Perlukah Tim Hukum ala Wiranto?

author surabayapagi.com

- Pewarta

Kamis, 09 Mei 2019 10:44 WIB

Perlukah Tim Hukum ala Wiranto?

Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) Wiranto yang melontarkan wacana untuk membentuk Tim Hukum Nasional, menuai polemik. Pro-kontra terjadi lantaran tim ini akan pengkaji pernyataan yang dianggap kabar bohong (hoax) dan berisi anjuran melawan negara (makar). Di sisi lain, tim ini dinilai justru mengancam hak dasar warga negara. Bahkan, dikhawatirkan akan membangkitkan sistem otoriter seperti di era Orde Lama. Lantas, perlukah Tim Hukum ala Wiranto ini? Sementara ada Polri dan Kejaksaan sebagai lembaga penegak hukum. ------ Jaka Sutrisna Teja Sumantri, Tim Wartawan Surabaya Pagi Puri Kencana Putri, peneliti Amnesty International Indonesia, mengungkapkan pemerintah semestinya mengevaluasi mekanisme hukum yang telah ada, daripada membuat batasan baru terhadap hak dasar warga. Menurutnya, saat ini telah berlaku pasal pencemaran nama baik hingga ujaran kebencian yang kerap menjerat pengkritik pemerintah. "Kalau tujuannya mendorong persatuan dan menghindari hasutan, kenapa membentuk tim adhoc dan tidak menggunakan mekanisme yang sudah tersedia?," ungkapnya, kemarin (7/5/2019). "Ada baiknya tidak melakukan langkah politik yang cenderung memperkecil ruang sipil mengkritik pemerintah. Jangan tambahkan beban pidana kepada publik," lanjut Puri. Puri menegaskan pembentukan badan baru untuk mengawasi pernyataan warganet perlu didasarkan pada pertimbangan hukum matang. Pemerintah disebutnya tidak bisa secara sepihak membatasi hak masyarakat. "Apakah sudah ada konsultasi ke MK, MA, kepolisian, dan terutama Komnas HAM karena ini berpotensi mencederai penghormatan HAM. Retorika ini sepertinya asal bunyi," cetus Puri. Tidak Urgen Hal senada diungkapkan Pakar Hukum Tata Negara Universitas Brawijaya, Muchamad Ali Safaat, mengatakan, rencana pembentukan tim hukum nasional merupakan rencana yang terlalu berlebihan. Menurutnya, tak ada urgensi yang mengharuskan tim itu dibuat saat ini. "Saya menilainya berlebihan karena situasi saat ini tidak ada yang layak membuat (pemerintah) panik. Saya yakin dengan instrumen yang dimiliki oleh pemerintah juga tidak akan panik. Jadi rencana tersebut tidak memiliki dasar urgensi sama sekali," papar Ali. Ia menyebutkan, untuk penegakkan hukum terhadap tindakan-tindakan yang melawan hukum, negara sudah memiliki instrumen kepolisian dan kejaksaan. Selain itu, ia mengatakan, jika memang yang akan dikaji oleh tim tersebut adalah ucapan dan pemikiran seseorang, maka itu berpotensi mengancam kebebasan berpikir dan berpendapat sebagai prasyarat negara demokrasi. "Akan mengancam kebebasan berpikir dan berpendapat sebagai prasyarat negara demokrasi," ungkapnya. Ia juga mengatakan, hukum, terlebih hukum pidana, tidak selalu dapat menyelesaikan sebuah masalah. Bahkan, yang bisa terjadi justru memperlebar pembelahan di tengah masyarakat. Karena itu, ia menyarankan untuk lebih mengedepankan dialog daripada harus dengan cara itu. "Sebaiknya lebih mengedepankan dialog. Pemikiran direspons dengan pemikiran, ucapan direspons dengan penjelasan," terang dia. Libatkan Ahli Arsul Sani, anggota Komisi III DPR yang juga Sekjen PPP angkat bicara. Ia meminta usulan Menkopolhukam Wiranto membentuk tim hukum nasional untuk menyaring ucapan tokoh-tokoh, jangan diartikan bangkitnya sistem otoriter. "Tapi jangan dilihat itu dikritisi sebagai sebuah pertanda kembalinya mesin otoriter dan lain sebagainya,"kata Arsul di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu, (8/5/2019). Menurut Arsul ada sisi positif dari usulan pembentukan tim hukum nasional dari Wiranto itu. Menurutnya ucapan dari tokoh ada kajian ahlinya, sehingga penilaian ucapan tersebut tidak dilakukan oleh pemerintah saja,melainkan melibatkan ahli. "Kalau ada tim ahli kan justru kita harapkan ada objektivitasnya berbasis keilmuan itu kan harus dilihat positifnya," katanya. Tim hukum nasional juga menurut Arsul bukan untuk mengambil alih tugas aparat penegak hukum dalam hal ini yakni kepolisian. Justru tim hukum nasional akan membantu aparat penegak hukum. Tim hukum akan melakukan kajian terlebih dahulu terhadap suatu ucapan sebelum kemudian ditentukan apakah ucapan tersebut pidana atau bukan. "Daripada masih belum jelas masih belum mentah langsung diserahkan kepada Kepolisian. Itu saya kira positifnya," pungkasnya. Tudingan Pemilu Curang Wacana Wiranto membentuk tim pengkaji berisi pakar hukum tata negara ini muncul seiring tuduhan kecurangan pemilu yang dilontarkan penyokong Prabowo Subianto di media sosial. Salah satunya adalah cuitan Rizal Ramli yang mengklaim seorang perwira menengah TNI AD mengetahui hasil pemilu. Informasi Rizal ini disebut otoritas militer sebagai hoaks dan pencemaran nama baik. Wiranto lantas menggelar rapat koordinasi terbatas di Kantor Kemenko Polhukam Jakarta, Senin (6/5) lalu, dengan dihadiri oleh Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo, Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara dan Wakil Kepala Polri Komjen Pol. Ari Dono Sukmanto. Usai rakortas, Wiranto mengatakan akan membentuk Tim Hukum Nasional yang bertujuan untuk meneliti ucapan, tindakan dan pemikiran dari tokoh-tokoh tertentu yang dianggap berpotensi melanggar hukum. Tim tersebut nantinya beranggotakan para pakar hukum tata negara dan akademisi di bidang hukum dari berbagai universitas. "Siapa pun dia, walaupun mantan tokoh, tidak ada masalah. Saat dia melanggar hukum, akan kita tindak tegas," kata Wiranto. Juru bicara tim pemenangan Prabowo, Agnes Marcellina menuding wacana Wiranto membentuk tim hukum nasional merupakan siasat membungkam pihak yang bersebrangan dengan pemerintah. "Wiranto tidak perlu lebay. Yang perlu dia lakukan adalah membuat tim pencari fakta kecurangan pemilu, bukan membawa tokoh-tokoh yang menyampaikan pendapat ke ranah hukum," kata Agnes. n

Editor : Redaksi

Tag :

BERITA TERBARU