Home / Surabaya : Revitalisasi Jalan Tunjungan Sedot APBD Puluhan Mi

Risma, Dibayangi Kegagalan

author surabayapagi.com

- Pewarta

Jumat, 04 Jan 2019 08:20 WIB

Risma, Dibayangi Kegagalan

Noviyanti Tri, Alqomar Tim Wartawan Surabaya Pagi Sudah puluhan miliar dana APBD dihabiskan Pemkot Surabaya, untuk merevitalisasi kawasan Tunjungan sebagai kawasan heritage dan tempat mlaku-mlaku (jalan-jalan). Namun kebijakan Walikota Surabaya Tri Rismaharini yang masuk dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) 2016-2021 itu dibayangi kegagalan. Pasalnya, kebijakan itu justru tak mampu menghidupkan perekonomian rakyat kecil. Padahal di era kolonial, kawasan Tunjungan menjadi pusat komersial kota Surabaya. ---- Salah satu bangunan terkenal di jalan ini adalah Gedung Siola, yang kini diubah Walikota Tri Rismaharini menjadi gedung pelayanan publik dan museum. Padahal, Siola dikenal sebagai toko serba ada Inggris yang bernama Whiteaway. Pada 1940-an, toko tersebut dipakai untuk menjual barang-barang yang didatangkan dari Jepang dan berganti menjadi Toko Chiyoda. Ironisnya lagi, Pasar Tunjungan yang merupakan pasar rakyat malah tak diurus Pemkot Surabaya. Bahkan, pasar yang berada di persimpangan Jalan Tunjungan dan Jalan Embong Malang (segi tiga emas), kondisinya memprihatinkan. Bangunan di dalamnya rusak dan banyak toko yang tutup. Karena itulah, para pedagang Pasar Tunjungan akan menggugat Walikota Surabaya Tri Rismaharini dan Perusahaan Daerah (PD) Pasar Surya, lantaran tak kunjung merevitalisasi seperti direncanakan. Kondisi toko di Jalan Praban tak jauh beda. Padahal, kawasan ini tersambung langsung dengan jalan Tunjungan. Dulunya Jalan. Praban menjadi pusat penjualan sepatu. Namun sekarang terpantau sepi. Seperti diungkapkan Sukis, pemilik toko Andalas. Toko yang berdiri sejak 1989 ini omzet penjualannya drop. Menurut Sukis, tokonya kalah bersaing dengan mall besar yang lokasinya berdekatan dengan Praban. Yakni, Tunjungan Plaza (TP) dan BG Junction. Apalagi sekarang online shop marak, toko di sini tambah semakin sepi, ucap Sukis ditemui Surabaya Pagi, Kamis (3/1/2019). Karena itu pula, lanjut Sukis, ia juga memasarkan produk sepatunya secara online. Dikatakan Sukis, ia dan pedagang lain di Praban bisa bertahan bukan lantaran adanya revitalisasi Tunjungan maupun kegiatan Mlaku-mlaku Nang Tunjungan yang digelar Pemkot. Justru kebijakan Pemkot itu dirasa tak terbukti usahanya lebih maju. Masalah utama di sini (Praban) karena pengunjung tak bisa parkir. Mereka (calon pembeli, red) tak mau ribet. Kalau parkir di trotoar depan toko dilarang mbak. Boleh parkir tapi di seberang jalan, lha mereka kan gak mau. Jadi toko di sini sekarang makin sepi," papar dia. Toko Fiqih juga sepi pembeli. Menurut Nuri, pemilik toko, sepinya toko karena tidak adanya lahan parkir. Nuri mengaku setiap harinya hanya dapat menjual 5 pasang sepatu. Di sisi lain, ia harus membayar biaya sewa toko Rp 4,5 juta perbulan. Berat kondisi sekarang mbak, ungkapnya. Adanya perbaikan trotoar atau di sepanjang Jl. Praban dirasakan Nuri memang mempercantik kawasan tersebut. Namun malah menurunkan omzet penjualan, karena tidak adanya lahan parkir. Masalah utamanya ya lahan parkir, tandasnya. Kalah dengan Mall Sementara itu, sejumlah toko di sepanjang Jl. Tunjungan juga mengeluh. Ulfa, pegawai Toko Bata mengungkapkan setiap hari pengunjung yang datang di kisaran 10-20 orang. Namun mereka tak semua membeli sepatu atau sandal. "Menurut saya dipercantik bagaimana pun jalan Tunjungan ini, ya akan tetap seperti ini. Ramai tidaknya pembeli tidak dapat diprediksi karena banyak toko yang tutup juga," ujarnya. Berbeda dengan toko alat elektronik di sebelahnya. Toko Edison yang berdiri sejak tahun 1971, sepi pengunjung. Menurut Candra, pemilik toko, penurunan penjualan sudah dirasakan lama. Sekarang semakin menurun karena banyaknya pesaing di lingkup penjualan elektronik. Mall besar sana lengkap, ada apa saja. Belum lagi online shop, ucap Candra. Menurut dia revitalisasi Jalan Tunjungan tidak mampu mengangkat kejayaan tempo dulu. "Meski sudah dipercantik dan trotoar dibuat lebar untuk pejalan kaki untuk apa? Malah menambah kemacetan karena jalan menjadi sempit, lanjutnya. Pertokoan dan perkantoran yang bertahan di Jalan Tunjungan, menurut Candra, hanya berkisar 50%. Harusnya ini jadi perhatian Pemkot. Kalau menurut saya kota bukan hanya harus terlihat cantik dan manis, namun juga harus diimbangi sarana penunjang agar ekonomi di sini bergairah, jelasnya. Mengenai kegiatan Mlaku-mlaku nang Tunjungan, Candra mengaku justru merugikan pedagang. Sebab pelanggan akan mengira toko tutup. "Kalau mlaku-mlaku nang Tunjungan itu di hari libur pasti kami merasa sangat dirugikan mbak, karena mau tidak mau harus saya tutup. Percuma pelanggan kami mengira toko tutup karena acara itu," ungkapnya. Warga Protes Sementara itu, sejumlah warga yang tinggal di sekitar jalan Tunjungan mengaku tak merasakan dampak kebijakan revitalisasi kawasan itu. Rosidah, misalnya. Wanita yang tinggal di kampung Blauran RT 3 RW 1 yang dekat Jl. Tunjungan itu menyebut kegiatan Mlaku-mlaku nang Tunjungan yang biasa digelar sebulan sekali oleh Pemkot Surabaya, hanya menarik warga lain di luar Tunjungan dan sekitarnya. Mereka memang mencicipi kuliner yang dijual saat kegiatan itu. Namun, kata Rosidah, toko-toko di kawasan Tunjungan kembali sepi, begitu kegiatan itu selesei. Sampean lihat banyak toko yang tutup di sini (Tunjungan). Padahal toko yang tutup itu harusnya bisa dimanfaatkan untuk UKM (usaha kecil dan menengah, red) agar ada wajah baru di jalan Tunjungan. Bukan hanya toko lama dan trotoar yang lebar untuk selfi-selfi, papar dia. Wanita ini mengaku senang jika Walikota Tri Rismaharni dapat menghidupkan Tunjungan seperti pada masa kejayaannya, yang dapat membangkitkan ekonomi masyarakat. Kami berharap warga sekitar Tunjungan ini dilibatkan dengan ikut berdagang atau boleh membuka lahan parkir di sini, harap Rosidah. Titi, warga RW 1 Blauran, mengungkapkan senada. Ia menyayangkan jalan Tunjungan hanya untuk foto-foto. Sedang pedestrian/trotoar yang lebar tak memberi kesempatan warga sekitar untuk berdagang. Kami senang jika Tunjungan dapat hidup seperti zaman dulu yang mambantu perekonomian warga Surabaya, cetusnya. Habiskan Puluhan Miliar Untuk diketahui, revitalisasi kawasan Jalan Tunjungan sebagai kawasan heritage dan tempat mlaku-mlaku-nya Arek Suroboyo, terus diupayakan untuk diwujudkan Pemkot Surabaya. Bahkan, sudah puluhan miliar dana APBD dihabiskan untuk mewujudkan mimpi itu. Agus Imam Sonhaji saat masih menjabat Kepala Bappeko Surabaya menyebut anggaran Rp 8 miliar untuk menghidupkan lagi Jalan Tunjungan. Dana sebesar itu salah satunya digunakan untuk pembangunan jalur pedestrian. Kawasan Tunjungan akan dibuat semacam pedestrian walk atau lebih keren disebut T-walk. Skema selanjutnya, Pemkot melakukan pelebaran Jalan Simpang Dukuh, lantaran jalan Tunjungandisiapkan untuk untuk mobil (1 jalur), sepeda motor (1 jalur) dan jalur satunya untuk Trem. Namun proyek Trem ternyata gagal. Pemkot Surabaya saat ini telah membebaskan lahan di kawasan Simpang Dukuh sebanyak 17 persil untuk melanjutkan proyek pelebaran jalan. Kepala Dinas Pematusan Umum dan Bina Marga (DPUBMP) Erna Purnawati total dana Rp47 miliar dan yang dikonsinyasi senilai Rp32 miliar. Paling besar Hotel Inna Simpang senilai Rp22 miliar, sebut Erna saat itu (23/11/2018). n

Editor : Redaksi

Tag :

BERITA TERBARU