Risma Wajibkan Calon Mahasiswa Rapid dan Swab Test Mandiri

author surabayapagi.com

- Pewarta

Kamis, 02 Jul 2020 21:58 WIB

Risma Wajibkan Calon Mahasiswa Rapid dan Swab Test Mandiri

i

Wali kota Surabaya Tri Rismaharini

SURABAYAPAGI.COM, Surabaya – Lagi-lagi, Wali Kota Tri Rismaharini mengeluarkan surat edaran yang dinilai justru merugikan. Bila sebelumnya, meminta sumbangan-sumbangan ke tenaga kesehatan (nakes) untuk tambahan biaya penanganan Covid-19. Kini, Wali Kota Risma mewajibkan seluruh calon mahasiswa yang hendak mengikuti Ujian Tulis Berbasis Komputer (UTBK) untuk masuk perguruan tinggi melakukan rapid test dan atau tes swab yang hasilnya harus negatif atau non reaktif.

Baca Juga: Pemkot Surabaya Usung Konsep Compact City di Surabaya Barat

Hal itu tertuang dalam Surat Wali Kota bernomor 421.4/5853/436.8.4/2020 yang ditanda tangani langsung oleh Tri Rismaharini tanggal 2 Juli 2020. Surat tersebut langsung dikirimkan kepada Rektor Unair, Rektor ITS, Rektor Unesa dan Rektor UPN mengenai pelaksanaan UTBK yang harus memenuhi ketentuan sebagai berikut:

Poin pertama, setiap tahapan kegiatan harus mengutamakan pencegahan penyebaran Covid-19. Kedua, seluruh peserta UTBK dalam SBMPTN wajib menunjukkan uji Rapid Test dengan hasil non reaktif atau Swab Test dengan hasil negatif yang dikeluarkan selambat-lambatnya 14 hari sebelum mengikuti ujian kepada panitia.

Ketiga, panitia wajib menyusun Protokol Kesehatan dalam setiap tahapankegiatan ujian dan diberlakukan secara konsisten. Dan yang terakhir, melaporkan hasil pelaksanaan kegiatan sebagaimana tersebut pada poin 3 (tiga) kepada Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Kota Surabaya.

 

Calon Mahasiswa Keberatan

Hal ini dirasa memberatkan oleh sebagian besar orang tua peserta UTBK karena seperti yang diketahui sebelumnya, harga rapid test sendiri tidak murah. Di beberapa rumah sakit dan laboratorium, harganya berkisar antara Rp 350 - 500 ribu rupiah.

Salah satu orang tua peserta, Rahayu, yang anaknya akan melakukan ujian UTBK di UPN Veteran Jawa Timur pada hari Rabu, 8 Juli 2020 mendatang merasa keberatan dengan persyaratan rapid test tersebut.

"Masak harus rapid test? Apa tidak cukup kebijakan memakai masker, cek suhu tubuh dan jaga jarak? Menurut saya memberatkan soalnya harganya mahal," ujar Rahayu.

Rahayu juga menyayangkan jika sampai ada peserta yang gagal mengikuti UTBK karena tidak mampu untuk membayar biaya rapid test, padahal dari kondisi kesehatannya mampu untuk melaksanakan ujian.

"Kalau misalnya ada yang tidak mampu untuk rapid test bagaimana? Kan sayang, ini kesempatan setahun sekali tapi karena persyaratan itu jadi tidak bisa ikut. Lagian kan rapid test bukan jadi acuan terinfeksi Covid-19 atau tidak," katanya.

 

Jangan Beratkan Warga

Sejalan dengan orang tua peserta, Anggota Dewan Pendidikan, Eko Pamuji mengatakan jika regulasi tersebut dirasa membatasi dan memberatkan bagi para peserta.

"Ini namanya regulasi yang membatasi, jangan sampai kemerdekaan peserta terhalang oleh regulasi tersebut. Bagaimana nasibnya bagi mereka yang berasal dari keluarga kurang mampu? Jangan sampai kalah dengan Covid-19 sebelum bertanding. Apakah tidak ada cara lain selain rapid test?," ujarnya kepada Surabaya Pagi, Kamis (2/7/2020).

Dirinya juga mengusulkan kepada pemerintah untuk memfasilitasi rapid test untuk mereka yang akan mengikuti UTBK agar tidak menjadi beban bagi para peserta maupun orang tua mereka.

"Jika boleh usul, harusnya pihak pembuat regulasi memfasilitasi hal tersebut. Jangan dibebankan kepada mereka. Jika ada cara lain selain rapid test ya mbok yang lain. Harusnya pemerintah juga hadir untuk memberikan solusi untuk regulasi tersebut," pungkasnya.

Baca Juga: Pemkot Surabaya Gelar Pasar Murah di 244 Titik

 

Berikan Rapid dan Swab Gratis

Senada dengan anggota Dewan Pendidikan Jatim, DPRD kota Surabaya juga melancarkan kritik keras terhadap Surat Wali Kota untuk calon mahasiswa masuk PTN di Surabaya ini. Ketua Fraksi Golkar Arif Fathoni dan juga wakil Ketua Fraksi PKB Mahfudz, geram dengan Surat yang dikeluarkan oleh Risma tersebut.

Menurut mereka, Risma seakan tidak memperhatikan keadaan ekonomi para peserta di tengah pandemi saat ini. apalagi banyak peserta atau orang tua peserta, yang tidak memiliki pemasukan cukup untuk melakukan rapid test atau bahkan Swab test secara mandiri.

Toni mengatakan, Sebelum mengeluarkan aturan seperti itu, pemerintah Kota Surabaya seharusnya melihat fakta di lapangan. tentang peredaran uang dan perputaran ekonomi warga Kota Surabaya. “Karena bagaimanapun juga, situasi ekonomi yang sedang tidak bagus seperti saat ini,” kata Toni.

Maka dari itu, Ia meminta Risma dan anak buahnya untuk memfasilitasi adanya rapid test dan swab test gratis, bagi calon mahasiswa yang ingin melakukan test UTBK-SBMPTN. Karena ini menyangkut dengan hak rakyat, dalam hal pendidikan dan kesehatan. “Mestinya kewajiban pemerintah memfasilitasi hal tersebut. Pemerintah harus hadir untuk hal yang bersifat pelayanan primer seperti rapid tes dan swab,” katanya.

Sementara itu, Mahfudz juga mengatakan hal yang sama. Risma harus turun tangan ketika rakyatnya kesusahan seperti ini. Apalagi, Risma dikenal sebagai Walikota yang paham atas kondisi rakyatnya.

Ia mengatakan, Pemkot tak perlu mengeluarkan peraturan baru untuk membantu rakyat. Namun langsung dengan perintah Walikota, untuk menyumbangkan alat test yang dimiliki oleh Pemkot Surabaya. “Tidak perlu aturan baru. Cukup membantu atau menyumbang rapid tes nya saja, kan bisa. Ini bukan masalah penebusan dosa kesalahannya, tapi memang kewajiban pemerintah hadir untuk rakyatnya,” katanya.

 

Baca Juga: Pemkot Surabaya Bakal Gelar Pawai Seni Ogoh-Ogoh di Balai Kota

Pemkot akan Beri Rapid Test Gratis

Wakil Sekretaris Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Kota Surabaya, Irvan Widyanto mengatakan, bahwa keselamatan dan kesehatan warga adalah hal yang paling utama. Untuk itu, dengan upaya ini diharapkan dapat menjadi salah satu antisipasi terjadinya penularan Covid-19, khususnya di lingkungan kampus.

"Pada prinsipnya keselamatan dan kesehatan warga adalah hukum tertinggi. Jadi prinsip itu yang harus dipahamkan kepada semuanya. Jadi kita tidak melihat apa-apa, tapi semata-mata kesehatan dan keselamatan warga adalah hukum yang tertinggi," kata Irvan di Balai Kota Surabaya, Kamis (02/07/2020).

Meski demikian, Irvan menyatakan, bahwa Pemkot Surabaya juga memberikan solusi bagi warga Surabaya yang kesulitan ekonomi untuk melakukan rapid test. Khususnya bagi mereka calon mahasiswa yang tergabung dalam program bidik misi.

"Jadi pemerintah kota sudah memberikan solusi, tapi kan itu tidak mungkin untuk semuanya, dan ini khusus untuk warga Surabaya. Terutama yang mereka tergabung dalam bidik misi itu mereka nanti akan kita siapkan rapid test massal secara gratis," ungkap dia.

Sedangkan untuk rencana penempatan rapid test massal, pihaknya mengaku masih berdiskusi dengan pihak kampus. "Kemungkinan bertempat di kampus-kampus itu, di Unair, ITS dan UPN," katanya.

Tak hanya itu, Kepala BPB dan Linmas Kota Surabaya ini juga menyatakan sedang mempertimbangkan alternatif lain bagi calon peserta yang merasa kesulitan akses transportasi menuju lokasi rapid test. Bagi mereka yang kesulitan akses transportasi, nantinya Pemkot Surabaya akan menyiapkan alternatif lain lokasi rapid test.

Jika nantinya hasil rapid test peserta UTBK ini dinyatakan reaktif, maka tak perlu khawatir. Sebab, pihak kampus memberikan relokasi waktu bagi para peserta UTBK yang dinyatakan reaktif rapid test. “Kalau hasil diskusi dengan para perwakilan rektorat, nanti akan ada relokasi waktu ketika rapid test hasilnya reaktif,” pungkasnya. adt/alq/byt

Editor : Moch Ilham

BERITA TERBARU