Home / Surabaya : Hasil Wawancara Surabaya Pagi dengan Warga Kota, P

Risma, tak Becus Kelola Transportasi Massal

author surabayapagi.com

- Pewarta

Kamis, 13 Des 2018 08:56 WIB

Risma, tak Becus Kelola Transportasi Massal

Jemmi Purwodianto, Noviyanti Tri, Prila Sherly Tim Wartawan Surabaya Pagi Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini, yang belakangan ini pamer sederet penghargaan internasional, ternyata belum mampu mewujudkan proyek Angkutan Massal Cepat (AMC) berupa trem maupun monorel. Padahal, proyek yang digagas sejak 2014 atas penolakan tol tengah dan digadang-gadang menjadi solusi kemacetan di kota pahlawan ini, ternyata ruwet. Padahal, Risma, sudah membangun Park and Ride di sejumlah titik untuk keperluan AMC, dengan anggaran ratusan miliar dari APBD. Kini harapannya tinggal bus Suroboyo dan bus tumpuk bantuan dari salah seorang konglomerat asal Surabaya. Itu pun jumlahnya sangat terbatas dan dikeluhkan warga pula. Bahkan, dinilai akademisi bukan solusi kemacetan. Surabaya Pagi melakukan under cover naik bus, wawancara warga kota dan pengamat transportasi. Tak satupun yang memuji Risma, dalam urusan transportasi massal. Risma dianggap tak becus kelola transportasi massal di Surabaya. ---------------------------- Saat ini Pemkot Surabaya memiliki 10 unit Bus Suroboyo yang dibeli dengan dana APBD Kota Surabaya. Rencananya, tahun ini akan didatangkan lagi 10 unit bus, sehingga total ada 20 unit armada Bus Suroboyo. Informasinya, setiap unit bus dialokasikan seharga Rp 2,5 miliar. Kalau 20 unit, berarti APBD yang tersedot untuk bus ini sekitar Rp 50 miliar. Sedang bus tumpuk bantuan Bank Mayapada milik konglomerat Dato Sri Tahir, hanya 2 unit saja. Rabu (12/12/2018) kemarin, Surabaya Pagi menaiki Bus Suroboyo dari Terminal Purabaya, Bungurasih. Ternyata, sejumlah penumpang mengeluhkan banyak hal. Seperti diungkapkan Nindi, mahasiswa Universitas Islam Negeri Sunan Ampel (UINSA) Surabaya. Ia mengaku menaiki Bus Suroboyo hampir setiap hari. Namun, yang ia rasakan bus berwarna merah yang dilengkap AC dan CCTV ini belum bisa memangkas waktu lebih cepat. Pasalnya, masih sering terjebak kemacetan di jalur yang dilaluinya. "Sebenarnya nyaman mbak naik Bus Suroboyo ini, tapi kalau waktu tempuhnya memang lebih lama mending naik kendaraan pribadi saja," ungkap Nindi. Fatma, warga Wonocolo mengeluhkan system pembayaran yang masih menggunakan sampah botol plastik. Menurutnya, hal itu tidak efektif. "Kalau saya ngumpulin sampah plastik dulu mbak, nanti ditukar di terminal Purabaya untuk ditukar stiker dan baru bisa digunakan. Kalau bawa botol plastik kan ribet," cetus dia. Tidak Efektif Pantauan Surabaya Pagi di beberapa halte, bus Suroboyo sepi penumpang. Saat berada di halte Panglima Sudirman terlihat beberapa penumpang menunggu. Setelah 30 menit bus Suroboyo baru tiba. Perjalanan menuju halte UIN dari halte Panglima Sudirman sekitar 1 jam. Padahal kalau naik mobil pribadi bisa ditempuh tak sampai 30 menit. Kondisi itu membuat warga menginginkan perbaikan manajemen Bus Suroboyo. Yudi, warga Siwalankerto berpendapat harusnya angkutan massal seperti Bus Suroboyo dikelola oleh badan usaha. Bukan langsung dikelola Pemkot. Sedang alat pembayaran, tak lagi menggunakan botol plastik. Tapi dapat diganti dengan e-money. Biar efesien, ucapnya. Para sopir angkutan, lanjutnya, harusnya tidak mengejar target setoran dan tidak seenaknya menaik-turunkan penumpang di jalan. Kalau menaikturunkan di tengah jalan kan bikin macet juga, lanjut Yudi. Menurut Yudi, kalau manajemen bus Suroboyo tak diperbaiki, maka warga akan lebih suka dengan angkutan online. Selain tarifnya lebih murah dari taksi konvensional, juga lebih cepat sampai di tujuan. Kalau saya lihat, bus Suroboyo ini ramainya kalau saat tertentu saja. Seperti hari Minggu atau hari libur, ramai. Kayak bus wisata, ujar pria ini sambil tertawa. Niko, penumpang Bus Suroboyo lainnya berpendapat angkutan massal yang digagas Pemkot ini belum menjadi alternatif pilihan warga. Sebab, jalur yang digunakan masih sama dengan pengendara lain, sehingga waktu tempuhnya menjadi lambat. "Pasti respon warga akan berbeda kalau angkutan massal seperti Bus Suroboyo memiliki jalur khusus dan diprioritaskan. Jadi waktu tempuh lebih cepat dari kendaraan pribadi dan membuat warga dapat beralih ke angkutan massal ini," papar pria asal Wonokromo ini. Sebelumnya, WaliKota Surabaya Tri Rismaharini memastikan akan menambah Bus Suroboyo seiring batalnya proyek trem di Surabaya. Penambahan armada angkutan massal tersebut untuk meningkatkan pelayanan transportasi bagi warga kota. Risma mengatakan, banyaknya kendala, utamanya masalah pendanaan membuat batalnya rencana proyek angkutan massal yang membutuhkan anggaran Rp 1,7 trilliun tersebut. Meski trem gagal, Risma menegaskan Pemkot Surabaya akan tetap berupaya memberikan penyediaan angkutan massal. Bentuknya angkutan moda bus. "Ya kita pakai bus saja. Suroboyo Bus kita perbanyak. Karena kalau platformnya trem dipastikan nggak bisa, dilihat dari masa konstruksinya sudah nggak bisa, selesai dua tahun," cetus Risma. Untuk diketahui, masa jabatan Tri Rismaharini sebagai Walikota Surabaya tinggal dua tahun lagi. **foto** Nasib Park and Ride Batalnya proyek trem maupun monorel, tak membuat warga kota Surabaya risau. Justru publik bertanya-tanya soal gedung park and ride yang sudah dibangun Pemkot Surabaya dan kini dikelola Dinas Perhubungan (Dishub) Kota Surabaya. Padahal, gedung itu dibangun semula untuk sarana pendukung AMC, yakni lokasi berhentinya angkutan pengumpan (angkutan feeder) seperti angkutan kota. Lantaran proyek monorel batal, gedung park and ride berubah fungsi menjadi parkir inap. Seperti gedung park and ride di Jalan Mayjen Sungkono yang dibangun menghabiskan dana APBD Rp 25 miliar. Warga sekitar memanfaatkan gedung itu untuk memarkir mobilnya, karena tak memiliki garasi di rumahnya. "Sayang juga mas kalau (trem dan monorel) batal. Tapi ada untungnya sih, saya bisa parkir di sini (park and ride Mayjend Sungkono) terus, soalnya di rumah ndak ada garasinya hahahaha," ucap Azis, warga Dukuh Pakis. Ini dibenarkan kata M Iqbal A, salah satu pengawas parkir dari anggota Dishub, Rabu (12/12/2018). Menurutnya, selain warga sekitar, pegawai kantor yang tak jauh dari lokasi parkir juga memanfaatkan gedung tersebut. "Yang parkir banyak dari karyawan bank di depan itu mas, kadang karyawan-karyawan yang tak jauh dari sini," katanya. Masih kata Iqbal, untuk lantai 2 dan 3 yang berkapasitas menampung 40 an mobil, biasanya digunakam untuk parkir warga sekitar yang tidak memiliki lahan parkir di rumahnya. Sedangakan lantai yang berkapasitas 20 mobil dan 60 motor digunakan untuk pegawai kantoran yang tak jauh dari lokasi parkir. Menurut Iqbal, harga yang relatif murah, membuat masyarakat lebih memilih tempat tersebut untuk memarkir kendaraanya. Tarif untuk mobil Rp 8000 sedangkan motor dikenakan tarif Rp 3000. Kita tarifnya kalau berganti tanggal, maka dikenakan dua hari mas, dan bayarnya harus double. Mungkin nyaman dan murah ya, jadi warga banyak yang parkir di sini. Buktinya saja lantai satu hanya tersisa untuk 4 mobil, lantai 2 kosong 1, sedangkan lantai 3 kosong 7, tambah Iqbal. Sebelumnya Kepala Dishub Surabaya Irvan Wahyu Drajat mengatakan akan membangun lagi fasilitas park and ride di kawasan Surabaya. Seperti di Joyoboyo, disiapkan anggaran besar senilai Rp 170 miliar. Dijelaskan, pembangunan park and ride di Joyoboyo menggunakan anggaran multiyears. Sisa pembangunan akan kembali dilanjutkan pada 2019. Nantinya, gedung lima lantai itu akan bisa mengakomodir volume parkir hingga 180 kendaraan roda empat. Sedangkan untuk roda dua jumlahnya bisa lebih banyak. Karena luas dan bersinergi dengan terminal Joyoboyo, anggarannya cukup besar, jelasnya. **foto** Jadi Polemik Batalnya angkutan massal cepat yang mana trem termasuk di dalamnya sudah dilakukan sejak 2014 lalu oleh tim pengkaji yang terdiri dari sejumlah akademisi dan Pemkot Surabaya. Tapi pada akhirnya, proyek ini gagal diwujudkan Walikota Surabaya Tri Rismaharini yang baru saja menerima penghargaan internasional di ajang Guangzhou Award 2018. Ini yang menjadi polemik, mengingat Tri Rismaharini banyak memperoleh penghargaan, tapi dinilai belum mampu memecahkan permasalahan transportasi dan kemacetan di Surabaya. Meskipun prestasi Surabaya telah diakui hingga tingkat dunia sebenarnya terdapat satu permasalahan yan belum terselesaikan yaitu, angkutan massal. Di kota besar, angkutan umum massal harus berjalan dengan baik untuk mengurangi kemacetan. Tingkat presentase penggunaan kendaraan pribadi harus sekitar 20-30 persen, sementara itu angkutan umum 70 persen. Namun, yang terjadi di Surabaya sampai saat ini adalah sebaliknya dengan penggunaan kendaraan pribadi mencapai 70 persen, ungkap Machsus, S.T, M.T, pakar transportasi dari ITS Surabaya, Rabu (12/12) kemarin. Angkutan umum massal di Surabaya telah ada wacana mengenai trem yang diusahakan oleh Risma sejak awal pemerintahannya yang tidak terealisasi digantikan oleh Bus Suroboyo. Keduanya memiliki segmentasi masing-masing yang tidak bertolak belakang. Namun, Machsus menyampaikan kelemahan dari Bus Suroboyo. Bila melihat Bus Suroboyo maka kelemahannya terletak pada memiliki jalur yang sama dengan kendaraan lainnya sehingga dapat terjebak kemacetan, terang dia. Tidak hanya itu, Machsus juga menyampaikan kritik terhadap Bus Suroboyo yang dinilainya tidak memiliki fleksibilitas. Sebenarnya Bus Suroboyo tidak efektif dengan cara pembayarannya menggunakan botol plastik. Tidak mungkin selamanya menggunakan barang tersebut apalagi sekarang dengan adanya pembayaran lebih mudah seperti e-money. Bila nantinya pembayaran lebih fleksibel akan meningkatkan tingkat okupansi masyarakat pada bus ini, jelasnya. Transportasi Gerbangkertasusila Sementara itu, Pengamat Ekonomi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Negeri Airlangga (Unair) Surabaya Gigih Prihantono mengatakan, dia sebenarnya sudah pernah mengajukan alternatif transportasi massal selain trem. Beberapa tahun silam, dia sempat mengusulkan Bus Rapid Transit (BRT) seperti Bus Trans Jakarta untuk kebutuhan Surabaya. Pada waktu yang sama dia juga sempat mengusulkan Mass Rapid Transit (MRT). "Tapi untuk MRT kami waktu itu mengusulkan bukan untuk Surabaya saja, tapi yang menghubungkan Gerbangkertasusila (Gresik-Bangkalan-Mojokerto-Surabaya-Sidoarjo-Lamongan)," ungkapnya. Alasannya, sebenarnya aktivitas ekonomi di wilayah Surabaya dan sekitarnya tidak seperti di Jakarta, yang mana Jakarta menjadi pusat ekonomi dari daerah di sekitarnya seperti Depok atau Tangerang. "Kalau di sini kan sudah menyebar, Sidoarjo dan Gresik industrinya juga sudah tumbuh. Jadi saya rasa, untuk transportasi di dalam kota cukup dengan bus saja," katanya. n

Editor : Redaksi

Tag :

BERITA TERBARU