Home / Pilpres 2019 : Catatan Akal Sehat Demokrasi Indonesia Pilpres 201

Perang Logika tentang Penegakan Hukum, Prabowo atau Jokowi yang Rasional

author surabayapagi.com

- Pewarta

Minggu, 20 Jan 2019 22:02 WIB

Perang Logika tentang Penegakan Hukum, Prabowo atau Jokowi yang Rasional

Dalam debat perdana Capres 2019 Kamis lalu, Capres Prabowo membuat pernyataan mengejutkan. Ia menyatakan Presiden adalah Chief of Law Enforcement Officer. Pernyataan Prabowo ini terlontar menjawab pertanyaan moderator Ira Koesno, yang menanyakan bagaimana strategi mengatasi diskriminasi?. Prabowo menjawab jika terpilih bakal menata penegak hukum. Konsepsinya, kepala negara harus memegang komando di atas penegakan hukum. Pertimbangannya, sistem bernegara, seorang kepala negara adalah kepala eksekutif. Berarti presiden adalah chief law enforcement, yaitu petugas penegak hukum tertinggi. Dirinya, kelak bila terpilih menjadi Presiden, akan menata aparat penegak hukum untuk tidak melakukan diskriminasi etnis apapun. Ini karena aparat hukum adalah tanggung jawab eksekutif. Jadi bila ada aparat yang menyimpang akan dipecatnya. Dalam pandangannya, ada aturan di Indonesia yang tumpang tindih. Maka untuk penyelarasan dan perbaikan, serta menghasilkan produk-produk aturan, Presiden adalah chief of law enforcement. Capres Prabowo, berjanji akan melipat gandakan kenaikan gaji hakim. Ini agar hakim tidak akan terpengaruh, Termasuk jaksa dan polisi. Dalam pandangan Sandiaga Uno, Cawapres Prabowo, hukum di Indonesia belum memberikan rasa keadilan bagi masyarakat Akal sehat saya mengatakan, dalam debat minggu lalu, Capres Prabowo, lebih menyuarakan denyut nadi sebagian masyarakat tak berduit, masyarakat kecil dan masyarakat yang tak punya akses ke penguasa. Sementara Capres Jokowi, cenderung defent bertahan membela penegak hukum sekarang, dengan jabawan-jawaban standar seorang birokrat yaitu argumentasi hukum normatif. Dalam pesan penutup debat, Prabowo mengatakan, prasyarat sebuah negara berhasil salah satunya dilihat dari penegakan hukum. Menurut dia, jika terpilih menjadi presiden akan memperkuat aparat penegak hukum dengan menaikkan gajinya, agar hakim, jaksa dan kepolisian, tidak korupsi, incorruptible, sehingga bisa jadi pilar, tidak bisa korupsi. Dan Capres Jokowi, atas pertanyaan yang sama mengajukan konsep akan mengangkat Badan Legislasi Nasional untuk menjawab persoalan tumpah tindih. Selain menekankan pembangunan sistem hukum. Terutama untuk menutup peluang korupsi. *** Gunjingan yang belakangan ini mengalir di publik atas munculnya gangguan keamanan terhadap para pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Dengan teror bom molotov ke rumah kediaman Wakil Ketua KPK Laode M. Syarif, menambah juga teror terhadap penyidik pemberantasan korupsi KPK. Sebelumnya, gangguan keamanan menimpa penyidik KPK Novel Baswedan, yaitu matanya disiram air keras. Adakah perlindungan hukum terhadap aparat penegak hukum yang melakukan pemberantasan tidak pidana korupsi. Satu tahun lalu, pada tanggal 11 April 2017, waktu Subuh, Novel Baswedan, sebagai penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), tiba-tiba disiram air keras oleh dua pria yang mengendarai sepeda motor. Saat itu Novel sedang berjalan menuju rumahnya setelah menjalankan shalat subuh di Masjid Jami Al Ihsan, Kelapa Gading, Jakarta Utara. Cairan itu tepat mengenai wajah Novel. Kejadian itu berlangsung cepat sehingga Novel tak sempat mengelak. Ironisnya, tak ada seorang pun yang berada di lokasi saat peristiwa penyiraman itu terjadi. Novel juga tak bisa melihat jelas pelaku penyerangannya. *** Novel Baswedan, sebelum di KPK adalah anggota Polri. Kini, meski instansinya sudah di KPK, pekerjaan yang ditangani bersifat popolisional yaitu penyelidikan, penyidikan dan penangkapan. Dalam tradisi penegakan hukum, aparat di kepolisian cenderung sulit diatur hukum karena bergelimang interaksi dengan manusia dan masyarakat. Maklum, sejak saya masih di lapangan, banyak pihak yang menyebut karakteristik polisi sebagai penegak hukum jalanan. Artinya, polisi berbeda dari jaksa dan hakim yang saya cenderung penegak hukum gedongan. Polisi adalah petugas (officer) lapangan, bekerja tanpa sarung tangan dan tidak di belakang loket. Ia berada langsung di tengah orang baik atau jahat. Maka, risiko polisi dikalungi celurit lebih besar daripada jaksa dan hakim. Namun, bahaya itu sudah menjadi bagian risiko pekerjaan polisi, termasuk penyidik tipikor Novel Baswedan, yang pernah memeriksa dua jenderal kepolisian yaitu mantan Kepala Korlantas Polri Irjen Djoko Susilo, yang didakwaq melakukan tindak pidana korupsi Rp 93 miliar. Kemudian Komjen Budi Gunawan. Akal sehat saya menemukan fakta penegakan hukum di Indonesia, kadang mengingkari rasa keadilan dan membuat masyarakat menjadi semakin menderita. Disana ada diskriminasi hukum. Tak salah bila diantara anggota masyarakat menilai seakan penegak hukum itu tidak pernah benar-benar dalam menjalankan fungsinya sebagai seseorang yang memperjuangkan keadilan. Ironisnya lagi, pernah terjadi anak seorang pejabat terjerat kasus hukum, bahkan yang merugikan orang, ada cara untuk meloloskan diri dari tuntutan hukum. Ini menimpa anak mantan Menteri Perhubungan Hatta Rajasa. Akal sehat saya mengatakan diskriminasi, kriminalisasi dan perlakukan tidak adil, sampai kini masih menjadi fenomena yang lumprah dan sering dirasakan dan dsaksikan oleh masyarakat. Wajar bila publik sampai pemerintahan Jokowi, sering bertanya di mana letak keadilan itu sendiri? Apakah orang kaya atau orang yang punya kuasa dan orang yang punya akses ke sejumlah jenderal akan selalu terlepas dari jeratan hukum? Bagaimana nasih masyarakat kecil yang selalu menjadi pihak yang dirugikan? Akal sehat saya bilang dalam debat capres perdana yang lalu, Capres Prabowo, sangking bersemangatnya sampai bicara agak banter bahwa Presiden adalah chief of law enforcement. Debat perdana ini menurut akal sehat saya awal dari perang logika. Perang menggunakan logika berpikir dan nalar. *** Lawrence M. Friedman (1930) adalah seorang profesor hukum Amerika, Friedman, yang terkenal dengan Teori system hukum melihat bahwa keberhasilan penegakan hukum selalu menyaratkan berfungsinya semua komponen yang terdapat dalam system hukum. Sistem hukum dalam pandangan Friedman terdiri dari tiga komponen, yakni komponen struktur hukum (legal structure), komponen substansi hukum (legal substance) dan komponen budaya hukum (legal culture). Struktur hukum (legal structure) dianggap sebagai batang tubuh, kerangka, bentuk abadi dari suatu sistem. Sedangkan substansi hukum (legal substance) terdiri aturan-aturan dan norma-norma actual yang dipergunakan oleh lembaga-lembaga. Lalu budaya hu-kum (legal culture) merupakan gagasan-gagasan, sikap-sikap, keyakinan-keyakinan, harapan harapan dan pendapat tentang hukum. Dalam perkembangan-nya, Friedman menambahkan pula komponen yang keempat, yang disebutnya komponen dampak hukum (legal impact). Dengan komponen dampak hukum ini yang dimaksudkan adalah dampak dari suatu keputusan hukum yang menjadi objek kajian peneliti. Mengacu pada konsep yang ditawarkan Friedman,Akal sehat saya mengatakan, pemikiran Capres Prabowo, lebih rasional ketimbang jawaban Capres Jokowi, yang hanya menjanjikan sebuah lembaga untuk mengatasi tumpang tindih penanganan hukum. Capres Prabowo, sepertinya paham tentang substansi hukum, sebagai wujudnya peraturan perundangundangan. Menurut akal sehat saya, pikiran Capres Prabowo, sepertinya mendapat aspirasi dari kehidupan nyata penegakan hukum di Indonesia sejak Orde Baru sampai sekarang, Orde Reformasi yaitu hukum tidak pernah berpihak pada si lemah (lemah finansial, lemah akses ke penegak hukum dan lemah pengetahuan). Akal sehat saya tak keliru kemudian menyebut Capres Prabowo, yang berpikir menaikan gaji penegak hukum, memperkuat KPK dan menjadikan Presiden adalah chief of law enforcement, adalah pemikir non sarjana hukum yang berorientasi pragmatis untuk menghadapi masalah-masalah sosial yang kontemporer. Pemikiran tentang hukum dengan karakter yang dilontarkan Capres Prabowo dalam debat capres minggu yang lalu, cenderung lebih mendekati konsep hukum law as a tool of social engineering. Konsep ini pernah dicetuskan oleh Roscoe Pound, Dekan Fakultas Hukum Harvard dari 1916 hingga 1936. Pikiran-pikiran Capres Prabowo, menurut akal sehat saya mencangkok pemikiran Pound bahwa hukum bisa berfungsi sebagai sarana untuk membantu perubahan masyarakat. [email protected], bersambung)

Editor : Redaksi

Tag :

BERITA TERBARU