Rekayasa Kasus hingga Gelapkan Fakta

author surabayapagi.com

- Pewarta

Selasa, 16 Jan 2018 01:42 WIB

Rekayasa Kasus hingga Gelapkan Fakta

Mantan pengacara terdakwa kasus korupsi e-KTP Setya Novanto, Fredrich Yunadi, Senin (15/1/2018), menjalani pemeriksaan di KPK. Fredrich dituduh menghalang-halangi penyelidikan KPK terhadap Setya Novanto dengan memesan kamar di RS Medika Permata Hijau. Namun, Fredrich merasa tidak merekayasa kasus dan mengklaim memiliki bukti. Siapa yang benar? Kasus ini pun terus menjadi polemik. ---------- Pengajar hukum pidana Universitas Bung Karno, Azmi Syahputra menilai, panjangnya daftar advokat yang terjerat suap dan korupsi menunjukkan ada nilai-nilai yang hilang dari fungsi advokat untuk menjaga kehormatan dan kewibawaan hukum serta martabat profesi. Menurutnya, profesi advokat juga berfungsi sebagai pendidik hukum. Pendidikan hukum adalah pendidikan kemanusiaan. Menurutnya, seharusnya advokat meluruskan persoalan hukum kliennya agar kembali pada makna tercapainya tujuan hukum dan nilai-nilai kemanusiaan. "Ini yang hilang dan bablas dalam menjalankan profesi advokat kebanyakan malah kini jadi keliru bahkan melakukan hal yang bertentangan dengan etika dan nilai nilai keluhuran profesi sampai merekayasa, kesaksian palsu bahkan menggelapkan fakta," kata Azmi, kemarin. Dia mengatakan, di sinilah makna etika seharusnya menjadi samudera hukum dengan memiliki keseimbangan kepentingan. Pasal 16 Undang-Undang Nomor 18 tahun 2003 tentang Advokat mengatur imunitas profesi pengacara. Namun bukan berarti advokat kebal hukum. "Jadi hak imunitas dalam Pasal 16 UU Advokat tidak bisa menjadi tameng pembenar," katanya. Hak imunitas itu berlaku sepanjang advokat mempertahankan kepentingan klien dengan itikad baik, proses jujur, dan tidak tidak bertentangan dengan undang-undang, nilai- nilai prinsip moral serta mengedepankan kepentingan bangsa yang lebih besar. Sebelumnya, Indonesia Corruption Wach mencatat sejak 2005 sampai sekarang sebanyak 22 advokat terjerat Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi diantaranya Fredrich Yunadi, pengacara Setya Novanto. Dari jumlah itu, 16 advokat terlibat dalam kasus penyuapan, empat advokat dalam kasus merintangi penyidikan dan dua advokat memberikan keterangan yang tidak benar. "Perbuatan ini seolah-olah dilakukan demi kepentingan klien, padahal suap-menyuap sendiri sudah merupakan tindak pidana, terlepas dari siapa yang memberikan suap," kata Peneliti lCW Lalola Easter. Fredrich Kesal Sementara itu, Fredrich Yunadi menampik kecelakaan yang dialami Setya Novanto hanya rekayasa. Dia menyebut, polisi juga sudah menyimpulkan kalau apa yang dialami Novanto murni kecelakaan. "Itu semua pelecehan. Polisi sudah menyatakan ini murni kecelakaan," kata Fredrich di Gedung KPK, Senin (15/1) kemarin. Ia kembali diperiksa sebagai tersangka kasus dugaan merintangi proses hukum korupsi KTP-elektronik yang menjerat Novanto. Fredrich menyatakan, kalau memang hasil penyelidikan polisi soal kecelakaan tidak dipercaya, KPK telah melecehkan institusi Polri. Fredrich juga mempertanyakan mengapa KPK tidak memeriksa lembaga kepolisian. "Kenapa dia (KPK) enggak periksa Kapolri (Jenderal Tito Karnavian), kalau mengatakan itu (kecelakaan) rekayasa, periksa polisi dong," ucapnya. Peradi Tunggu KPK Ketua Dewan Pembina Peradi Otto Hasibuan mengatakan, saat ini baik KPK maupun Fredrich sama-sama merasa benar. Fredrich membantah semua tuduhan KPK soal rekayasa menghalangi penyidikan. Sedangkan KPK mengaku punya bukti kuat keterlibatan Fredrich. "Kita tidak boleh gegabah. Kita lihat nanti siapa yang benar dan siapa yang salah. Biar proses hukum yang membuktikan," tegas Otto. Peradi memilih menunggu proses hukum terhadap Fredrich selesai. Jika memang Fredrich bersalah, maka ada sanksi yang diberikan. Tidak tanggung-tanggung, Fredrich terancam kehilangan profesinya sebagai advokat jika proses hukum membuktikannya bersalah. "(Sanksi) Tergantung pelanggarannya. Kalau pelanggaran berat seperti yang di KPK ini dan terbukti tuduhan dia bersalah dengan hukuman di atas 5 tahun ya dia tidak bisa beracara. Kalau tidak terbukti, tidak masalah," jelasnya. Dewan pembina Peradi sudah menggelar rapat khusus membahas persoalan yang menjerat Fredrich. Dia menjelaskan, untuk kasus pelanggaran etik advokat, biasanya baru diproses jika ada laporan. Namun khusus Fredrich, komisi pengawas bisa memanggil Fredrich untuk klarifikasi soal tuduhan dari KPK soal merekayasa kasus. "Kalau layak bisa dibawa ke dewan kehormatan untuk sidang etik," ucapnya. Otto yang juga mantan pengacara Setya Novanto ini mengatakan, pemeriksaan etik bisa digelar bersamaan dengan proses hukum yang berjalan di KPK. "Proses etik bisa bersamaan, kalau sanksi menunggu proses hukum," pungkasnya. n jk/an/ma

Editor : Redaksi

Tag :

BERITA TERBARU