Prostitusi di Surabaya Pindah ke Hotel, Anak-Anak Ditawarkan Rp 800 Ribu-Rp

author surabayapagi.com

- Pewarta

Senin, 29 Jul 2019 03:50 WIB

Prostitusi di Surabaya Pindah ke Hotel, Anak-Anak Ditawarkan Rp 800 Ribu-Rp

SURABAYAPAGI.com - Timbul Utomo (47), pria asal Bojonegoro yang tinggal di daerah Petemon Barat, Surabaya, diringkus Unit Jatanras Satreskrim Polrestabes Surabaya. Ia dibekuk hotel kawasan Jalan Kedungsari, Tegalsari, Surabaya, saat melacurkan sejumlah gadis di bawah umur. Gadis-gadis yang diinapkan di hotel itu dijual seharga Rp800 ribu hingga Rp1 juta untuk layanan hubungan badan dengan pria hidung belang. Timbul Utomo melakukan aksinya selama tiga bulan dengan menawarkan anak-anak berumur 15-16 tahun untuk layanan seksual kepada pria hidung belang melalui Facebook. Timbul memberikan iming-iming untuk mempekerjakan anak-anak tersebut. Pria pun mengajak dua korbannya ke sebuah hotel di kawasan Tegalsari. Di sana, korban disuruh menunggu sementara Timbul menawarkan dua anak berusia 15-16 tahun itu kepada pria hidung belang melalui Facebook miliknya. Saat pria hidung belang datang, para korban diminta melayani seksual dengan tarif hingga Rp1 juta untuk dua jam. "Kebetulan saat ini anak-anak, pengakuannya dua korban itu tapi sudah jalan tiga bulan," kata Kanit Jatanras Polrestabes Surabaya Iptu Giadi Nugraha, Minggu (28/7/2019). Selama tiga bulan, Timbul menggunakan akun Facebook bernama Mutia untuk memposting tawaran layanan seksual. "Dari pemeriksaan menawarkan kepada pria hidung belang. Sejak tanggal 11 Juli 2019 check in di dua kamar hotel jadi standby di sana," kata Giadi. Dari pemeriksaan Unit Jatanras Polrestabes Surabaya, ada dua korban anak perempuan berusia 15 tahun dan 16 tahun yang dibawa tersangka ke sebuah hotel. Saat melancarkan aksinya, Timbul memesan dua kamar hotel yang digunakan sebagai kamar tunggu para korban untuk bertemu sekaligus melayani pria hidung belang. Di hotel tersebut tersangka dibekuk oleh Unit Jatanras Polrestabes Surabaya. "Ada dua kamar hotel yang setiap hari digunakan berpindah-pindah kamar di hotel tersebut," kata Kanit Jatanras Polrestabes Surabaya Iptu Giadi Nugraha. Saat penangkapan, polisi menyita satu handphone, uang tunai Rp 130 ribu, 12 pembayaran nota atas nama tersangka Timbul, sprei dan dua kunci kamar hotel. Ditawarkan di Facebook Penawaran itu dilakukan Timbul melalui postingan sebuah Facebook bernama perempuan, Mutia. Melalui akun miliknya itu, pria yang tinggal kos di Petemon Barat Surabaya ini menawarkan dua anak perempuan berusia 15-16 tahun. "Korban ditawarkan. Penawarannya lewat Facebook ke pria-pria hidung belang, akunnya akun perempuan Mutia namanya," ujar Giadi. Giadi mengatakan, tersangka mematok tarif berkisar Rp800 ribu hingga Rp1 juta. Tarif tersebut untuk layanan seksual selama dua jam di kamar hotel kawasan Tegalsari Surabaya. "Tarifnya itu per dua jam, short time. Korbannya dikasih Rp400-500 ribu per dua jam itu," tambah dia. Sejak tanggal 11 Juli 2019, Timbul memesan dua kamar hotel yang disediakannya untuk tempat standby korban menunggu dan melayani pria hidung belang. Kedok menginap di sebuah hotel tersebut dibongkar polisi, Tersangka Timbul dibekuk Unit Jatanras Polrestabes Surabaya, Rabu (17/7/2019). Modus Baru Kasus perdagangan anak sebagai pekersa seks komersial di salah satu hotel Surabaya yang diungkap Polrestabes Surabaya, dinilai menjadi tren prostitusi anak di Surabaya. Sekretaris Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Jawa Timur, Isa Anshori mengungkapkan motif perdagangan anak dalam bentuk jaringan (online) seperti Facebook dan Twitter menunjukkan kegiatan prostitusi sebagai penyedia jasa layanan yang marak terjadi di Surabaya. "Surabaya sebagai kota jasa merupakan kota transit bagi siapapun memaksa Surabaya harus bisa memberi pelayanan yang baik. Kadang timbul hal negatif seperti penyediaan jasa layanan prostitusi," ungkapnya. Ia menambahkan walaupun beberapa lokalisasi telah ditutup namun bentuk perdagangan manusia terutama prostitusi hadir kembali dengan contoh melalui media sosial. "Meski Dolly sudah ditutup beberapa waktu yang lalu itu bukan berarti kegiatan prostitusi itu hilang," tambahnya. Sementara mengenai prostitusi anak, Isa mengungkap bahwa posisi anak dalam Undang-undang Perlindungan Anak adalah korban. "Rata-rata anak yang seperti itu pernah menjadi korban. Awalnya mereka biasanya menjadi korban dari orang dekatnya, lalu merasa kotor dan berdosa, sehingga mereka berpikiran sekalian saja mendapatkan," papar dia. n

Editor : Redaksi

Tag :

BERITA TERBARU