Home / Pilpres 2019 : Prediksi Pakar Politik Terkait Demokrat dan PAN ya

Terganjal Megawati

author surabayapagi.com

- Pewarta

Senin, 29 Apr 2019 09:07 WIB

Terganjal Megawati

Rangga Putra-Jaka Sutrisna, Tim Wartawan Surabaya Pagi Setelah Partai Amanat Nasional (PAN), giliran Partai Demokrat mendapat godaan bergabung dengan Koalisi Indonesia Kerja yang mengusung Jokowi-Maruf Amin. Skenario menggerogoti parpol pendukung Prabowo Sandiaga Uno ini mirip Pilpres 2014, yang kala itu Golkar dan PAN ditarik ke koalisi pemerintahan. Jika PAN dan Demokrat benar-benar ke Jokowi, maka partai oposisi hanya sisa Partai Gerindra dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Otomatis koalisi Jokowi di parlemen semakin kuat. Hanya saja, loncatnya dua parpol ini tidak gampang. Apalagi faktor Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri dinilai sangat berpengaruh. ----------- Demikian diungkapkan Dosen Fisip Universitas Airlangga (Unair) Surabaya Yayan Sakti Suryandaru, Direktur Eksekutif Pusat Kajian Politik Universitas Indonesia (UI) Aditya Perdana, dan Peneliti Politik Surabaya Survei Center (SSC) Surokhim. Cawapres nomor 02, Sandiaga Salahuddin Uno, juga angkat bicara terkait sinyal perpecahan Koalisi Indonesia Adil Makmur. Mereka dihubungi terpisah, Minggu (28/4/2019). Yayan Sakti Suryandaru mengatakan, isu pindah koalisi PAN dan Demokrat ini sejatinya menunjukkan gelagat kedua partai tersebut justru sudah mengakui hasil quick count Pilpres 2019. "Ikut Gerindra, suara mereka (Demokrat) anjlok. Lebih cantik kalau Demokrat gabung koalisi Jokowi," ujar Yayan, kemarin. "Baik PAN maupun Demokrat, mereka ini sudah tahu hasil quick count itu tidak bisa dibantah," lanjut Yayan. Menurut Yayan, gelagat Demokrat ini tampak tidak sepenuh hati mendukung koalisi Prabowo - Sandi. Soalnya, selain membebaskan kader mereka mendukung paslon 01, Ketum SBY juga melarang kader-kadernya untuk ikut-ikutan tindakan yang inkonstitusional terkait klaim kemenangan 02 di Pilpres 2019. Hal-hal inilah yang membuat Demokrat dituding tidak 100 persen mendukung paslon 02. Menurut Yayan, jika benar terjadi penjajakan koalisi antara Demokrat dan koalisi pendukung Jokowi - Maruf, maka setidaknya ada dua mekanisme. Pertama PDI Perjuangan (PDIP) sebagai motor koalisi bakal berembug terlebih dahulu dengan parpol-parpol lainnya mengenai masuknya Demokrat dan PAN. Menurutnya, skenario ini lebih mudah bagi Demokrat untuk diterima. "Sementara skenario yang kedua adalah jika PDI Perjuangan memutuskan sendiri, maka akan sulit bagi Demokrat untuk masuk, mengingat SBY dan Mega (Ketum PDIP Megawati Soekarnoputri, red) punya masalah yang belum klir. Seperti yang sudah diketahui bersama, opo jare Bu Mega," cetus Yayan. Demokrat Dilema Terpisah, Surokhim menambahkan, posisi Demokrat saat ini simalakama. Selain perolehan suara partai anjlok karena bergabung ke kubu 02, mencoba masuk ke koalisi pendukung Jokowi - Maruf juga bukan hal mudah. Oleh sebab itu, membuat poros baru merupakan pilihan alternatif bagi partai berlambang mercy ini. Meski demikian, dengan perolehan suara yang hanya sekitar 8% secara nasional, langkah Demokrat untuk membentuk poros sendiri juga berat. Untuk memenuhi ambang batas presiden (presidential threshold) 20%, Demokrat setidaknya butuh dua atau tiga partai lagi menghadapi Pemilu 2024. Menurut Surokhim, mau mengajak partai yang perolehan suaranya lebih besar seperti Golkar, itu artinya Demokrat tidak bisa leluasa memimpin koalisi. Kalau mengajak partai yang perolehan suaranya kecil, belum tentu bisa memenuhi presidential threshold 20%. Seperti yang sudah diketahui, partai-partai seperti PKB, PPP, Golkar, Nasdem dan Hanura telah menunjukkan kesetiaan mereka bersama PDIP. Di sisi lain, koalisi Gerindra, PAN dan PKS dinilai tidak menguntungkan. "Mau tetap bersama Gerindra tidak menguntungkan. Masuk koalisi PDIP, masih ada masalah psikologis antara SBY dan Mega yang belum beres. Alternatifnya, ya bikin poros sendiri. Tapi hal itu juga berat. Ini menjadi simalakama bagi Demokrat," tandas Dekan FISIB Universitas Trunojoyo ini. Main Aman Pengamat politik asal UI Aditya Perdana mengungkapkan hal senada. Menurutnya perilaku partai politik di Indonesia ini cair. Hal itu membuat parpol bisa mudah sekali berpindah posisi. "Secara umum perilaku politik atau parpol di Indonesia itu kan soal posisi politiknya cenderung cair, tidak punya suatu posisi yang tegas dan kuat sehingga kemudian ada di pihak yang berlawan, beroposisi terus-menerus. Jadi mudah sekali untuk berpindah posisi," papar Aditya. Perpindahan posisi itu, lanjut Aditya, juga termasuk konteks koalisi pemerintahan ataupun pencalonan, baik di pilpres maupun pilkada. Dia menilai perilaku politik yang cair itu juga bakal membuat partai, misalnya Demokrat dan PAN, akan mempertimbangkan godaan TKN untuk bergabung dengan Jokowi, yang unggul versi hitung cepat Pilpres 2019. "Politisi kita punya kecenderungan ke arah sana, dia akan mudah sekali untuk berpindah atau bergoyang, termasuk dalam pencalonan. Saya merasa itu adalah sesuatu yang memang sedang dicari bentuknya oleh para partai politik lain yang, semisal PAN ataupun Demokrat, saya sangat yakin mereka pasti akan mencari posisi aman untuk lima tahun ke depan," terang dia. Dijelaskan, perpindahan dukungan parpol juga terjadi seusai Pilpres 2014 yang dimenangkan Jokowi. Saat itu, Jokowi berupaya menarik Golkar dan PAN untuk bergabung ke koalisi pemerintahan dan akhirnya berhasil, meski PAN keluar menjelang Pemilu 2019. Bantah Pecah Sementara itu, Cawapres nomor urut 02, Sandiaga Uno memastikan parpol pengusung Prabowo-Sandi masih solid atau tidak terpecah dalam mengusung pasangan capres dan cawapres di Pemilu 2019. Saya yakin koalisi kami Indonesia adil makmur solid dan tentunya para politisi dalam berkoordinasi silakan silakan saja, tapi koalisi kami solid, tegas Sandiaga, Minggu (28/4/2019). Dengan Partai Demokrat yang saat ini diterpa isu mulai didekati oleh kubu 01 juga dibantah Sandiaga. Menurutnya, hingga saat ini komunikasinya dengan sejumlah kader berlambang mercy tersebut tetap berlangsung intens dan baik. Pak Hinca (Sekjen Partai Demokrat Hinca Panjaitan) yang selalu rutin memberikan update kepada saya. Dan saya selalu berkontak dengan masa AHY. Wa-wa-an lah biasa itu sesama anak Jaksel. Jadi No issue. Kita solid, klaim Sandi. Terpisah, Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Fadli Zon mengaku tak memusingkan anggapan yang menyebut kubu 01 ingin menggerogoti koalisinya. Ia juga optimistis Prabowo-Sandi bakal memenangi Pilpres. "Kami semua masih menunggu hasil dan kami harapkan kecurangan ini bisa dihentikan. Kami semua masih menunggu hasil," ucapnya. Sinyal TKN-Demokrat Sebelumnya, TKN Jokowi-Maruf menyatakan membuka pintu untuk Partai Demokrat (PD) bergabung. Peluang itu dinilai cukup besar mengingat komunikasi Jokowi dengan pimpinan PD cukup baik. Sedang Ketum PAN Zulkifli Hasan sudah bertemu Jokowi di Istana. "Wacana bergabungnya PD dalam Koalisi Indonesia Kerja merupakan wacana yang cukup wajar mengingat komunikasi Presiden Jokowi dengan Susilo Bambang Yudhoyono maupun putranya, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), berlangsung dengan cukup baik," ujar Wakil Ketua TKN Jokowi-Maruf, Abdul Kadir Karding, Sabtu (27/4). Hal itu kemudian direspons positif oleh Demokrat. Demokrat akan mempertimbangkannya bila ajakan dilakukan pada waktu yang tepat. "Saya kira kalau ajakan itu didasari iktikad baik kalau dilakukan pada saat yang tepat, tentunya bukan hal yang buruk menurut saya, itu hal baik. Kalau ajakan dilandasi iktikad baik, tentu kami merasa sangat terhormat untuk mempertimbangkannya," kata Ketua Dewan Kehormatan Demokrat Amir Syamsuddin. n

Editor : Redaksi

Tag :

BERITA TERBARU