Home / Pilpres 2019 : Surat Terbuka untuk Capres Jokowi-Prabowo, Peserta

Otak-atik Dugaan Persekongkolan Jahat dalam Kasus Ratna Sarumpeat

author surabayapagi.com

- Pewarta

Kamis, 04 Okt 2018 22:06 WIB

Otak-atik Dugaan Persekongkolan Jahat dalam Kasus Ratna Sarumpeat

Pak Prabowo Yth, Anda, insha Allah tahu ketentuan Pasal asal 27 ayat (1) sampai ayat (3) UUD 1945. Pasal ini mengatur tentang Kedudukan warga negara yang sama kedudukannya, hak dan kewajibannya. Artinya setiap individu mendapat perlakuan yang sama dari Negara. Bahkan dalam pasal 28D ayat 1 menegaskan semua warga negara di Indonesia baik itu mempunyai kedudukan yang tinggi maupun rakyat biasa wajib mendapat perlakuan yang sama di dalam hukum. Ini karena hak-hak semua warga negara sama dan tidak ada pengecualian sedikitpun. Dan Polisi menjadi kelompok yang netral, tidak boleh berpihak pada kelompok manapun. Dengan sikap netralnya, Polri pada saat menangani kasus ujaran kebencian, penyebaran berita bohong (hoax) soal scenario ada penganiayaan aktivis Ratna Sarumpeat,di media sosial, dapat menjalankan tugasnya dengan professional yaitu tanpa ada hal istimewa yang diberikan pada salah satu terlapor kasus Ratna Sarumpeat. Menurut Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Argo Yuwono di kantornya, Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta, Rabu (3/10/2018), polisi kini sudah menerima tiga laporan soal hoax penganiayaan Ratna. Termasuk status Ratna, yang akhirnya mengaku berbohong soal penganiayaan yang dialaminya. Aktivis yang sebelum kejadian ini, menjadi salah satu jurkam tik sukses Anda, menceritakan awal mula dia ke dokter bedah plastik hingga membuat kebohongan soal penganiayaan. Ceritanya ini dibuat saat Ratna menyadari wajahnya lebam. Ratna mengaku, setelah operasi plastic di wajah, dijalankan pada tanggal 21September 2018, esoknya dia melihat mukanya lebam-lebam secara berlebihan, tidak seperti biasanya. Dia bertanya ke dokter Sidik, yang menjalankan operasi plastik, dijawab lebam itu biasa dalam operasi plastic. Ratna mengaku ekses dari sedot lemak, mukanya lebam-lebam. Saat pulang ke rumah dan ditanya anaknya, Ratna menyebut habis dianiaya. Dan akhirnya, cerita itu bergulir hingga ke publik dan ke capres Prabowo Subianto yang membelanya. Pak Prabowo Yth, Sejak Rabu lalu, dari tiga laporan ada sejumlah politisi yang dijadikan terlapor. Para pelapor meminta Polri menyelidiki penyebaran berita bohong. Dari ketiga laporan yang diterima, dua pengurus inti Parta Gerindra yaitu Fadli Zon dan Dahnil Anzar terseret. Selain itu ada juga laporan dari advokat Farhat Abbas dan kawan-kawan. Mantan suami Nia Daniati ini melapor atas nama Garda Nasional Untuk Rakyat (GNR), Biar Pak Jokowi Saja (BPJS), Saya Tetap Memilih Jokowi (STMJ) dan Komunitas Pengacara Indonesia Pro Jokowi (Kopi Pojok). Farhat melaporkan 17 nama soal hoax Ratna ke Bareskrim Polri. Ternyata nama Anda dan cawapres Anda Sandiaga Uno turut dilaporkan. Selain pembuat kisah penganiayaan yaitu Ratna Sarumpaet. Ada juga politisi Fadli Zon, Rachel Maryam, Rizal Ramli, Nanik S Deyang, Ferdinand Hutahaean, Arief Poyuono, Natalius Pigai, Fahira Idris, Habiburokhman, Hanum Rais, Said Didu, Eggi Sudjana, dan Captain Firdaus serta Dahnil Anzar Simanjuntak. Ada juga laporan dari Cyber Indonesia. Lembaga ini melaporkan delapan orang dalam kasus dugaan ujaran kebencian. Delapan orang ini Ratna Sarumpaet, Prabowo Subianto, Sandiaga Uno, Dahnil Anzar Simajuntak, Rachel Maryam, Fadli Zon, Ferdinand Hutahaean, dan Habiburokhman. Ketua Cyber Indonesia, Muannas Al Aidid, kepada wartawan usai melapor di Mapolda Metro Jaya, Rabu (3/10) menyatakan, menyerahkan alat bukti berupa flashdisk isi videoberisi pidat Anda saat Press Conference. Pasal yang disangkakan terkait Undang-undang ITE m enebar hoax akan dikenakan KUHP, danPasal 40 ayat (2) Undang-Undang No.19 Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang No.11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Pasal 40 ayat (2a) Undang-Undang No.19 Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang No.11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Dan Pasal 40 ayat (2b) Undang-Undang No.19 Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang No.11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, sampai Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika No.19 Tahun 2014 tentang Penanganan Situs Bermuatan Negatif. Sementara esensi pelanggaran UU ITE terkait berita hoax ada dua ketentuan yaitu berita bohong yang harus punya nilai subyek obyek yang dirugikan. Dan kedua, melanggar Pasal 28 ayat 2 Undang-Undang No.11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Sedangkan makna ujaran kebencian dalam UU ITE ini meliputi penghinaan, pencemaran nama baik, penistaan, perbuatan tidak menenangkan, memprovokasi, menghasut, dan penyebaran berita bohong. Praktik yang saya ikuti di kepolisian, berita hoax harus ada yang dirugikan, baik itu seseorang atau korporasi yang merasa dirugikan. Bila tidak ada yang dirugikan cenderung gosip di dunia maya. Jadi syarat mutlaknya harus ada obyek dan subyek dari hoax berita rekayasa tentang penganiayaan Ratna Sarumpeat. Penelitian yang saya lakukan atas beberapa kasus laporan ujaran kebencian di Polda Metro Jaya, harus dibuktikan tujuan untuk menghasut dan menyulut kebencian terhadap individu dan/atau kelompok masyarakat. Kelompok ini antara lain suku, agama, aliran keagamaan, keyakinan/kepercayaan, ras, antargolongan, warna kulit, etnis, gender, kaum difabel, hingga orientasi seksual. Dan secara hukum, ujaran kebencian atau hate speech ini dapat dilakukan dalam bentuk orasi kampanye, spanduk, jejaring media sosial, penyampaian pendapat di muka umum, ceramah keagamaan, media massa cetak maupun elektronik, sampai pamflet. Sampai semalam, saya mendapat informasi dari mabes Polri, dari 17 nama yang dilaporkan tiga pelapor, hanya Ratna yang akan dijerat pelanggaran Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Sedangkan 16 terlapor termasuk Anda dikenakan pasal-pasal dalam UU ITE. Pak Prabowo Yth, Dalam tragedy politik ini, Anda sudah meminta maaf secara terbuka, karena Anda sempat menyampaikan kabar penganiayaan Ratna, yang akhirnya dimentahkan sendiri oleh Ratna. Anda mengaku saat menyampaikan kabar bohong ini didasarkan sifat yang agak tergesa-gesa..atau grusa-grusu . Bagi Anda peristiwa yang dilakukan menyampaikan pendapat secara grusa-grusu, dijadikan pelajaran. Tetapi Anda meski sudah meminta maaf, tidak merasa berbuat salah. Atas kasus ini, Anda menegaskan tidak bisa menoleransi berita bohong. Makanya bila ada angota tim suksesnya yang berbohong, Anda iklaskan kepada aparat kepolisian melakukan tindakan. Anda mengakui sebelum Polri melakukan penyelidikan, sempat menceritakan awalnya Ratna Sarumpaet mengaku dianiaya. Saat Ratna mengkisahkan, Anda melihat wajah Ratna bengkak. Adakah dalam kasus ini, Ratna, dianggap korban sebuah persekongkolan ? Sejauh yang saya pelajari, sebuah persekongkolan jahat tidak hanya terjadi dalam dunia politik, dan organisasi. Tetapi bisa terjadi dalam komunitas kecil juga segala bentuk kegiatan kompetisi. Dalam sebuah persekongkolan jahat, tidak ada itikad baik, kecuali kejadian yang bermotif kejahatan persekongkolan. Persekongkolan jahat bisa terjadi karena ada kedekatan pribadi antara seorang dengan seorang lainnya. Dalam praktik politik misalnya, di luar negeri sering dijumpai persekongkolan oleh orang pandai yang dikemas dalam sebuah kebaikan, padahal persekongkolan ini masuk katagori jahat yaitu merugikan kepentingan publik. Pertanyaannya sejauh mana cakupan delik-delik permufakatan jahat (samenspannning) dalam KUHP? Dan bagaimana luas pengertian permufakatan jahat dalam Pasal 15 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sesudah putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 21/PUU-XIV/2016?. Saya pernah membaca sebuah penelitian dari kampus bahwa cakupan delik permufakatan jahat (samenspanning) sebagai perluasan tindak pidana, tidak meliputi semua kejahatan dalam Buku II KUHPidana. Pak Prabowo Yth, Secara teoritis, pemufakatan jahat diberlakukan hanya untuk delik-delik dalam beberapa tindak pidana tertentu. Misal Pasal 110 (makar dan pemberontakan), Pasal 116 (surat dan benda rahasia berkenaan dengan pertahanan negara), Pasal 125 (memberi bantuan kepada musuh dalam masa perang), dan Pasal 139c KUHPidana (makar ditujukan kepada negara sahabat). Bahkan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 21/PUU-XIV/2016 telah menegaskan pengertian permufakatan jahat dalam Pasal 15 UU No. 31 Tahun 1999 juncto UU No. 20 Tahun 2001 sebagai lebih spesifik dari Pasal 87 KUHPidana. Ketentuan ini hanya berlaku untuk tindak pidana korupsi. Definisin permufakatan jahat dalam tindak pidana korupsi adalah bila dua orang atau lebih yang mempunyai kualitas yang sama saling bersepakat melakukan tindak pidana. Tetapi herannya, ada YLBH Kemandirian Pusat Jakarta yang menyebut, kasus bohong Ratna sebagai persekongkolan jahat. Alasannya, pengungkapan kasus penganiayaan fiktif ini diumumkan secara terang-terangan mengajak masyarakat dan memfitnah pemerintah yang sah melakukan pelanggaran hukum. Atas dasar ini, YLBH Kemandirian Pusat mendesak Polri memeriksa Anda dan kelompoknya yang ikut bersama-sama secara sengaja memfitnah negara dan menyebarkan kebohongan secara masif, terstruktur, dan terang-terangan. Janjinya, YLBH Kemandirian dari kantor pusat di Jakarta dan cabang - cabangnya akan melakukan pemantauan dan protes bila dalam kasus ini kepolisian lalai melakukan proses hukum terhadap tokoh yang sengaja menyerang dan memfitnah negara secara memperolok-olok pemerintahan yang sah dengan tindakan persengkongkolan jahat. Nah, apakah dalam hukum pidana kita pernah dibuktikan pasal persekongkolan jahat? Penelitian saya sejak tahun 1977, saya belum menemukan, kecuali era Orde Baru terkait UU Anti subversive yang UUnya kini telah dicabut. Dalam praktik berperkara, kasus persekongkolan justru terjadi dalam kegiatan bisnis. Maklum perbuatan persekongkolan termasuk konspirasi bisnis. Ketentuan ini diatur oleh UU No 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Dalam UU No 5 Tahun 1999, dinyatakan bahwa substansi persekongkolan adalah konspirasi usaha yang dapat mengakibatkan persaingan yang curang yang berdampak buruk terhadap pasar. Jadi, persekongkolan jahat adalah sebuah bentuk rekayasa melawan kehendak dan aturan yang sudah ditentukan UU dan ciptaanNya. Oleh karena itu, sebuah persekongkolan jahat selalu tidaklah mendapat ridho dan keberkahan-Nya. Dalam literatur hukum, pengertian Permufakatan jahat saya temukan dalam Pasal 88 KUHP. Pasal ini sering dianggap sebagai penafsiran otentik mengenai permufakatan jahat tersebut. Pasal 88 KUHP menyebutkan pengertian permufakatan jahat. :Dikatakan ada permufakatan jahat, apabila dua orang atau lebih telah sepakat akan melakukan kejahatan Menggunakan landasan dalam Pasal 88 KUHP, akal sehat saya mengatakan bahwa suatu permufakatan jahat dianggap telah terjadi yakni segera setelah dua orang atau lebih mencapai suatu kesepakatan untuk melakukan kejahatan. Jadi ketentuan permufakatan jahat sebagai tindak pidana bila telah ada kesepakatan untuk melakukan tindak pidana-tindak pidana sebagaimana yang disebutkan dalam Pasal 104,106, 107 dan 108 KUHP, ancaman pidananya bisa mati dan seumur hidup. Misal Pasal 104 KUHP yang berbunyi : Makar (aanslag) yang dilakukan dengan niat hendak membunuh Presiden atau wakil Presiden atau dengan maksud hendak merapas kemerdekaannya atau hendak menjadikan mereka itu tiada cakap memerintah, dihukum mati atau penjara seumur hidup atau penjara sementara selama - lamanya dua puluh tahun. Pertanyaannya, adakah dalam kasus Ratna Sarumpeat pasal makar akan diterapkan? Semoga tidak. ([email protected], bersambung)

Editor : Redaksi

Tag :

BERITA TERBARU