Home / Surabaya : Nasib Jembatan Suroboyo Setelah Dibuka Kembali

Proyek Risma, yang Tetap Gagal Dongkrak Ekonomi Warga

author surabayapagi.com

- Pewarta

Rabu, 10 Apr 2019 09:19 WIB

Proyek Risma, yang Tetap Gagal Dongkrak Ekonomi Warga

Setelah 10 bulan ditutup, Jembatan Suroboyo dibuka lagi sejak 16 Februari 2019. Namun hingga saat ini, tempat wisata yang dibangun Walikota Tri Rismaharini ini masih tak mampu mendongkrak perekonomian warga. Toko oleh-oleh di sana tetap sepi pembeli. Begitu juga pedagang di Sentra Ikan Bulak (SIB), dagangannya tak ada yang laku. Justru mereka terpaksa pindah jualan di pinggir jalan. Inikah bukti kegagalan walikota dua periode ini? Padahal masih di kawasan ini, Risma sedang membangun patung Suro & Boyo raksasa yang akan menjadi kado ulang tahun Kota Surabaya ke 726. ------------ Rangga Putra, Wartawan Surabaya Pagi Sore itu (9/4/2019), sekitar pukul 15.00 Wib, puluhan muda-mudi tampak bersantai di tengah Jembatan Suroboyo, Kenjeran. Beberapa di antara mereka ada yang berfoto-foto selfie dengan latar belakang laut Jawa. Sementara yang lain hanya sekedar duduk-duduk bercengkerama. Bagian utama jembatan yang diresmikan 9 Juli 2016 ini memang cukup unik. Arsitekturnya terkesan rumit tapi futuristik. Struktur baja yang terangkai di bagian atas, membuat siapa pun yang berada di bawahnya, merasa teduh. Namun di suatu sudut jembatan yang terpisah, tampak seorang nenek penjaja makanan dan minuman tertunduk lesu. Panasnya pancaran sinar matahari, membuat keringat nenek ini mengalir. Rupanya, dia dilarang berjualan di bagian tengah jembatan. Ada Satpol PP, mas, cetus nenek ini. Tapi, Surabaya Pagi tidak menemukan satu pun manusia berseragam coklat khas pamong praja. Mayoritas, pengunjung Jembatan Suroboyo adalah kaum muda-mudi. Ada pula yang tengah berfoto untuk keperluan pre-wedding. Tetapi, di tengah puluhan pengunjung, tidak ada petugas berseragam. Itu Mas, yang pakai (baju) safari, tunjuk ibu-ibu tadi. Ibu PKL satu ini menceritakan, semua pedagang dilarang berjualan di bagian utama Jembatan Suroboyo. Mereka hanya diperbolehkan menjajakan barang dagangan di luar bagian utama. Kalau jembatan waktu masih ditutup dulu, ya ndak jualan, jelasnya, Untuk diketahui, Pemkot Surabaya membangun Jembatan Suroboyo dengan nilai anggaran yang mencapai Rp207 miliar. Tujuannya, dengan terbangunnya jembatan yang berpotensi wisata, bisa menambah penghasilan penduduk sekitar. Namun, ketika jembatan itu sudah berdiri, tetap tidak ada yang berubah. Surabaya Pagi pun melanjutkan perjalanan. Di sepanjang pertigaan Jalan Sukolilo - Jembatan Suroboyo, berderet toko oleh-oleh. Namun, tidak tampak ada aktifitas transaksi di setiap toko, sore itu. Di satu toko oleh-oleh di Jalan Sukolilo, terlihat seorang nenek tengah memangku cucunya sambil menonton televisi. Saat Surabaya Pagi bertandang, dia tampak terkejut. Setelah basa-basi, nenek bernama Sri Indah ini menyebut kalau seharian tidak ada tamu yang berniat membeli oleh-oleh. Bahkan, menurutnya toko oleh-oleh di sepanjang Jalan Sukolilo ini hanya ramai satu tahun sekali. Cuma pas riyoyoan, Mas. Setahun pisan rame, ungkapnya. Dino iki ae cuma sampeyan sing tuku, lanjut nenek ini. Dia lantas mengungkapkan, ada atau tidak Jembatan Suroboyo, sejatinya tidak berpengaruh dengan meningkat maupun turunnya omzet pedagang. Walau begitu, pada masa Jembatan Suroboyo ini ditutup, terdapat beberapa tamu yang membeli oleh-oleh walau tidak banyak. Waktu masih ditutup dulu itu sempat ada beberapa yang beli, soalnya kan pada jalan kaki. Sepeda motornya diparkir, urai Sri. Pedagang SIB Sambat Agak jauh sekitar 2 Km dari Jembatan Suroboyo, terdapat Sentra Ikan Bulak (SIB). Sebelumnya, tempat ini digadang-gadang menjadi pusat olahan ikan terbesar di pesisir Kenjeran. Namun begitu, SIB yang dibangun dengan APBD puluhan miliar ini tampak sepi. Hanya ada beberapa pengunjung yang bisa dihitung dengan jari. Ya begini ini, Mas, cetus Tomo, salah seorang pedagang. Konsumen pada beli ikan ke yang jualan di pinggir jalan, ungkapnya. Menurutnya, setiap akhir pekan, dia bisa mengantongi uang Rp200 ribu. Namun ironisnya, pada hari biasa dia seringkali pulang tidak membawa uang sama sekali. Sebab, ikan asap maupun oleh-oleh yang dijualnya, tidak ada yang laku. Kemarin, dia terpaksa menelan ludah karena dagangannya masih lengkap. Walau begitu, para pedagang yang senasib tetap punya cara untuk menyambung hidup. Kalau gak laku, ya tak lempar (jual) ke orang yang jualan (nasi) penyetan, tutur Tomo yang menjual ikan keting dan berbagai jenis kerupuk. Pria ini mengungkapkan, SIB sepi lantaran ditinggal para penghuninya. Mereka yang hengkang, sebut Tomo, lebih memilih untuk berjualan di pinggir jalan. Nek ibuke teko (Wali Kota Tri Rismaharini, red), resik dalanan. Gak onok wong dodolan blas. Podo balik pindah mrene (Kalau Walikota ke seini, jalan bersih dari PKL. Mereka kembali lagi ke SIB, red), ungkap Tomo. Tapi nek ibuke wes balik, podo mbalik kabeh dodolan nang embong (Tapi kalau Walikota pulang, para pedagang jualan lagi di pinggir jalan, red), lanjut dia. Tak Dilibatkan Menurut Tomo, alasan para pedagang lebih memilih untuk kembali berjualan di pinggir jalan adalah beragam. Ada yang mengaku lebih laku jualan di pinggir jalan, ada juga yang karena jarak. Padahal gratis lho (jualan) di sini. Semua fasilitas disediakan. Pemkot sampek nggowo Tossa gawe njemput, ngono iku sek gak onok sing gelem dodolan nang kene (Pemkot sampai bawa Tossa --motor roda 3--untuk menjemput, tapi gak ada yang mau jualan di SIB, red), cerita Tomo. Baik Tomo maupun para pedagang yang masih bertahan di SIB, sudah mengetahui rencana Pemkot yang tengah menyelesaikan Taman Suroboyo serta kereta gantung (cable car). Walau warga dan pedagang tidak dilibatkan, tapi dia berharap rencana Pemkot itu segera dapat direalisasikan. Dengan begitu, pengunjung akan lebih tertarik untuk membeli ikan maupun oleh-oleh di SIB. Walau bagaimanapun, yang penting jangan sampai ada yang jualan di jalan. Satpol PP harus tegas, pinta dia. n

Editor : Redaksi

Tag :

BERITA TERBARU