Mengenang Gempa Hebat Sumbar

author surabayapagi.com

- Pewarta

Selasa, 06 Mar 2018 11:18 WIB

Mengenang Gempa Hebat Sumbar

SURABAYAPAGI.com - Sumatra Barat termasuk salah satu provinsi yang rentan terhadap gempa bumi bahkan bencana tsunami. Hari ini, sebelas tahun lalu, tepatnya Selasa, 6 Maret 2007 silam, gempa besar dan merusak melanda sebagian wilayah Sumatra Barat. Syamsir Okraindi, Staff Stasiun Geofisika Silaing Bawah Padang Panjang, mengatakan berdasarkan data yang tercatat di BMKG, setidaknya ada tiga kali gempa yang terjadi dalam waktu yang tidak begitu lama pada hari tersebut. Gempa bumi pertama berkekuatan 5,8 SR terjadi di koordinat 0,480° LS, 100,370 BT pada kedalaman 33 kilometer dengan lokasi 19 kilometer selatan Kota Bukittinggi. Gempa bumi kedua berkekuatan 5,8 SR pada koordinat 0,5 LS dan 100,4 BT di sebelah Barat Daya Batusangkar, terjadi pukul 10.49 WIB. Dan gempa ketiga, dengan pusat gempa tak jauh dari gempa sebelumnya, pada koordinat 0,5 LS dan 100,5 BT berkekuatan 5,8 SR pada pukul 12.49 WIB. "Di keesokan harinya pada 07 Maret 2007, Stasiun Geofisika Silaing Bawah Padang Panjang mencatat jumlah gempa bumi yang terjadi mencapai 226 kali," kata Syamsir Okraindi, Selasa, 6 Maret 2018. Tak hanya itu saja, kata Syamsir, pada hari Kamis, 8 Maret 2007, rentang waktu pagi hingga tengah hari juga terjadi gempa bumi sebanyak 45 kali dengan intensitas antara 3,3 SR hingga 4,2 SR. Gempa bumi di daerah tanah datar ini, merusak baik bangunan warga, sekolah, perkantoran dan rumah ibadah. Untuk rumah rusak berat terdata sebanyak 3.110 buah, rusak sedang 3.437 buah dan rusak ringan 3.551 buah. "Selain itu juga terdapat 68 bangunan sekolah yang mengalami rusak berat, 18 bangunan perkantoran, dan 74 bangunan Masjid. Data Posko Penanggulangan Gempa Bumi Kota Padang Panjang pada waktu itu mencatat kerugian materil mencapai ratusan miliar," kata Syamsir. Melihat catatan sejarah kegempaan masa lampau dan potensi yang akan dihadapi ke depannya, Syamsir kembali mengingatkan kepada semua lapisan masyarakat agar sadar bahwa mereka hidup di daerah rawan bencana gempa bumi. Selain berada di kawasan zona subduksi, sebagian kota dan kabupaten di Sumatra Barat juga dilalui jalur sesar (patahan). Mulai dari segmen Sumpur di Kabupaten Pasaman, Segmen Sianok di Kabupaten Agam dan Kota Bukittinggi, Segmen Sumani di Kabupaten Tanah datar, Kota Padang Panjang dan Kab Solok hingga ke segmen Suliti di Kab Solok Selatan. Selain itu, juga perlu disadari jika gempa bumi besar dan merusak yang berpusat pada zona patahan (sesar) selalu menimbulkan dampak terhadap manusia dan lingkungan seperti korban jiwa dan kerusakan bangunan. "Tidak hanya gempa bumi 6 Maret 2007, sejarah gempa bumi merusak pada 28 Juni 1926 di mana kala itu Bukittinggi dan Padang Panjang mengalami kerusakan parah. Banyak saksi sejarah mengatakan gempa bumi 1926 sebagai gempa bumi yang paling parah terjadi, dan kenangan pahit itu sulit dilupakan," ujarnya. Masih minimya upaya mitigasi pada masa itu, lanjutnya, tentu saja membuat dampak besar. Maka dari itu, upaya mitigasi saat ini sangat perlu terus ditingkatkan. Mulai dari lingkup terkecil keluarga, sekolah, perkantoran hingga mitigasi yang berbasis masyarakat. Di samping itu, membudayakan apa yang harus dilakukan jika sebelum gempa bumi terjadi, di saat gempa bumi terjadi dan upaya lainnya yang mesti dilakukan setelah gempa bumi terjadi juga merupakan hal pokok yang harus diperhatikan dan dipahami. "Peran mitigasi tidak terlepas dari pemerintah saja, tapi juga menuntut peran aktif masyarakat sebagai penggiat mitigasi itu sendiri. Marilah untuk terus ditingkatkan, jika belum, ayo kita mulai. Belum terlambat untuk memulainya. Gempa bumi bisa saja datang kapan saja. Sampai saat ini belum ada alat dan teknologi canggih yang mampu memprediksi kapan, di mana, dan berapa kekuatan gempa bumi yang akan terjadi," tutur Syamsir. (viv/cr)

Editor : Redaksi

Tag :

BERITA TERBARU