Pungli BPN Belum Sembuh

author surabayapagi.com

- Pewarta

Rabu, 17 Jul 2019 07:50 WIB

Pungli BPN Belum Sembuh

Banyak Pengaduan ke Ombudsman Jatim. Bahkan Akademisi Agraria di Surabaya Menyebut Pungli dan Mafia Tanah Merajalela. KPK Diminta OTT ke Pejabat BPN Laporan:Rangga Putra-Hermi (Tim Wartawan Surabaya Pagi) Hajar pungutan liar (pungli) yang disampaikan Presiden Joko Widodo dalam pidato kemenangan, Minggu (14/7) lalu, membuat aktivis anti-korupsi dan akademisi hukum di Surabaya bertanya-tanya. Pasalnya, lima tahun silam, Jokowi sudah membentuk Satgas Saber Pungli yang dipimpin polisi jenderal bintang tiga (Komjen). Ternyata, belum sepenuhnya praktik pungli dibabat habis oleh Satgas yang dibentuk berdasarkan Perpres Nomor 87 Tahun 2016 tersebut. Termasuk di Jawa Timur. Berdasar data Ombudsman RI Perwakilan Jawa Timur, ribuan pengaduan pungli telah diterimanya. Terbanyak justru dugaan pungli pengurusan sertifikat tanah di Badan Pertanahan Nasional (BPN) dan perijinan pada Pemerintahan Kota (Pemkot)-Pemerintahan Kabupaten (Pemkab) di Jatim, masih ada. Tak hanya pungli, mafia tanah yang kerap merugikan rakyat kecil disinyalir masih gentayangan di Jatim. Bahkan, Polrestabes pernah melakukan operasi tangkap tangan (OTT) dengan menggerebek Kantor BPN Kota Surabaya II. Data yang dihimpunSurabaya Pagi dari Ombudsman Jatim, Selasa (16/7/2019), pengaduan yang masuk sebenarnya mencapai ribuan. Namun setelah diverifikasi, hanya beberapa yang layak ditindaklanjuti. Tahun 2018 misalnya, Ombudsman menerima sebanyak 406 laporan. Dari jumlah itu, 17 laporan diantaranya terkait pungutan liar. Sedangkan untuk tahun 2019, sejak Januari hingga Juli ini hanya 3 pengaduan pungutan liar dari 136 jenis laporan lainnya. Pengaduan pungutan liar itu kebanyakan di BPN, sekolah/pendidikan, perijinan pemerintahan. Sementara 3 dugaan pungutan liar tahun 2019 di ruang lingkup sekolah dan kepolisian. Yakni Surabaya, Sidoarjo dan Malang. "Pengaduan di pelayanan publik itu sekitar 4 persen dugaan mal adminitrasi, masuk dalam pelayanan bidang perijinan dan pendidikan. Dua hal yang kita sorot yang menjadi ladang potensi terjadinya pungli," ujar Kepala Ombudsman Jatim, Dr. Agus Widiyarta, S.sos, M.Si saat di temui diruang kantornya Jalan Ngagel Gubeng Surabaya, kemarin (16/7/2019). Modus pungli di tingkat pendidikan, lanjut Agus, melalui komite yang anggotanya para wali murid. "Modusnya kerja sama antara komite dan sekolah. Misal sekolah perlu dana rehabilitasi gedung . Lalu komite menyetujui dananya kurang 100 juta, misalnya. Setelah itu 100 juta dibagi untuk siswa di sekolah itu. Misalnya jumlahnya 3 ribu, maka 100 juta dibagi 3 ribu siswa. bayar tanggal sekian dan sampai sekian, itu namanya pungli," sebutnya. Nanti bakal banyak laporan setelah PPDB ke kita," imbuh Agus. Sementara modus pungli perijinan investasi atau perijinan online, Agus mengungkapkan bahwa presiden memberi kemudahan untuk berinvestasi dengan metode OSS (One Single Submission). Namun faktanya, tidak ditindaklanjuti oleh pemerintah daerah. Ketika pengusaha atau investor mau melengkapi komitmen terhadap NIB (Nomor Induk Berusaha) yang sudah dikeluarkan oleh OSS itu sulit. Salahsatunya, sebut Agus, ada permintaan sejumlah uang dari pemerintah daerah itu. "Umpama dapat NIB. Dia harus memenuhi ijin prinsip. Orang berinvestasi pertama kali pengusaha ijin prinsip. Ijin prinsip masih ada kabupaten/kota yang dikeluarkan oleh bupati. Padahal kalau sudah pelayanan terpadu yang mengeluarkan adalah kepala badan penanaman modal dan pelayanan ijin terpadu. Tapi masih banyak dikeluarkan oleh bupati, di situlah terjadi pungli," beber Agus. Pungli Pertanahan Data yang diungkap Ombudsman RI, ada benarnya. Pungli di BPN, misalnya, Tim Saber Pungli Polrestabes pernah menggerebek Kantor BPN Kota Surabaya II, di Jalan Krembangan Barat 57, pada 9 Juni 2017. Saat itu terungkap, oknum BPN menarik pungli ke warga yang mengurus sertifikat sebesar Rp 10-16 juta. Jumlah tersebut bisa semakin besar tergantung luas tanah yang dimohonkan. Berdasar penyidikan saat itu, untuk menjalankan pungli tersebut bagian seksi pengukuran membuat rekening taktis untuk menampung hasil pungli. Sedang pola gerak permainan pungli, awalnya pemohon harus mendaftar ke bagian pengukuran. Surat perintah setor (SPS) pun dikeluarkan secara resmi kepada pemohon untuk menyetorkan sejumlah uang yang telah diatur di dalam Peraturan Pemerintah No 128 Tahun 2015 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). Besaran uangnya bergantung pada luas tanah. Saat SPS keluar, pemohon harus bayar. Namun ini resmi karena diatur dalam PP tersebut. Lalu, petugas turun ke lapangan untuk mengukur tanah pemohon. Setelah selesai mengukur objek tanah yang diajukan, tugas kantor pertanahan tinggal satu. Yakni, mengeluarkan peta hasil pengukuran lahan (peta ukur/peta bidang). Permainan di celah ini. Saat pengukuran selesai dan sebelum menerbitkan peta ukur/peta bidang. Petugas meminta tambahan biaya dengan dalih percepatan penerbitan peta tersebut. Pasca OTT itu, DPRD Kota Surabaya juga pernah melakukan sidak ke BPN Kota Surabaya II yang dilakukan 30 Junuari 2019. Saat itu, DPRD menemukan 2.763 sertifikat tanah warga dalam program Sertifikat Massal Swadaya (SMS) belum diselesaikan. Pengurusan sertifikat itu untuk wilayah Surabaya Utara dan Surabaya Timur. Lantas, bagaimana kondisi saat ini? Pakar hukum agraria Universitas Surabaya (Ubaya) Sudiman Sidabukke mensinyalir potensi pungli dalam pengurusan sertifikat tanag itu masih ada. Indikasi ini terlihat dari sikap Presiden Joko Widodo yang geregetan dengan aksi pungli dan mafia tanah. Oleh sebab itu, sebelum ini Presiden memerintahkan BPN-BPN untuk menyelesaikan puluhan ribu sertifikat tanah demi kepentingan rakyat kecil. "Presiden ini kelihatan kalau geregetan dengan lambatnya penerbitan sertifikat tanah di BPN. Maka dari itu beliau menargetkan sekian puluh ribu sertifikat," cetus Sudiman kepadaSurabaya Pagi, Selasa (16/7/2019). Menurut Sudiman, dengan penerbitan sertifikat yang cepat bagi rakyat, hal itu rupanya mendorong pertumbuhan ekonomi. Sudiman menyebut, sejak adanya kebijakan puluhan ribu sertifikat tersebut, rakyat yang mengajukan kredit di bank juga turut meningkat. Sertifikat yang diperoleh tadi, digunakan sebagai agunan untuk memperoleh pinjaman bank demi usaha yang bakal dirintis. Walau begitu, upaya yang sudah baik ini masih dihantui oleh aksi pungli dan mafia tanah. Apalagi, sambung Sudiman, birokrasi dalam BPN sendiri terbilang rumit. Akibatnya, menjamurlah praktik-praktik curang (pungli). Sebetulnya, terdapat tim Saber Pungli yang dibentuk khusus untuk menangani problem seperti ini. Namun menurut Sudiman, tim Saber Pungli saat ini tidak terdengar lagi gaungnya. Mereka hanya ramai bergerak ketika terjadi dugaan pungli di pelabuhan Tanjung Perak beberapa waktu lalu. KPK, sambung Sudiman, adalah lembaga yang mestinya bisa mengurai persoalan pungli dan mafia tanah. Menurutnya, KPK belum pernah menangani kasus korupsi di bidang pertanahan. Oleh sebab itu, Sudiman meminta KPK untuk memelototi BPN-BPN se-Indonesia. Namun begitu, publik mestinya juga tidak tergantung pada KPK. "Kepolisian dan kejaksaan di daerah-daerah mestinya bergerak, tidak tunggu laporan. Soal pungli dan mafia tanah ini sudah merajalela," tandas Sudiman. Mafia Tanah Terpisah, praktisi hukum agraria kota Surabaya, Antonius Santoso Kusumadjaya, juga mengaku geram dengan maraknya pungli di BPN. Bahkan dia mengusulkan supaya dibentuk lembaga eksternal khusus untuk mengawasi kerja BPN. Soalnya, pertanahan sangat erat hubungannya dengan kesejahteraan rakyat. Menurut Antonius, terdapat mafia tanah yang tidak ragu-ragu untuk menyengsarakan rakyat demi kepentingan pribadi dan golongan mereka. Contohnya, apabila terjadi sengketa tanah yang melibatkan rakyat kecil, para mafia tanah ini tidak khawatir kalau masalahnya di bawa ke meja hijau. Pasalnya, para mafia tanah ini mampu mempengaruhi penegak hukum. "Rakyat menderita dua kali. Pertama tanahnya dicaplok, kedua kalau dibawa ke jalur hukum, rakyat bisa-bisa babak belur sendiri," ungkap Antonius. Sepakat dengan pernyataan Sudiman, KPK saat ini adalah sat-satunya lembaga penegak hukum yang dipercaya rakyat. Tim Saber Pungli sendiri dinilainya tidak akan mampu mengungkap praktik-praktik kotor di bidang pertanahan nasional. "KPK juga mestinya memprioritaskan dugaan korupsi di bidang pertanahan. Atau ada opsi lain dengan membentuk lembaga pengawas eksternal yang khusus mengawasi BPN," usul Antonius. n

Editor : Redaksi

Tag :

BERITA TERBARU