau memang dagingnya dibutuhkan ya, oke tetapi cara-caranya bisa diubah dengan peralatan modern juga bisa," paparnya. "Menjadi tugas kita juga bersama-sama agar prosesnya tidak tampil sedemikian kejam," imbuhnya. (dt/cr)

Editor : Redaksi

Tag :

BERITA TERBARU