OTT Lagi, Bupati Lagi, Setelah Saiful, Siapa lagi

author surabayapagi.com

- Pewarta

Kamis, 09 Jan 2020 07:45 WIB

OTT Lagi, Bupati Lagi, Setelah Saiful, Siapa lagi

KPK baru saja melakukan operasi tangkap tangan (OTT) kepada Bupati Sidoarjo, Saiful Ilah. Penangkapan ini hadiah terjelek jelang mengakhiri jabatan keduanya. Bahkan bisa nestapa, karena politisi 70 tahun ini telah menyiapkan putra mahkota, Amir Aslichin, untuk menduduki kursi Sidoarjo 1. Belakangan ini, sebelum Saiful Ilah di OTT, nama Amir digadang oleh bos tambak Sidoarjo itu masuk dalam Pilbup Sidoarjo 2020. Apakah setelah Saiful ditangkap, ditahan dan diadili nanti, anaknya bisa terpilih jadi penerusnya? kita lihat nanti. Hal yang membuat publik geleng-geleng kepala, abah Ipul, nama panggilan Saiful Ilah telah menduduki jabatan strategis di Sidoarjo hampir 20 tahun. Karir politik Abah Ipul bermula saat menjadi wakil Win Hendarso, dalam memimpin Sidoarjo pada tahun 2000 hingga 2010. Di 2010, Abah Ipul mencalonkan diri menjadi Bupati Sidoarjo dengan menggandeng Hadi Sutjipto. Kemudian, lima tahun berikutnya, Abah Ipul maju kembali menjadi petahana dengan menggandeng Nur Ahmad Syaifuddin. Kini hartanya mencapai Rp 0 miliar. Apakah yang dilakukan Saiful Illah seperti ini sama dengan orang yang haus kekuasaan dan harta? Ada hadits Rasûlullâh Shallallahu alaihi wa sallam yang mengabarkan bahwa ketamakan manusia terhadap harta dan jabatan pasti akan merusak agamanya. Ketamakan manusia kepada harta dan kepemimpinan akan membawa kepada kezhaliman, kebohongan dan perbuatan keji. Bahkan bisa menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuannya.Subhanallah. OTT Saiful Ilah, ini yang kesekian. Akal sehatnya, sebagai kepala daerah yang diusul partai Islam, Abah Ipul, paham bahwa OTT atau Operasi Tangkap Tangan ini sudah cukup membahana sebagai program utama dari pimpinan KPK. Mengapa bagi Abah Ipul, OTT dari KPK tidak dijadikan acuan peringatan baginya? Mengingat, ia adalah pejabat publik yang bersentuhan dengan proyek pemerintah menggunakan dana APBD?. Nasi sudah menjadi bubur. Kini, pria kelahiran Sidoarjo 9 Agustus 1949 telah menjadi tersangka korupsi yang ditahan oleh KPK. Saat-saat seperti sekarang, Abah Ipul, praktis tinggal menunggu pengumuman statusnya oleh KPK, kemudian penahanan, penyidikan, penuntutan dan persidangan. Terbukti atau tidak, tindakan Saiful Illah, melakukan korupsi, Pengadilan Tipikor Surabaya, yang nanti akan menentukan. Hal yang sudah pasti, tersangka OTT, selama ini telah tersebar di media massa. Pelakunya terkait suap, pencucian uang dan penyalah gunaan wewenang. Ini menunjukkan kepada masyarakat bahwa KPK serius menjalankan komitmennya dalam memberantas korupsi yang merugikan negara dan masyarakat banyak. Penangkapan Bupati Sidoarjo kali ini membuktikan bahwa orang yang masih berkutat (pilihan) di lingkaran kekuasaan sedemikian lama dan panjang seperti Abah Ipul memang rawan terjaring OTT KPK. Hal yang menyedihkan bila kita menyimak hasil survei yang dilakukan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). Survei ini menyatakan bahwa seseorang bisa mengeluarkan biaya antara Rp20 miliar hingga Rp30 miliar untuk menjadi kepala daerah setingkat Kabupaten-kota. Pengeluaran biaya sebesar ini, secara akal sehat bisa membuat seorang kepala daerah melakukan tindak pidana korupsi. Ini karena biaya yang pernah dikeluarkan hingga puluhan miliar itu harus kembali. Dan biaya sebesar itu bila dihitung dengan gaji seorang bupati, tidak akan bisa kembali bila hanya mengandalkan uang dari penghasilan sebagai kepala daerah. Dari hasil pertemuan dengan pejabat di pemerintahan, area rawan korupsi oleh kepala daerah, antara lain perencanaan anggaran, dana hibah dan dana bansos, urusan pajak dan retribusi daerah, pengadaan barang dan jasa, perijinan dan jual beli jabatan. Pertanyaan besarnya, ada apa pejabat sekelas Saiful Ilah yang sudah 20 tahun menjabat Bupati dan wakil bupati serta memiliki harta Rp 60 miliar, tidak mensyukuri antara lain tak memasuki area rawan korupsi tersebut. Salahkah orang terus mengejar kekuasaan dan harta? Pemahaman manusianya, selama masih hidup di dunia, semua manusia memerlukan harta atau uang. Masalahnya, apakah karena semua orang butuh uang lalu mesti menghalalkan segala cara untuk mendapatkannya? Termasuk mempertahankan kekuasaan di jabatan politik seperti kepala daerah? Sadar atau tidak,silent operation dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menjerat Bupati Sidoarjo, Saiful Ilah, yang sekarang siap-siap lengser. Apakah Saiful Ilah, yang juga Ketua DPC PKB Sidoarjo. adalah Korban OTT KPK?. Bukan!. Saiful Illah, kurang hati-hati memasuki area rawan korupsi. Makanya, sejak Rabu kemarin (8/1) Abah Ipul, telah ditahan oleh KPK diduga melakukan tindak pidana korupsi. Bagi Saiful Ilah dan keluarganya, penangkapan oleh KPK bisa dianggap peristiwa yang tidak disangka-sangka. Tapi bagi KPK, OTT terhadap Bupati seperti Saiful Illah bukan kejadian hal yang luar biasa. Kita mengerti, OTT merupakan tulang punggung strategi KPK dalam mengungkap kasus-kasus korupsi. Dapat dicatat, terdapat beberapa keunggulan dari OTT. Utamanya mampu menyingkap tabir administrasi penegakan hukum. Dan dengan OTT, KPK ternyata dapat menangkap tangan seseorang tanpa menujukkan surat penangkapan. Bagi kalangan hukum, tertangkap tangan seperti yang dialami Abah Iupul, dimaknai sebagai tertangkapnya. Terutama bagi seorang yang sedang melakukan tindak pidana atau dengan segera setelah tindak pidana itu dilakukan atau sesaat kemudian diserukan oleh khalayak sebagai orang yang melakukannya. Dalam perspektif hukum pidana , tindak pidana korupsi yang berpotensi terjerat OTT adalah tindak pidana penyuapan dan permufakatan jahat. KPK pernah menunjukan statistik bahwa semua kasus OTT KPK yang terjaring adalah peristiwa penyuapan kepada aparatur Negara. Praktis, hampir tiap bulan, KPK rutin melakukan Operasi Tangkap Tangan (OTT). Penangkapan melalui OTT seolah mengonfirmasi bahwa kepala daerah boleh berganti, namun OTT tetap ada pada setiap zamannya. Subhanallah. Bisa jadi, setelah ini, akan ada Bupati lain yang di OTT. Siapa? Tidak bisa ditebak. Hal yang pasti, KPK, meski didorong untuk melakukan pencegahan dan penindakan. Sampai kini, meski ada revisi UU KPK, tidak ada pihak manapun yang melarang pimpinan KPK untuk tidak gencar melakukan OTT, khususnya yang melibatkan kepala daerah. Kita yakin KPK masih akan terus melakukan OTT di hari-hari mendatang. Siapa yang akan menjadi korban berikutnya, setelah abah Ipul?. Hati-hati buat semua kepala daerah. Paling tidak menghentikan praktik mengatur proyek dengan menguber komisi berlebihan di area rawan korupsi. ([email protected])

Editor : Redaksi

Tag :

BERITA TERBARU