Pemilu 2019 Terancam Inkonstitusional, Mengapa?

author surabayapagi.com

- Pewarta

Selasa, 16 Jan 2018 14:38 WIB

Pemilu 2019 Terancam Inkonstitusional, Mengapa?

SURABAYAPAGI.COM, Jakarta Pemilu 2019 terancam inkonstitusional jika putusan Mahkamah Konstitusi (MK) tentang verifikasi faktual untuk semua partai politik peserta Pemilu 2019 tidak dilaksanakan. Juru bicara Mahkamah Konstitusi (MK) Fajar Laksono menegaskan bahwa putusan MK terkait verifikasi faktual terhadap semua partai politik mulai berlaku pada Pilpres 2019 dan dalam pemilu selanjutnya. Dalam putusannya, MK mengabulkan permohonan uji materi pasal 173 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, yang berarti semua partai politik, termasuk 12 parpol peserta Pemilu 2014, harus mengikuti verifikasi faktual oleh KPU. "Kalau dipahami tidak berlaku di 2019, maka sangat mungkin parpol-parpol baru mengalami ketidakadilan dan oleh karenanya Pemilu 2019 akan dikatakan melanggar UU dan Putusan MK, bahkan dinyatakan inkonstitusional," tutur Fajar, Selasa (16/1/2018) seperti dilansir dari Kompas.com "Putusan berlaku untuk Pemilu 2019 dan pemilu-pemilu selanjutnya. Clear," katanya melanjutkan. Fajar menegaskan kembali hal tersebut setelah kemarin, Senin (15/1/2018), dalam rapat dengar pendapat antara Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Komisi II DPR RI muncul tafsiran bahwa putusan MK tersebut tidak berlaku untuk Pemilu 2019. Saat itu, anggota Komisi II DPR dari fraksi PDI-P Henry Yosodiningrat berpendapat bahwa putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait verifikasi faktual tidak berlaku surut. Menurut Henry, putusan MK tidak bisa diterapkan pada Pemilu 2019 sebab putusan tersebut keluar setelah KPU melaksanakan tahap verikfikasi terhadap partai-partai baru. Dengan demikian, 12 partai politik peserta pemilu 2014 tidak perlu mengikuti tahap verifikasi faktual pada Pemilu 2019. "Saya berpendapat putusan ini tidak berlaku surut, maka parpol yang lolos di (Pemilu) 2014 tidak perlu diverifikasi lagi. Tapi parpol baru yang harus diverifikasi," ujar Henry. Fajar menegaskan, pernyatan tersebut bertentangan dengan putusan MK yang dalam pertimbangannya menyatakan bahwa untuk menghindari adanya perlakuan berbeda maka proses verifikasi harus diberlakukan terhadap seluruh partai politik calon peserta pemilu 2019. Bahkan tidak hanya untuk pilpres tapi juga pemilu legislatif di periode-periode selanjutnya. Alasan mendasar lainnya, proses verifikasi bertujuan untuk menyederhanakan jumlah partai politik peserta pemilu. Jika setiap pemilu tidak dilakukan verifikasi maka jumlah parpol peserta akan terus bertambah. Pilpres 2024 Sebelumnya, anggota Komisi II DPR dari fraksi PPP Amirul Tamim mengusulkan bahwa putusan Mahkamah Konstitusi (MK) soal verifikasi faktual tidak diterapkan pada Pilpres 2019. Ia berpendapat sebaiknya putusan tersebut diterapkan pada Pilpres 2024. "Saya setuju kalau putusan MK tidak berlaku untuk pemilu 2019. itu untuk pemilu berikutnya," kata Amirul. Menurut Amirul, putusan MK tersebut tidak berlaku surut. Dalam pembahasan RUU Pemilu pun telah disepakati parpol peserta Pemilu 2014 tak perlu diverifikasi ulang. Selain itu, kata Amirul, jika verifikasi faktual diberlakukan maka hal itu akan berpengaruh pada ketentuan ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold, jika ada partai di DPR yang tidak lolos verifikasi faktual. "Bagaimana dengan presidential threshold 20 persen kalau ada parpol di DPR yang tidak lulus verifikasi faktual. Bisa-bisa cuma ada satu calon (presiden)," tuturnya.lx/kmp

Editor : Redaksi

Tag :

BERITA TERBARU