Pertarungan Risma dan Wisnu

author surabayapagi.com

- Pewarta

Senin, 25 Mar 2019 09:06 WIB

Pertarungan Risma dan Wisnu

Rangga Putra Hermi, Tim Wartawan Surabaya Pagi Siapa calon Walikota Surabaya yang pantas menggantikan Tri Rismaharini, masih gelap. Namun sejumlah nama yang akan meramaikan Pilwali Surabaya 2020 sudah bermunculan. Ada yang dari kalangan politisi lokal, anggota DPR RI hingga birokrat. Menariknya, beberapa pakar politik memprediksi akan terjadi Persaingan panas di internal PDIP. Khususnya, kubu Walikota Tri Rismaharini dengan Wakil Walikota Wisnu Sakti Buana yang juga Ketua DPC PDIP Surabaya. Karenanya, hasil Pemilu Serentak 2019 yang tinggal 24 hari ini menjadi pertaruhan. ------ Demikian diungkapkan peneliti Surabaya Survey Center (SSC) Surokim Abdussalam, pakar politik dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisip) Universitas Airlangga (Unair) Ucu Martanto dan Suko Widodo, yang dihubungi terpisah oleh Surabaya Pagi, Minggu (24/3/2019). Surokim mengungkapkan, dari survei SSC pada Desember 2018 di 31 kecamatan Surabaya, Wisnu Sakti Buana masih yang terkuat dengan elektabilitas tertinggi sekitar 15,4 persen. Tapi Pilwali Surabaya masih setahun lagi yang memungkinkan nama-nama yang sekarang muncul, bisa mengejar ketertinggalan elektabilitasnya. Di sisi lain, lanjut Surokim, Tri Rismaharini masih memiliki power. Pasalnya, pembangunan Surabaya yang dilakukannya diapresiasi banyak pihak. Sebenarnya saat ini yang terkuat masih Risma. Akan tetapi beliau sudah menjabat dua periode. Maka Wisnu yang saat ini Wakil Walikota Surabaya menjadi yang kuat untuk Pilwali 2020 nanti, papar Surokim. Meski begitu, menurut Surokim, berdasarkan data bulan Februari 2019, elektabilitas Wisnu hanya di kisaran 20%. Padahal, incumbent atau petahana disebut kuat jika elektabiltasnya di atas 40%. "Jadi Pak Wisnu bisa dibilang belum aman betul, tapi waktunya masih panjang setahun lagi. Secara teoritis butuh di atas 40% untuk angka aman," ungkap dosen komunikasi politik itu. Karena itu, tidak heran jika belakangan ini muncul sejumlah nama yang bakal meramaikan bursa Pilwali Surabaya 2020. Selain Wisnu Sakti, ada Adies Kadir dan Bambang Haryo, keduanya anggota DPR RI dari Partai Golkar dan Gerindra. Kemudian Fandi Utomo, mantan anggota DPR dari Partai Demokrat, yang kini menyeberang ke Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Adies Kadir dan Fandi Utomo pernah maju Pilwali Surabaya 2010, namun keok melawan Tri Rismaharini yang berpasangan dengan Bambang DH. Surokim memprediksi tokoh seperti Fandi Utomo dan Bambang Haryo, sulit melawan Wisnu Sakti. Selain incumbent, Wisnu yang juga Ketua DPC PDI Perjuangan Surabaya memiliki massa akar rumput yang cukup kuat. Karena itu, ia menilai, hanya kandidat yang dijagokan Tri Rismaharini yang bisa menandingi Wisnu Sakti. Meski keduanya sama-sama dari PDIP, Wisnu dan Risma punya catatan pernah berseteru. Yakni saat DPRD Surabaya berupaya memakzulkan Risma yang saat itu Wisnu masih Wakil Ketua DPRD. Perselisihan juga terlihat saat Bambang DH mundur dari wakilnya Risma dan digantikan Wisnu, tapi mendapat ganjalan kubu Risma. Ini berpotensi kembali berselisih di Pilwali 2010. Karena itu, Surokim menilai Pemilu 2019 bakal menjadi pertaruhan Wisnu Sakti Buana. Jika PDIP menang di Surabaya, Wisnu Sakti akan dinilai berprestasi. Kalau Pileg (Pemilu Legislatif) nanti kursi PDIP meningkat, maka Wisnu berprestasi. Kalau turun maka peluang ada di jagoannya Risma. Indikatornya juga bisa dilihat dari Pileg ini, Puti (Puti Guntur Soekarno, red) yang didukung Wisnu melawan Bambang DH," ungkapnya. Kecenderungan pemilih warga di Surabaya dalam Pilwali 2020, menurut dia, akan membandingkan kandidat yang memiliki kesamaan dengan Risma. Ini memberi peluang bagi birokrat seperti Sekkota Hendro Gunawan dan Kepala Bappeko Eri Cahyadi, yang sudah terbiasa membantu Risma. "Harapan publik seperti walikota sekarang (Tri Rismaharini), standarnya minimal seperti Risma," beber dia. Birokrat Cukup Wakil Masih menurut Ucu, jika berkaca pada Pilwali Surabaya 2015 silam, PDI Perjuangan dan Tri Rismaharini sangat perkasa. Ketika itu, tidak ada yang bersedia menandingi pencalonan Risma-Wisnu. Bahkan, masa pendaftaran harus diperpanjang guna mencari lawan mereka. Dan hasilnya, Risma - Whisnu menang dengan suara perolehan suara 86,5 persen. Sedan lawannya, pasangan Rasiyo - Lucy Kurniasari hanya memperoleh 13,5 persen. Ucu menambahkan, calon terkuat saat ini memang jatuh pada Wisnu Sakti. Selain berasal dari pemenang pemilu PDIP, Wisnu adalah sosok yang populer. Hanya saja, menurut Ucu, Wisnu masih belum menunjukkan karya-karyanya sebagai tokoh daerah. Berbeda dengan Sekkota Hendro Gunawan dan Kepala Bapeko Eri Cahyadi yang disebut-sebut juga bakal mendapat restu dari Risma untuk maju di Pilwali 2020. Keduanya tak diragukan dalam menangani birokrasi dan pembangunan di Surabaya. "Seperti yang saya bilang, siapa yang mendapat rekom Risma, dia punya kans besar untuk maju. Kalau untuk birokrat, mereka bisa maju sebagai wakil (calon walikota)," papar Ucu. Sedang tokoh-tokoh lama seperti Bambang Haryo (Gerindra), Adies Kadir (Golkar) dan Fandi Utomo (PKB), menurut Ucu, kans mereka bisa menang di Pilwali sangat sulit. Selain menandingi PDIP di basis suara sendiri, ketokohan mereka masih kurang dikenal publik. "Nama-nama lama yang mencoba peruntungan. Mereka memerlukan dukungan dari partai yang harus bisa menandingi PDIP," ungkapnya. Koalisi Besar Suko Widodo mengkritisi hasil survei yang menempatkan Wisnu Sakti Buana memiliki elektabitas tinggi. Menurut Suko, kandidat calon Walikota Surabaya yang terkuat sampai sekarang masih belum bisa dipastikan. "Jadi belum ada satupun kandidat yang bisa dinilai kuat menghadapi Pilwali 2020 nanti. Potensinya sama saja karena hasil riset dari survei itu masih jauh dari pelaksanaan," ungkap Suko. Kendati demikian, lanjut Suko, calon yang diusung PDIP memiliki kans tinggi. Untuk bisa menyaingi, maka parpol non-PDIP bisa bersatu atau koalisi. "PDIP itu partai yang kuat, memang ya. Tapi berkaca di Jatim (Pilgub Jatim), PDIP kalah terus meski menjadi partai pemenang Pemilu. Tidak selalu yang didukung partai akan selalu bersignifikan terhadap dukungan Pilwali nanti, itu tergantung kualitas kandidatnya sendiri," terang Suko. Suko juga menyoroti birokrat yang dekat Risma, seperti Hendro dan Eri. Menurut dia, keduanya memang memiliki kinerja yang bagus di pemerintahan. Hanya saja, komunikasi publiknya perlu diuji terlebih dahulu. "Pak Wisnu, Pak Fandi dan Pak Adies punya pengalaman politik. sedang Pak Eri dan Pak Hendro mempunyai pengalaman pemerintahan, tapi belum mempunyai pengalaman di dunia politik. Jadi kalau mereka ingin maju harus melakukan komunikasi politik secara intensif, karena waktunya juga masih ada," papar Suko. Ia menegaskan pemilih di Surabaya itu rasional. Artinya mereka melihat kualitas pemimpin. Jika pemimpin itu citranya bagus, pasti dipilih. "Pemilih di Surabaya ini sudah rasional dan cerdas. Kalau ingin dipilih, kandidat harus komunikatif dan terbuka sesuai dengan katakter masyarakatnya," pungkasnya. n

Editor : Redaksi

Tag :

BERITA TERBARU