PDIP Terancam di Pilwali Surabaya

author surabayapagi.com

- Pewarta

Sabtu, 28 Des 2019 04:51 WIB

PDIP Terancam di Pilwali Surabaya

3 Faksi, Bambang DH, Whisnu dan Risma, Diprediksi Picu Konflik Internal SURABAYAPAGI.COM, Surabaya Menjelang turunnya rekomendasi pasangan calon walikota (Cawali) dan calon wakil walikota (Cawawali) Surabaya, Januari 2020 nanti, peta politik di internal PDI Perjuangan (PDIP) masih diwarnai kemelut tiga faksi. Yakni, faksi Bambang DH, Whisnu Sakti Buana, dan Tri Rismaharini. Meski mesin politik PDIP mulai digerakkan hingga tingkat PAC dan ranting, namun parpol peraih 15 kursi di DPRD Kota Surabaya ini terancamambyar. Munculnya tiga poros itu diprediksi bisa memicu konflik internal. Terlebih lagi jika rekom terhadap cawali-cawawali itu tak dapat dukungan penuh kader akar rumput. --------------- Demikian diungkapkan pakar komunikasi politik asal Universitas Airlangga (Unair) Suko Widodo dan pengamat politik asal Universitas Wijaya Kusuma Surabaya (UWKS) Umar Sholahudin, yang dihubungi Jumat (27/12/2019).Surabaya Pagi juga mengkonfirmasi Sekretaris DPC PDIP Surabaya Baktiono dan Ketua DPD PDIP Jatim Kusnadi. Umar Sholahudin berpendapat jelang pengumuman rekom Pilkada PDIP, khususnya untuk Kota Surabaya, Ketum DPP PDIP Megawati harus berhitung dengan cermat. Pasalnya, apabila menerbitkan rekom terhadap calon yang tidak menuai dukungan kader akar rumput, bakal mengakibatkan konflik internal yang dapat mengganggu proses pemenangan. Dosen yang juga Direktur Parliament Watch ini menambahkan, jika merujuk pada proses pendidikan politik kepartaian, mestinya kader ideologis sekaligus biologis plus meritokrasi, idealnya rekom jatuh sesuai dengan usulan DPC. Soalnya, pihak DPC yang lebih tahu siapa saja sosok yang jatuh bangun membesarkan partai. Jadi, sosok tersebut dianggap layak mendapat rekom, sebut Umar. Seperti diketahui, kader PDIP yang mendaftar bacawali melalui DPC PDIP Surabaya diantaranya Whisnu Sakti Buana dan Dyah Katarina. Keduanya merupakan kader organik partai. Whisnu dua periode menjadi Ketua DPC PDIP Surabaya yang kini menjabat Wakil Ketua DPD PDIP Jatim dan Wakil Walikota Surabaya. Sedang Dyah Katarina ini istri Bambang DH, mantan Walikota Surabaya. Saat ini Dyah menjadi anggota DPRD Kota Surabaya. Selain itu, ada Armuji yang juga kader tulen PDIP. Setelah empat periode menjadi anggota DPRD Surabaya, Armuji kini menjadi anggota DPRD Jatim. Hanya saja, mantan Ketua DPRD Surabaya ini mendaftar untuk posisi bacawawali. Dari nama-nama ini, menurut Umar, Whisnu Sakti pantas mendapat rekom. Pasalnya Whisnu merupakan kader ideologis, biologis sekaligus meritokrasi, lantaran sang ayahanda, almarhum Sutjipto, merupakan tokoh PDIP yang disegani dan pernah menjadi Sekjen PDIP. "Apabila rekom DPP nantinya diberikan kepada calon di luar usulan DPC, maka potensi konflik internal bakal semakin meruncing. Selain itu, proses kelembagaan partai maupun kaderisasi bisa terganggu," ungkap Umar kepadaSurabaya Pagi, Jumat (27/12) Konflik Internal Untuk diketahui, para pengamat politik menyebut terdapat tiga faksi dalam tubuh DPC PDIP Surabaya. Mereka antara lain faksi Bambang DH, faksi Tri Rismaharini dan faksi Whisnu Sakti Buana. Dari ketiga faksi itu, nama Tri Rismaharini adalah yang paling tidak populer dalam internal partai. Pasalnya, Risma bukan merupakan kader asli PDIP, melainkan datang dari kalangan birokrat. Di samping itu, Risma juga jarang terlibat dalam agenda-agenda DPC. Hal ini mengindikasikan kalau Risma memang tidak dekat dengan kader akar rumput. Di lain pihak, nama Risma menjadi garansi menang dalam Pilwali Surabaya 2020 mendatang. Ini lantaran keberhasilan Risma membangun Surabaya dalam 9 tahun terakhir. Tingkat kepuasan publik terhadap Risma juga tinggi. Nah, apabila DPP menjatuhkan rekom atas pertimbangan Risma dengan tidak mengindahkan usulan DPC, maka dikhawatirkan kader akar rumput bakal setengah hati dalam mendukung proses pemenangan dalam Pilwali. "PDIP bisa saja kalah, walau tidak ekstrem kalahnya, tetapi kompetitif," tandas Umar. Oleh sebab itu, lanjut Umar, DPP harus berhitung dengan cermat supaya selain bisa menang, internal PDIP Surabaya pun tidak terpecah. Soalnya, situasi PDIP Surabaya ini sama dengan yang dihadapi DPC PDIP Surakarta. Seperti yang ramai diberitakan, DPC PDIP Surakarta telah mengusulkan bapaslon tunggal yaitu Purnomo-Teguh untuk maju dalam Pilwali Surakarta. Namun, belakangan orang luar yang bahkan belum melek politik bernama Gibran Rakabuming, yang notabene putra presiden, tiba-tiba muncul. Hal ini lantas menciptakan konflik di internal DPC PDIP Surakarta. "Ini sama dengan yang terjadi di Solo (Surakarta). Ini ada anak kemarin sore yang walaupun putra presiden, tiba-tiba muncul maju Pilwali. Sementara di lain pihak, DPC sudah mengusulkan Purnomo. Sementara di Surabaya sendiri potensi konflik internal sama krusialnya," tutur Umar. Musuh Bersama Hal senada dinyatakan Suko Widodo. Dosen Fisip Unair ini menyebut peta politik di dalam tubuh internal PDIP jelang Pilkada 2020 diprediksi bakalambyar. Ini dikarenakan adanya tiga poros yang sama-sama ingin maju di Pilwali Surabaya pada September 2020 mendatang. "Ada Faksi Bambang D.H, ada Whisnu Sakti Buana, ada juga Tri Rismaharini, itu baru yang terlihat. Belum lagi yang masih gak kehitung, itu sudah terlihat menonjolkan calonnya masing-masing," ucap Suko. Menurut Suko, PDIP harus berkoalisi di Pilwali Surabaya nanti, demi mengamankan kursi wali kota. Karena bisa-bisa, PDIP akan menjadi musuh bersama bagi koalisi lain. "Ya peta PDIPambyar, konflik internal tinggi. Kalau sendiri maju bahaya, yang lain bisa koalisi, dan kemungkinan PDIP untuk kalah sangat terbuka, jadi janganjumawa meski bisa berdiri sendiri," prediksi Suko. Ditanya soal berapa calon yang bakal maju Suko belum bisa memprediksi. Akan tetapi, bila peluang terjadinya pertarunganhead to head antara PDIP dengan koalisi lain, sangat terbuka. "PDIP 15 kursi, mereka bisa usung sendiri. Tapi alangkah lebih aman buat mereka bila berkoalisi," jelasnya. Suko juga tidak yakin, bila keputusan Ketum PDI Perjuangan, Megawati Soekarno Putri, dapat dipatuhi oleh seluruh kader partai berlambang banteng tersebut khususnya di Surabaya. Hal itu dikarenakan, sampai sekarang, di internal masih menunjukkan persaingan dan saling berjalan sendiri-sendiri. "Mungkin bisa bersama, asal kepentingannya terakomodasi. Tapi balik lagi, keputusan pilkada ada di Jakarta. Semua komunikasi terjadinya di Jakarta, kita tinggal tunggu tanggal pengumumannya saja," papar Suko. Terkait rekom PDI Perjuangan untuk Bacawali yang akan diusung di Pilwali Surabaya 2020 mendatang, Suko mengaku belum bisa memprediksi. "Rekom PDIP, saya tidak tahu. Saya masihngeblank, yang tahu hanya Bu Mega dan Allah SWT. Yang jelas belum ada kandidat yang kuat untuk menang di Surabaya," tandas Suko. Akui Ada Faksi Dikonfirmasi mengenai adanya tiga faksi dan potensi perpecahan, Sekretaris DPC PDIP Surabaya Baktiono tidak membantah. Dia bahkan mengakui dalam tubuh internal partainya terdapat faksi. Namun, jumlahnya tidak tiga faksi seperti yang banyak dihembuskan, tetapi hanya satu faksi. "Di PDIP itu hanya ada satu faksi, yaitu faksi PDIP pro Megawati, titik," tegas Baktiono kepada Surabaya Pagi, Jumat (27/12). Selain itu, pria yang juga anggota DPRD Kota Surabaya ini mengelak kalau partainya bakal terpecah. Dia justru menegaskan kalau semua kader yang tergabung dalam DPC PDIP Surabaya tetap solid dalam rangka menghadapi Pilwali 2020 mendatang. Menurutnya, setiap kader PDIP wajib taat terhadap apapun keputusan rekom dari DPP. "Apapun keputusan DPP nantinya, kami kader PDIP manut!" tandas politisi senior yang lima periode menjadi anggota DPRD Surabaya ini. Rekom bisa Molor Sementara itu, Ketua DPD PDIP Jatim Kusnadi menyebut rekomendasi partainya untuk pasangan calon di Pilkada serentak tahun depan turun mulai 10 Januari 2020, bertepatan dengan perayaan HUT ke-47 dan Rakernas PDIP di Jakarta. Ya mungkin beberapa yang diterbitkan, tidak sekaligus. Beberapa yang sudah fix, memberikan gambaran, peluang yang bagus itu turun. Diserahkan di akarta, kata Kusnadi. Apakah termasuk pasangan calon yang akan maju di Pilwali Surabaya? Belum tahu. Saya enggak tahu juga mana-mana saja. Tapi menurut perkiraan saya seperti Kabupaten Blitar, Ngawi, mungkin sudah bisa diturunkan, ujarnya. Rekomendasi yang akan diturunkan lebih awal tersebut, lanjut Kusnadi, lebih banyak didasarkan pada hasil survei yang memberikan gambaran menangnya besar, sekaligus soliditas partai tetap terjaga. Survei gelombang pertama sudah, tapi sekarang kita survei lagi. Bukan hanya satu-satunya survei, tapi kita juga melihat soliditas di internal PDIP. Kalau kemungkinan menang tapi kita tidak solid, kan juga menjadi, tuturnya. Dari 19 Pilkada di Jatim, berapa daerah target yang dimenangkan PDIP? 2015 kemarin, dari 19 itu PDIP dapat 13. Kalau kurang dari itu, artinya kinerja saya menurun, itu sajalah, ucap Kusnadi yang juga Ketua DPRD Jatim. Kusnadi juga memastikan PDIP tetap akan berkoalisi, meski bisa mengusung paslon sendiri di kabupaten/kota tertentu. Walaupun PDIP mencukupi 20 kursi, tetapi kerja sama itu tetap kita lakukan kok, katanya. Artinya, tandas Kusnadi, kerja sama dengan partai lain maupun komunitas masyarakat tetap dilakukan PDIP. Sebab, tidak ada sesuatu yang mampu diraih sendirian tanpa bekerja sama. Namanya mau menang, mau menang itu harus banyak yang bekerja. Kalau cuma satu yang bekerja apa ya mungkin menang, kan begitu toh, katanya. Termasuk koalisi di Pilwali Surabaya? Surabaya belum.. belum, kelit dia.n rga, rko, alq

Editor : Redaksi

Tag :

BERITA TERBARU