Home / Korupsi : Jadi Potensi Korupsi Bupati dan Walikota di Jatim.

Tak Balik Modal

author surabayapagi.com

- Pewarta

Jumat, 01 Mar 2019 10:22 WIB

Tak Balik Modal

Solichan Arif-Riko Abdiono, Tim Wartawan Surabaya Pagi Di hadapan 38 Bupati/Wali Kota dan Gubernur Jatim, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memberikan peringatan keras. Meski 13 kepala daerah di Jatim sudah ditangkap karena korupsi, namun potensi korupsinya masih ada. Ini lantaran kepala daerah bersangkutan ingin balik modal saat kampanye. Modusnya, main fee proyek dan perizinan. Hitung-hitungan KPK, biaya kampanye calon kepala daerah pada Pilkada rata-rata menghabiskan Rp 20 hingga Rp 30 miliar. Sedang penghasilan bupati atau wali kota berkisar Rp 70 juta per bulan, sudah termasuk tunjangan. Jika dihitung selama lima tahun menjabat, baru terkumpul Rp 4,2 miliar. ----- Saya pastikan lima tahun menjadi kepala daerah (bupati, wali kota, gubernur) tidak akan balik modal. Ikhlaskan saja, kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata saat menghadiri rapat koordinasi dan evaluasi serta penandatangan komitmen bersama pemberantasan korupsi terintegrasi di Pemprov Jatim bersama KPK di Gedung Negara Grahadi, Kamis (28/2/2019). Kegiatan ini dihadiri 38 bupati/walikota se Jatim. Berdasarkan survei yang dilakukan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), dana kampanye yang digunakan kepala daerah mencapai Rp20 hingga Rp30 miliar. Menurut Alexander, dana sebanyak itu sebenarnya tak akan balik modal jika kepala daerah tersebut berhasil terpilih. "Rata-rata kepala daerah menghabiskan biaya Rp20 hingga Rp30 miliar, itu survey Kemendagri," kata Alexander. Ia menegaskan jika dilihat dari gaji kepala daerah, tentunya uang tersebut terlalu banyak dan tak akan cukup untuk balik modal. Kalau berpikir mencari pengganti, pasti jalurnya tidak benar, dengan mark up atau mengubah anggaran. "Ya itu tadi dengan cara memotong anggaran atau minta fee. Sudahlah ikhlaskan aja ya," cetua pria asal Klaten ini. Alexander mengatakan uang Rp20 hingga Rp30 miliar ini biasanya didapat dari uang sponsor hingga uang pribadi. Namun, jika menggunakan uang sponsor, besar kemungkinan pemberi sponsor akan meminta proyek atau kelancaran perizinan. "Ada sponsor dan uang pribadi. Kalau sponsor itu kan nanti pasti imbalannya proyek, izin, simpel itu," ungkapnya. Lain halnya jika kepala daerah tersebut berkampanye menggunakan APBD, besar kemungkinan akan tertangkap KPK. "Kalau APBD kan jelas ya nanti diperiksa. APBD digunakan kampanye tuh kan pasti kena. Dari APBD kan pasti transparan kelihatan. Kalau dari APBD ya tadi dengan cara nyolong-nyolong minta fee 5 persen. Tapi kan itu ilegal," jelasnya. Dalam dua tahun terakhir ini, KPK mencatat di Jawa Timur telah ada 13 kepala daerah terkena operasi tangkap tangan. Rata-rata dari yang tertangkap terkait masalah pengadaan jasa dan barang. Itu data akhir tahun 2018. Hampir 80 persen kasus korupsi terjadi di pengadaan barang dan jasa, tandas Alexander. Rekor Koruptor di Jatim Alexander Marwata juga mengatakan, dirinya prihatin melihat banyaknya kasus OTT (operasi tangkap tangan) kepala daerah yang terjadi di Jatim. Dari 20 kepala daerah yang tertangkap tangan secara nasional, 13 kepala daerah di antaranya dari Jatim. "Di Jawa Timur ini ada 13 kepala daerah (yang terkena OTT). KPK paling banyak tahun 2018 kemarin kita melakukan 30 kali OTT dan 20 diantaranya melibatkan kepala daerah," ujar Alexander. Alexander mengakui capaian banyaknya OTT koruptor ini sebenarnya bukan merupakan suatu prestasi bagi KPK. Justru hal ini menjadi keprihatinan, karena merupakan tragedi yang tak diinginkan masyarakat yang sudah memberikan amanah kepala daerahnya. "Kami di KPK ini sangat khawatir ketika melakukan OTT atau penindakan kepada kepala daerah, bukan suatu prestasi bagi kami. Tapi itu suatu tragedi bagi masyarakat yang dengan susah payah menghabiskan biaya banyak menyelenggarakan pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah," papar Alexander. Pencegahan Alex mengusulkan beberapa poin untuk memangkas besarnya dana yang harus dikeluarkan setiap calon kepala daerah. Salah satunya peningkatan dana bantuan kepada partai politik. Menurut Alexander, KPK telah mengusulkan ke pemerintah untuk menambah anggaran APBN untuk partai politik dengan menaikkan dana per satu suara sah yang sebelumnya Rp100 menjadi Rp1.000. "Kita sudah mengusulkan ke pemerintah penganggaran parpol itu sebagian dari APBN. Dan itu sudah disetujui, sebelumnya kan satu suara cuma 100 ini 1000. Ya meskipun itu kurang," ucap Alexander. Alex juga mengusulkan perubahan sistem pilkada langsung. Menurutnya, sistem ini menjadi salah satu aspek mahalnya dana yang harus dikeluarkan calon. Dia mencontohkan seleksi terbuka untuk memilih komisioner KPK. Nanti putra-putra terbaik daerah itu bisa daftar. Kalau ada kepastian tidak ada iuran atau semacamnya, kualitasnya bisa dijaga. Silakan masyarakat mengikuti. Kan transparan, semua bisa melihat ketika kami diuji, beber dia. Minta Dikawal KPK Sementara itu, Gubernur Khofifah Indar Parawansa mengatakan sangat membutuhkan pengawalan dari KPK untuk memberantas korupsi di Jatim. "Kami ingin mendapatkan pengawalan. Kami berharap dengan adanya penandatanganan ini, kemungkinan terjadinya korupsi di seluruh lini bisa kita antisipasi," kata Khofifah. Khofifah mengatakan, sebagai manusia, kadar keimanan seseorang memang bisa bertambah, juga bisa berkurang. Untuk itu, mengajak KPK hingga para kepala daerah untuk saling mengingatkan. "Maka proses mengingatkan, proses penguatan dan kembali kita membangun komitmen, rasanya memang lebih banyak kita lakukan," katanya. Laporan LHKPN Dalam kesempatan sama, Kepala Korwil 6 (Koordinasi dan Supervisi Pencegahan) KPK RI, Asep Rahmat Suwanda, mengapresiasi Pemprov Jatim khususnya kab/kota yang secara luar biasa melaksanakan kerjasama yang baik dengan KPK. Menurutnya, berdasarkan penilaian MCP di Provinsi Jatim, hasilnya 10 teratas diraih Pemkab Lamongan, Pemkot Surabaya, Pemprov Jatim, Pemkab Situbondo, dan Pemkot Batu. Kemudian, Pemkab Banyuwangi, Pemkab Malang, Pemkab Kediri, Pemkab Sampang dan Pemkab Blitar. Sementara itu, berdasarkan data Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) 2018/2019 di Provinsi Jatim, pada tahun 2018 lalu yang sudah melaporkan sebanyak 88,30 persen, sedangkan untuk pelaporan 2019 hingga saat ini baru 6,33 persen. Untuk itu, ia mendorong agar segera melaporkan LHKPN. n

Editor : Redaksi

Tag :

BERITA TERBARU