Membunuh Saudara-Sadauranya dan Meracun Ibunya

author surabayapagi.com

- Pewarta

Minggu, 02 Feb 2020 21:35 WIB

Membunuh Saudara-Sadauranya dan Meracun Ibunya

Napak Tilas Kekaisaran Dalam Dinasti China Kuno (3) SURABAYAPAGI.COM, Surabaya -Saat berkuasa, Wu Zetian mengatur pemerintahan seefektif mungkin. "Di bawah pemerintahan Wu, biaya militer dipangkas, pajak dipotong, gaji pegawai berprestasi dinaikkan, pensiun diberi tunjangan, dan tanah luas dekat ibu kota diubah menjadi lahan pertanian," tulis Mary Anderson dalam bukunya, Hidden Power. Ia juga membuka kesempatan bagi perempuan-perempuan lain untuk berprestasi di segala bidang. Sastra, ilmu pengetahuan, bahkan pemerintahan, meski sejumlah sejarawan menuding, kebijakan itu dilakukan untuk melegitimasi kekuasaannya sebagai kaisar wanita. Salah satunya Shangguan Waner. Wu mengangkat mantan budak tersebut sebagai orang kepercayaan dan pelaksana tugas perdana menteri. Wu dengan keberhasilan pemerintahannya juga kekejamannya membalik anggapan pada masanya yang percaya perempuan tak mungkin berkuasa, bahwa mandat para dewa tak mungkin diturunkan pada kaum hawa. Namun, Wu Zetian adalah sosok yang kontroversial. Di satu sisi, ia dianggap sebagai aristokrat. Lainnya menuding ia sosok durjana. "Seseorang tak mungkin jadi perempuan terkaya sepanjang sejarah, tanpa pertumpahan darah," demikian kata Sejarwan. Sepanjang sejarah, Wu digambarkan sebagai sosok zalim. Para sejarawan melihatnya dari sisi negatif. "Ia berhati ular dan memiliki sifat seperti serigala," kata sejarawan. Sejarawan lain menulis, "Ia membunuh saudarinya sendiri, membantai kakak-kakak lelakinya, membunuh para penguasa, dan meracuni ibunya. Ia dibenci para dewa juga manusia." Ia juga punya reputasi nakal. Konon, ia bersedia memenuhi selera seksual Kaisar Taizong yang tak biasa. Kelebihannya itu yang konon membuat Wu menonjol dari perempuan lain di istana. Membuatnya mampu bersaing dengan selir-selir yang jumlahnya hampir 30 orang. Kaisar menjadikannya sebagai favorit meski tak mampu memberikan keturunan. Lambat laun, Kekuasaan Wu meredup pada 705 Masehi, saat usianya sudah lebih dari 80 tahun. Ia terpaksa mengangkat kembali putranya, Kaisar Zhongzong sebagai raja. Kesalahan terbesarnya adalah menikahkan putranya dengan seorang selir yang amat mirip dengannya: kejam dan ambisius. Meski demikian, saat mangkat, ia dimakamkan dengan penuh penghargaan. Bukan sebagai kaisar, melainkan ibu suri. Lalu, para penerusnya berusaha menghilangkan jejak Wu Zetian dari sejarah. Sejumlah sejarawan modern berusaha memahami sosok Wu Zetian, bukan dengan penuh prasangka seperti di masa lalu. Termasuk soal reputasi Wu Zetian yang liar. Apalagi, itu bukan barang baru. Sejumlah penguasa perempuan juga menghadapi tudingan serupa. Misalnya Kaisarina Irene dari Bizantium, atau Katarina Agung asal Rusia.

Editor : Redaksi

Tag :

BERITA TERBARU