Politik Uang, Sumber Korupsi Kepala Daerah

author surabayapagi.com

- Pewarta

Kamis, 25 Jan 2018 01:00 WIB

Politik Uang, Sumber Korupsi Kepala Daerah

Jelang pelaksanaan Pilkada Serentak 2018, praktik politik uang untuk mendapatkan dukungan suara, menjadi sorotan. Bahkan, KPK bersama Polri membentuk Satgas yang siap menangkap pelaku politik uang (money politic). Pasalnya, politik uang dinilai menjadi sumber korupsi kepala daerah. Sementara sesuai UU No. 10 Tahun 2016 sebagaimana perubahan UU No. 8 Tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota (Pilkada) mengatur sanksi pidana bagi pihak manapun yang melakukan praktik politik uang. Terutama bagi calon kepala daerah. Pilkada sekarang harus menghilangkan money politic, karena ini awal sumber korupsi bagi paslon (pasangan calon) yang terpilih, ujar Wasekjen DPP PDIP Ahmad Basarah dalam diskusi di Megawati Institute, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (24/1/2018). Pria yang akrab disapa Baskara ini menjelaskan, hal itu dikarenakan secara kalkulasi politik antara dana politik pasangan calon yang melakukan money politic akan lebih banyak mengeluarkan dana. Kemudian, tidak seimbang pemasukannya ketika ia menjabat sebagai kepala daerah. Karena secara kalkulasi politik antara dana politik yang dikeluarkan untuk kampanye dengan penghasilan resmi seorang kepala daerah tidak linier dengan pengeluaran. Sehingga menjadi faktor pendorong kepala daerah itu untuk melakukan tindak pidana korupsi, tuturnya. Selain itu, Basarah menilai adanya politik uang dalam kegiatan pilkada akan memberikan berdampak jangka pendek terhadap kerusakan masyarakat. Money politic berdampak jangka pendek terhadap kerusakan masyarakat karena akan berimplikasi stabilitas keuangan negara yang ketika kredibilitas kepala daerahnya berjiwa korup. Ini rakyat yang akan dirugikan, tandasnya. Seperti diketahui, UU No. 10 Tahun 2016 tentang Pilkada mengatur sanksi pidana bagi pihak manapun yang menjalankan praktik politik uang. Seperti termuat dalam Pasal 187A UU Pilkada. Dalam pasal itu disebut orang yang terlibat politik uang sebagai pemberi bisa dipenjara paling singkat 36 bulan dan paling lama 72 bulan. Selain hukuman badan, pelaku juga dikenakan denda paling sedikit Rp 200 juta dan paling banyak Rp 1 miliar. n jk

Editor : Redaksi

Tag :

BERITA TERBARU