Pakar Hukum: Pejabat Pemkot Patut Dicurigai

author surabayapagi.com

- Pewarta

Kamis, 05 Sep 2019 06:47 WIB

Pakar Hukum: Pejabat Pemkot Patut Dicurigai

SURABAYAPAGI.com - Ketua Kongres Advokat Indonesia (KAI) Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Jawa Timur Abdul Malik berharap kejaksaan membongkar kasus Jasmas 2016 hingga tuntas ke akar-akarnya. Termasuk menyasar ke ranah eksekutif atau Pemkot Surabaya. Pasalnya, dana hibah Jasmas berasal dari APBD Kota Surabaya yang disusun oleh Pemkot. Sedang proposal yang masuk diproses oleh Bappeko yang kemudian disebar ke dinas-dinas atau organisasi perangkat daerah (OPD) leading sector. Eksekutif itu, walaupun cuma teken saja. Tapi kalau menguntungkan orang lain, itu juga termasuk korupsi. Apalagi kalau dapat uang juga. Harusnya mudah ditelisik oleh jaksa, ungkap Abdul Malik kepada Surabaya Pagi, Rabu (4/9). Ini yang harus dibongkar, tandasnya. Menurut Malik, panggilan akrabnya, jika jaksa jeli, maka harusnya ada oknum dari eksekutif yang juga terjerat kasus ini. Hal tersebut juga tergantung dari penyidikan terhadap terdakwa pertama, yakni Agus Setiawan Tjong. Sekarang tinggal bagaimana kejaksaan saja. Berani nggak mengungkap keterlibatan eksekutif? Itu bisa ditelusuri mulai dari Agus Tjong,tuturnya. Dia juga tidak mengerti, kenapa sampai saat ini belum ada tersangka dari pihak eksekutif. Apa kejaksaan takut mobil dinasnya ditarik Risma (Walikota Tri Rismaharini, red)? Seperti dulu, ketika mobil dinas Pengadilan ditarik. Karena perkara Pemkot yang ditangani PTUN, Pemkot kalah oleh PT Jayanata, sindirnya. Seperti diketahui, pada 15 Desember 2016 lalu PTUN Surabaya mengabulkan permohonan Jayanata yang memohon SK Cagar Budaya rumah bekas radio Bung Tomo dihapus. Malik menambahkan, terhadap kedua tersangka yang tidak kooperatif, yakni Ratih Retnowati dan Dini Rijanti, dirinya meminta agar dijadikan pertimbangan kejaksaan dalam mengajukan tuntutan. Harus dibedakan dengan tersangka lain yang lebih kooperatif. Keduanya ini harus diperberat hukumannya. Jangan disamakan dengan yang lain yang lebih kooperatif. Apalagi mereka juga mengajukan pra peradilan soal sprindik. Padahal, sprindik itu urusan jaksa. Kalaupun nanti pra peradilannya diterima, jaksa bisa buat sprindik baru, papar Malik yang juga pengurus DPD Partai Gerindra Jatim ini. Sebelumnya, pernyataan senada juga diungkapkan Guru Besar Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Surabaya (Ubaya) Prof. Dr. H. Eko Sugitario, S.H., C.N., M.Hum. Menurut Prof Eko, pejabat Pemkot Surabaya tidak hanya patut diduga terlibat dalam kasus Jasmas yang menyeret Agus Setiawan Jong dan 6 mantan anggota DPRD Kota Surabaya. Bahkan, aktor intelektualnya bisa saja dari unsur pejabat Pemkot ini. Namun penyidik Pidsus Kejari Tanjung Perak, tentunya harus menemukan bukti-bukti kuat. Bukan hanya terlibat, saya mengatakan mestinya dugaan mengarah aktor intelektual. Iya toh, tapi alasannya yang membuat proposal bukan Bapeko. Agus Setiawan Jong menurut saya lebih salah lagi, tegas Prof Eko kepada Surabaya Pagi saat itu (5/8/2019). Ditanya mengenai rekomendasi BPK terhadap Walikota terkait penyaluran dana hibah tahun anggaran 2016 yang totalnya mencapai Rp 216,775 miliar. Berdasarkan audit BPK terungkap, seluruh usulan atau proposal hibah yang masuk, Badan Perencanaan Pembangunan Kota Surabaya (Bappeko) menyeleksi proposal sesuai dengan kriteria dan penggunaannya termasuk riwayat calon penerima hibah apakah pernah menerima hibah dalam beberapa tahun terakhir. Hasil seleksi dari Bappeko selanjutnya disampaikan kepada SKPD leading sector sesuai dengan bidang masing-masing untuk diproses lebih lanjut. Prof. Eko menegaskan pihak yang pertama kali melahirkan Jasmas adalah eksekutif (Pemkot Surabaya). Dengan demikian apabila timbul kerugian keuangan negara, menurut Prof Eko, yang mengetahui persis adalah eksekutif. Sebab, yang punya program hibah jasmas ini Pemkot Surabaya. Setelah diperiksa oleh BPK peringatannya, kenapa eksekutif yang dapat peringatan dari BPK itu tidak ada tindakan. Minimal diserahkan Inspektorat untuk diusut. Tahu tahu anggota DPRD kena (dijadikan tersangka, red) bersama Agung Setiawan Jong, ungkapnya. Prof. Eko berharap harus ada ketegasan bagaimana pembagian uang jasmas atau uang hibah itu. Karena nyatanya anggota DPRD ini tidak menerima uang untuk dibagikan, tetapi RT RW menerima barang dari supplier Agus Jong. Sehingga keterlibatannya anggota DPRD itu di mana, yang katanya menerima bagian dari Agus Jong itu yang harus dibuktikan. Sebab pengertian korupsi itu merugikan perorangan atau orang lain atau menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau korporasi, ini perlu bukti, tandasnya. n

Editor : Redaksi

Tag :

BERITA TERBARU