Tak Ada Jarak antara Pribumi-Tionghoa

author surabayapagi.com

- Pewarta

Rabu, 20 Nov 2019 13:32 WIB

Tak Ada Jarak antara Pribumi-Tionghoa

SURABAYAPAGI.COM, Surabaya -Warga Indonesia keturunan Tionghoa dianggap minoritas. Mereka kurang bisa menerima keturunan Tionghoa. Namun, 5 hingga 7 tahun belakangan ini keadaan sudah berbeda. Masyarakat Indonesia khususnya Surabaya, lebih welcome terhadap keturunan Tionghoa. Baca juga :FOTO: Festival Dalang di Surabaya Hal ini diakui Christian Surya Pranata, pria keturunan Tionghoa kelahiran 1988. Ia mengaku tak tahu bagaimana asal muasal nenek moyangnya datang ke Indonesia saat itu. Yang Jelas, buyutnya menikah dengan orang pribumi. Kemudian nenek dan kakeknya sama-sama Tionghoa, akhirnya lahirlah papanya yang juga keturunan Tionghoa. "Tapi kalau mama saya pribumi, orang Indonesia," katanya. Pria bermarga Tan ini juga menikah dengan keturunan juga. Kalau menikah menurutnya diusahakan sesama ras. Supaya ras-nya tidak hilang. Tetapi semisal tidak pun juga tidak masalah. Karena jodoh sudah diatur Tuhan. Tetapi yang terpenting seiman, ucapnya. "Kalau di Chinese, orang laki-laki menikah dengan perempuan pribumi, anaknya disebut Chinese. Sebaliknya cewek Chinese nikah dengan cowok pribumi, anaknya disebut pribumi. Di Chinese gen orang tua laki-laki lebih diutamakan," jelas dia lagi. Ditanya terkait respon orang pribumi terhadap etnis Tionghoa ternyata makin kesini makin tak berjarak. "Menurut saya, jamannya sudah beda, tidak seperti dulu. Kalau jaman dulu kita orang Chinese lebih tidak disukai. Tapi seiring waktu orang-orang semakin welcome dan sudah hampir tidak ada jarak," ujar Christian. "Kalau warga surabaya baik yang Chinese dan pribumi masih ada jarak walaupun tidak separah dulu. Beda dengan Jakarta atau Bandung. Setahu saya di Jakarta dan Bandung sudah hampir tidak ada jarak antara Chinese dan pribumi," tambahnya. Dengan adanya perubahan tersebut, mungkin beberapa keturunan Chinese yang sudah berumur masih memiliki komunitas. Namun bagi keturunan Tionghoa seperti dirinya sudah tidak dijumpai. "Kalau anak muda jarang ada komunutas Chinese sepengetahuan saya. Adanya teman nongkrong dan itupun bukan full Chinese," jelas dia. Melihat dari cerita Christian, kita juga melihat fenomena di Indonesia. Dulu, tidak ada peringatan imlek, tahun baru Cina dan lainnya. Tetapi sekarang hari raya Imlek sudah ditetapkan menjadi hari besar nasional. Mungkin itulah yang dimaksud bahwa warga pribumi sudah mulai bisa menerima perbedaan ras di Indonesia ini. indra Baca juga :Kembang Jepun Mulai Tergeser

Editor : Redaksi

Tag :

BERITA TERBARU