Tingginya Angka Kekerasan terhadap Anak Disebabkan oleh Keluarga

author surabayapagi.com

- Pewarta

Kamis, 27 Des 2018 14:53 WIB

Tingginya Angka Kekerasan terhadap Anak Disebabkan oleh Keluarga

SURABAYAPAGI.com, Surabaya - Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Jawa Timur menyatakan bahwa Surabaya memiliki presentase paling tinggi dibandingkan kota dan kabupaten lainnya di Jawa Timur mengenai kekerasan terhadap anak. Kekerasan yang terjadi pada anak sebenarnya memiliki berbagai bentuk yaitu psikis, fisik, seksual, dan ekonomi. Namun, yang lebih sering diekspos adalah kekerasan dalam bentuk fisik dengan masuk pada ranah kriminal. Meskipun sebenarnya kekerasan yang terjadi pada anak bukan sekedar hanya fisik. Seorang guru besar Ilmu Sosiologi UNAIR, Dr. Bagong Suyatno menyatakan sebenarnya kekerasan terhadap anak dapat terjadi dimana dan kapan saja. Kekerasan terhadap anak disebabkan oleh pertama, orang tua yang pernah sebagai korban menjadi pelaku. Kedua, kekeliruan menafsirkan makna anak yaitu orang tuanya sebagai pemilik. Ketiga, agama menjadi pembenaran untuk melakukan kekerasan padahal salah menafsirkan. Namun, sebenarnya penyebabnya lebih kompleks daripada yang disebutkan Ujarnya ketika diwawancarai Kamis (27/12). Secara psikologis, terdapat dua penyebab utama yang disampaikan oleh dosen Psikologi Universitas Tujuh Belas Agustus (UNTAG), Dr. Iga Novikayanti. Pertama, anak anak adalah makhluk paling lemah yang tidak memiliki otorita apapun. Kedua, jika anak tersebut sensitif maka tidak akan berani terhadap yang lebih memiliki otorita. Hal ini menyebabkan anak anak rentan menjadi korban kekerasan. Penyebab anak anak bersikap seperti itu karena pola asuh orang tua yang tanpa sadar mengajarkan menjadi pribadi skeptis, tidak peduli, tidak bertanggung jawab. Selain itu, orang tua juga memberikan contoh terhadap anak yang cenderung buruk seperti bertengkar dalam menyelesaikan masalah hingga melakukan kekerasan rumah tangga. Ujarnya. Tindakan pencegahan yang dapat dilakukan sebenarnya meskipun telah ada instrumen hukum. Hal paling utama adalah bagaimana menerjemahkan dalam kehidupan sehari hari dapat melalui kelompok sekunder. Kelompok tersebut dapat menjadi jembatan untuk mengkonstruksi masyarakat dengan menanamkan kultur malu ketika melakukan kekerasan karena diawasi oleh publik. Ujar Dr. Bagong Suyatno ketika ditanya mengenai tindakan pencegahan dari sisi sosiologi yang sesuai. Sementara itu, dosen Psikologi Universitas Tujuh Belas Agustus (UNTAG), Dr. Iga Novikayanti menyampaikan tindakan pencegahan sebenarnya semuanya datang dari diri sendiri. Orang tua harus menyadari perannya harus bijak meskipun harus menafkahi secara material anak anak sebenarnya yang lebih penting adalah secara batiniah. Sehingga, orang tua harus banyak banyak melakukan refleksi diri apakah yang dilakukan sudah benar kepada anak anak. tambahnya pada Kamis (27/12). Pr

Editor : Redaksi

Tag :

BERITA TERBARU