Sidang Praperadilan Perawat National Hospital Terancam Gugur

author surabayapagi.com

- Pewarta

Selasa, 20 Mar 2018 11:40 WIB

Sidang Praperadilan Perawat National Hospital Terancam Gugur

SURABAYAPAGI.com, Surabaya - Sidang gugatan yang diajukan Zunaidi Abdillah (pemohon) mantan perawat National Hospital melalui kuasa hukumnya M Sholeh terancam gugur. Hal itu lantaran pokok perkara dalam kasus ini sudah terjadwal persidangannya pada 27 Maret 2018 mendatang." Ya aturannya seperti itu, kalau memang pokok perkara sudah mulai sidang ya otomatis praperadilannya gugur," ujar humas PN Surabaya Sigit Sutriyono, Selasa (20/3/2018). Sigit menambahkan, apabila nanti sidang praperadilan sudah digelar dan bersamaan juga pokok perkara juga disidangkan maka sidang praperadilan tidak otomatis berhenti. "Akan tetap dilanjutkan sampai putusan, namun putusannya nanti ya tidak bisa diterima alias gugur," ujarnya. M Soleh kuasa hukum pemohon praperadilan mengaku tak gentar untuk tetap mengajukan gugatan ini meski peluang untuk bisa lanjut tipis. "Tidak pesimis, apapun yang terjadi yang penting maju dulu," ujarnya. Soleh menambahkan, goal dalam gugatan ini adalah menganulir status tersangka dan juga memulihkan nama baik kliennya dihadapan publik. Dalam gugatan praperadilan diuraikan kronologis kasus ini versi pemohon, bahwa pada tanggal 23 Januari 2018 sekitar jam 11.30-12.00 Wib setelah operasi penyakit pasien Widyanti, pemohon dituduh telah melakukan tindakan asusila terhadap pasien dengan memegang payudara pasien Widyanti, Pemohon juga dituduh telah meremas remas payudara dan membuat mainan putting pasien Widyantinti. "Bahwa, kejadian tuduhan tindakan asusila yang dilakukan pemohon terjadi pada tanggal 23 Januari 2018 antara jam 11.30-12.00Wib terhadap korban Wydyanti. Sementara Pemohon menemui korban yang diantar oleh bu Dyah dan bu Amalia terjadi pada tanggal 24 Januari 2018 jam 12.00 Wib. Artinya ada durasi waktu 24 jam setelah kejadian. Pertanyaannya, apakah logis, orang mendapatkan tindakan pelecehan payudaranya diremas-remas, putting dibuat mainan. Dia diam saja, baru setelah 24 jam dipermasalahkan?," ujar Soleh. Soleh menambahkan, satu jam pasca operasi Pemohon mengajak korban komunikasi Pemohon bilang bu pindah ruangan ya, pasien menjawan ya dan tidur lagi. Artinya tidak benar jika korban tidak berdaya, saat itu kondisi korban sudah bisa berkomunikasi. "Tentu jika Penohon meremas-remas payudara korban tentu korban bisa protes, ini sebuah kejanggalan," tambahnya. Selain itu lanjut Sholeh, Polrestabes Surabaya selaku termohon tidak pernah memeriksa Majelis Kode Etik Keperawatan Indonesia Jawa Timur yang menyidangkan dugaan pelanggaran Kode Etik yang di dalam keputusannya menyatakan Pemohon tidak melanggar Kode Etik Keperawatan Indonesia tertanggal 3 Pebruari 2018. Menurut Sholeh, kasus a quo bukanlah kasus pembunuhan yang penyidik harus bergerak cepat menangkap pelaku. Kasus ini juga bukan perkosaan atas nama kemanusiaan penyidik harus segera menangkap pelaku. Tapi kasus ini hanya tindakan asusila, dimana dilihat dari pengakuan korban sebenarnya bukan kasus besar dan bukan kasus predator anak anak. Seharusnya Termohon harus hati-hati dan secara seksama semua prosedur harus dilalui. Tapi yang dilakukan oleh Termohon seperti dikejar tayang. Tanggal 25 Januari 2018 dilaporkan, tanggal itu juga Termohon mengeluarkan sprindik, tanggal 26 Januari 2018 Pemohon langsung ditetapkan menjadi Tersangka, tanggal itu juga Pemohob ditangkap dan ditetapkan menjadi Tersangka. "Pertanyaannya, kapan Termohon memeriksa saksi-saksi, kapan Termohon melakukan visum et repertum, kapan Termohon memeriksa ahli, kapan Termohon melakukan gelar perkara. Sepertinya antara tanggal 25-26 Januari 2018 Termohon tidak ada kasus lain yang disidik, sehingga semua energy harus dikerahkan untuk menyelesaikan perkara Pemohon. Andaikata semua perkara yang ditangani Termohon diselesaikan seperti kasus yang dialami oleh Pemohon tentu Termohon menjadi aparat penegak hukum yang terbaik didunia," ujarnya. Sholeh menyatakan jika termohon tidak melakukan proses penyelidikan, tapi langsung ke tahap penyidikan, hal ini melanggar Pasal 4 huruf c Peraturan Kapolri No 14 tahun 2012 tentang Managemen Penyidikan Tindak Pidana. Tidak memeriksa Pemohon sebagai calon Tersangka melanggar Putusan Mahkamah Konstitusi no 21-PUU-XII-2014 halaman 98 alinea ke dua tertanggal 16 Maret 2015. Perolehan Rekaman video permintaan maaf Pemohon melanggar putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 20/PUU-XIV/2016 tertanggal 7 September 2016 halaman 96. Tidak memberikan kesempatan menghadirkan saksi dan ahli untuk kepentingan Pemohon melanggar Pasal 65 UU No 8 tahun 1981 tentang KUHAP Tidak adanya 2 alat bukti dalam menetapkan PEMOHON sebagai Tersangka melanggar Pasal 184 Undang-Undang No 8 tahun 1981. "Untuk itu kami memohon agar majelis hakim menerima dan mengabulkan Permohonan Praperadilan Pemohon untuk seluruhnya, nenyatakan Penetapan Tersangka atas diri Pemohon yang dituangkan dalam Surat Ketetapan Nomor; S-Tap/90/I/2018 SATRESKRIM kepolisian Resort kota Besar Surabaya tertanggal 26 Januari 2018 adalah Tidak Sah dan tidak berdasar hukum," tegasnya. (bj/04)

Editor : Redaksi

Tag :

BERITA TERBARU