Pernah Jadi Sopir Angkot hingga Rugi Ratusan Juta

author surabayapagi.com

- Pewarta

Rabu, 02 Okt 2019 23:22 WIB

Pernah Jadi Sopir Angkot hingga Rugi Ratusan Juta

Mengenal Lebih Dekat Sosok La Nyalla Rekam jejak La Nyalla cukup kontroversial. Dia sudah malang melintang sejak di dunia usaha, olahraga, hingga panggung politik. La Nyalla Mahmud Matalitti (60) sendiri berasal dari keluarga saudagar besar asal Bugis, Sulawesi Selatan, yang cukup berpengaruh di Surabaya. La Nyalla yang lahir 10 Mei 1959 itu kemudian diambil sumpah jabatan di ruang rapat Nusantara V dipimpin oleh Ketua Mahkamah Agung, Hatta Ali. Pria berdarah Bugis ini memiliki nama lengkap La Nyalla Mahmud Mattalitti. Ayahnya, Mahmud Mattalitti merupakan seorang dosen Fakultas Hukum Universitas Airlangga. Sedangkan kakeknya, Haji Mattalitti adalah seorang saudagar terkenal asal Bugis-Makassar yang berpengaruh besar di Surabaya. Meskipun begitu, ia tidak memanfaatkan nama besar keluarganya dalam merintis kehidupannya saat ini. Ia merupakan sosok bengal semasa duduk di bangku sekolah, hingga berani membawa senjata tajam di ujung senapan (sangkur) untuk berkelahi. Oleh karena itu, keluarganya memutuskan untuk memasukkannya ke pondok pesantren di wilayah Bekasi dan pesantren di daerah komplek Makam Sunan Giri Gresik setelah ia beranjak dewasa. La Nyalla awalnya menjadi sopir angkot di sekitar tempat dia mondok pesantren. Sejumlah preman dia ajak taubat dan membantu menjadi sopir angkot. Dia sempat membuka bisnis dan merugi hingga sekitar Rp 180 juta. Namun La Nyalla tak putus asa dan terus mengembangkan usaha hingga namanya besar di Surabaya. Melansirdari situs pribadinya, www.lanyallamm.com, lulusan Fakultas Teknik Sipil Universitas Brawijaya (1977-1984) itu pernah menjabat Ketua Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) Jawa Timur, Ketua MPW Pemuda Pancasila Jawa Timur, dan Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Jawa Timur. Pamornya makin tampak saat mulai berkiprah di PSSI. Di organisasi ini, ia sempat menjabat Komite Eksekutif (Exco), Wakil Ketua Umum PSSI, hingga akhirnya bisa menjabat sebagai Ketua Umum PSSI (2015 - 2016). Pada periode kepemimpinan La Nyalla itu, PSSI baru saja dijatuhi sanksi oleh Menpora Imam Nahrawi akibat kebijakan PSSI soal hasil rekomendasi Badan Olahraga Profesional Indonesia (BOPI) yang tidak meloloskan Arema Malang dan Persebaya Surabaya ke liga. Di tengah konflik tersebut, La Nyalla diterpa kasus korupsi dana hibah Pemerintah Provinsi Jawa Timur tahun 2011 - 2014 saat menjadi Ketua Kadin Jatim. Ia kemudian ditetapkan tersangka. Kongres Luar Biasa PSSI memutuskan untuk memaksa La Nyalla mundur. Namun, majelis hakim Pengadilan Tipikor memvonisnya bebas pada 27 Desember 2016. Di panggung politik, La Nyalla pernah menjadi bagian tim sukses Megawati Soekarnoputri-Prabowo Subianto saat Pilpres 2009. Lima tahun kemudian, ia kembali jadi bagian timses Prabowo Subianto-Hatta Rajasa. Dia pun menjadi bagian Partai Gerindra. Januari 2018, La Nyalla mengaku dimintai mahar politik Rp40 miliar diduga oleh Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto jika ingin dicalonkan sebagai Gubernur Jawa Timur. Pihak Gerindra membantah dan menyebutnya gagal mencari partai koalisi di Pilkada Jatim. La Nyalla mengaku sempat membantu menyebarkan Tabloid Obor Rakyat, yang petingginya sudah divonis bersalah dalam kasus hoaks. Memasuki penghujung 2018, Ia lantas bergabung dengan Partai Bulan Bintang (PBB), partai besutan Yusril Ihza Mahendra yang putar haluan mendukung Jokowi. Setelah bergabung PBB, La Nyalla menggelar konferensi pers untuk mengungkap pengakuan telah menyebarkan fitnah soal Jokowi pada Pilpres 2014. Saat itu, La Nyalla masih menjadi anggota timses Prabowo-Hatta. Fitnahnya adalah bahwa Jokowi anggota Partai Komunis Indonesia (PKI), pemeluk agama Kristen, serta keturunan China. Selain itu, La Nyalla juga mengaku membantu penyebaran tabloid Obor Rakyat hingga 100 truk. Kabar tersebut disebar oleh La Nyalla lewat broadcast menggunakan Blackberry. Dia kemudian memutuskan untuk mendaftar sebagai calon anggota DPD RI periode 2019-2024. Saat itu, ia bersaing dengan 29 nama bakal calon lainnya untuk memperebutkan empat kursi senator yang mewakili daerah pemilihan Jatim. La Nyalla berhasil meraih lebih dari 2,2 juta suara atau peringkat kedua di bawah Evi Zainal Abidin yang meraup 2,4 juta suara. "Terima kasih kepada rakyat Jatim yang telah memberi kepercayaan kepada saya untuk menjalankan amanah ini," ujarnya. Sehari di DPD, kiprahnya langsung moncer dengan meraih posisi Ketua Sub-Wilayah Barat II secara aklamasi. Hingga kemudian pada sidang paripurna, La Nyalla meraup suara terbanyak dalam voting penentuan posisi Ketua DPD yang diikuti 136 anggota DPD.

Editor : Redaksi

Tag :

BERITA TERBARU