Link Berita jadi Bukti, tak Penuhi Kualifikasi

author surabayapagi.com

- Pewarta

Selasa, 28 Mei 2019 12:28 WIB

Link Berita jadi Bukti, tak Penuhi Kualifikasi

Jaka Sutrisna-Teja Sumantri, Wartawan Surabaya Pagi Tim Hukum Prabowo Subianto-Sandiaga Uno mendalilkan banyak kecurangan terstruktur, sistematis, dan massif (TSM) pada Pilpres 2019. Namun anehnya, mereka menggunakan data sekunder dalam pembuktian untuk gugatan hasil Pilpres di Mahkamah Konstitusi (MK). Bukti itu berupa sejumlah link pemberitaan (kliping berita). Banyak ahli hukum menilai data Tim Prabowo-Sandi itu tidak kuat, sehingga diprediksi bakal kalah dalam sidang nanti. Apakah pencantuman link berita dalam gugatan sengketa Pilpres itu hanya strategi agar Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai termohon maupun pihak Jokowi-Maruf sebagai tergugat terkait, biar terlena? Tim Hukum 02 yang diketuai Bambang Widjojanto (BW) bukanlah advokat sembarangan. Dia mantan pimpinan KPK, yang diperkuat Denny Indrayana, pakar hukum tata negara jebolan Universitas Gajah Mada (UGM) dan mantan Menteri Hukum dan HAM era SBY. --------- Diketahui, saat mendaftarkan gugatan sengketa ke MK Jumat (24/2/2019), Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandiaga hanya membawa 51 alat bukti. Berdasarkan berkas permohonan yang didapat, Tim Hukum 02 mencoba membuktikan dalil Pilpres 2019 adalah pemilu yang dilakukan penuh kecurangan yang tersturktur, sistematis dan massif (TSM). Hal itu diukur dari penyalahgunaan APBN, Ketidaknetralan aparat, Penyalahgunaan Birokrasi, Pembatasan Media dan Diskriminasi Perlakukan dan Penyalahgunaan Penegakan Hukum. Oleh sebab itu, mereka mengajukan bukti-bukti link berita, di antaranya: Bukti link berita 26 Maret 2019 dengan judul Polisi Diduga Mendata Kekuatan Dukungan Capres hingga ke Desa (Bukti P-12). Kemudian, Bukti link berita 7 Januari 2019 dengan judul Pose Dua Jadi di Acara Gerindra, Anies Terancam 3 Tahun Penjara (Bukti P-31). Bukti link berita 6 Novemver 2018 dengan judul Pose Jari Luhut dan Sri Mulyani Bukan Pelanggaran Pemilu (Bukti P-14). Lalu, Bukti link berita 11 Desember 2018 dengan judul Kades di Mojokerto Dituntut 1 Tahun Percobaan karena Dukung Sandiaga (Bukti P-15). Juga Bukti link berita 12 Maret 2019 dengan judul Bawaslu Setop Kasus 15 Camat Makassar Deklarasi Dukung Jokowi (Bukti P-16). "Sebanyak 70 persen dari permohonan ini menyangkut teori hukum tentang kedudukan MK (Mahkamah Konstitusi). Sebanyak 30 persennya kliping media," ujar Ketua Konstitusi dan Demokrasi Inisiatif (Kode Inisiatif) Veri Junaidi. "Di halaman 18-29 di situ para pemohon dan kuasa hukumnya mendalilkan ada banyak kecurangan TSM tapi menggunakan data sekunder dalam pembuktian," lanjut dia, kemarin. Kekuatan Link Berita Ahli hukum tata negara, Dr Agus Riewanto, mengatakan ada sejumlah alat bukti yang bisa diajukan ke MK seperti diatur dalam Peraturan MK. Dia menyatakan alat bukti itu antara lain surat, dokumen, dan semuanya, kata Agus, harus otentik. "Semua itu harus bersifat otentik ya. Otentik itu tulisan nyata dikeluarkan satu lembaga. Kemudian, kalau berupa dokumen tertulis, dia harus tertulis nyata ada, kemudian, atau otentikasi dari lembaga yang mengeluarkan," jelas Agus, Senin (27/5/2019). Dia mengatakan link berita itu berasal dari omongan atau pernyataan orang sehingga dinilainya bukan bukti yang bisa dipertanggung jawabnya. Oleh sebab itu, Agus menilai besar kemungkinan link itu tidak memenuhi kualifikasi. "Itu kan bukan sebagai bukti ya, link itu kan pernyataan dan pernyataan itu bukan sebagai bukti yang dapat dipertanggungjawabkan dalam persidangan di Mahkamah Konstitusi. Jadi kalau link itu dijadikan bukti di dalam persidangan, besar kemungkinan itu tidak memenuhi kualifikasi," papar dosen Universitas Sebelas Maret ini. Meski demikian, link berita itu bisa saja sebagai bukti awal. Misalnya, sebagai bukti awal penggunaan aparat negara, tidak netralnya ASN, tidak netral BIN, maka hal itu bisa saja. "Tapi bukti permulaan itu harus dilengkapi dengan bukti otentik. Umpama, keterlibatan ASN, BUMN, ada link beritanya, pernyataan pejabatnya. Itu baru bukti awal. Harus dibuktikan nih bukti nyata bahwa lembaga itu terlibat ada suratnya nggak. Ada perintahnya nyatanya nggak. Ada perbuatannya, ada akta otentiknya berupa surat keputusan, berupa surat perintah, surat edaran dan sebagainya yang itu nyata otentik dikeluarkan lembaga resmi," terang Agus. Agus pun menyebut link berita itu tidak bisa disebut sebagai bukti yang dikeluarkan lembaga. Bukti berdasar link berita disebut tak cukup kuat dijadikan alat bukti di MK. "Kalau cuma link-link kan itu tidak bisa disebut sebagai bukti yang dikeluarkan lembaga. Itu kan hanya pernyataan-pernyataan. Itu masih bukti permulaan menurut saya, jadi bukti yang tidak cukup kuat untuk dijadikan sebagai argumentasi bukti di Mahkamah Konstitusi," jelasnya. Tim 02 Simpan Bukti Salah satu Kuasa Hukum tim Prabowo-Sandi di MK, Denny Indrayana mengaku saat ini sedang diserang secara personal di media sosial. Namun ia mengaku tidak masalah, dan tetap tidak akan membeberkan bukti kuat kecurangan hingga persidangan MK digelar pada 14 Juni mendatang. "Enggak papa (diserang), saya tidak akan sampaikan (bukti) sekarang. Kalau sampaikan sekarang, ibarat bayi bisa prematur, belum saatnya lahir. Waktu lahirnya nanti pada saat 14 Juni, akan kami sampaikan," kata Denny Indrayana kepada wartawan, Senin (27/5). Jadi kalau sekarang dipaksa untuk membeberkan bukti, bahkan sampai diserang secara personal, ia tegaskan tidak ada masalah. "Sekarang kita ajak saja berdiskusi atau cukup dengarkan saja, bukti-bukti dan argumentasinya pada saat 14 Juni nanti," ujarnya. Strategi Argumentasi Mantan wakil menteri Hukum dan HAM era SBY ini menyebut selain bukti, pihaknya juga menyiapkan strategi argumentasi yang kuat dan matang untuk meyakinkan para hakim MK. Argumentasi itu, jelasnya, bukan yang sekarang berkembang di media sosial. Ia memastikan argumen dan substansi gugatan yang berkembang saat ini, seolah dari kubu 02, hanya dugaan saja. "Kalau dari kami argumentasi, substansi gugatan dan bukti yang akan dipaparkan, tunggu nanti. Yang sekarang beredar ini kan dugaan-dugaan semua, bukan dari tim kuasa hukum," terangnya. Rencana persidangan pertama gugatan pemilu presiden akan dimulai pada 14 Juni 2019 mendatang. Rencananya pada 14 Juni tersebut pemeriksaan pendahuluan, akan diperlihatkan apa yang akan menjadi gugatan tim kuasa hukum 02, Prabowo-Sandi. Apa saja dalil dan bukti adanya kecurangan akan disampaikan di pemeriksaan pendahuluan tersebut. "Karena itu tunggu saja pada 14 Juni mendatang, kalau sekarang apa saja argumentasi dan buktinya, masih terlalu prematur disampaikan," tegas Denny. Waspada Saksi Palsu Sebelumnya, politikus Hanura Inas Zubir meminta TKN dan KPU mewaspadai rekam jejak BW. Eks pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) itu pernah terjerat kasus saksi palsu di MK. Kasus dugaan saksi palsu yang dimaksud terjadi di 2010. Kala itu, Bambang Widjojanto masih berprofesi sebagai pengacara, menjadi kuasa hukum pasangan nomor urut dua Pilkada Kotawaringin Barat, Ujang Iskandar dan Bambang Purwanto. Ujang dan Bambang sebagai pasangan petahana kalah dari pasangan Sugianto Sabran dan Eko Soemarno di pilkada. Mereka mengadu ke MK menggunakan jasa BW dan menang. Namun, Sugianto melaporkan seorang saksi bernama Ratna atas tuduhan keterangan palsu. Ratna divonis bersalah oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, lalu dipenjara lima bulan. Kasus saksi palsu ini sempat dilanjutkan pada 2015 oleh polisi. Bambang bahkan sempat menjadi tersangka. Inas menilai BW dikenal piawai memenangkan gugatan pilkada saat masih berkecimpung sebagai pengacara. Hal ini juga yang mengakibatkan BW diseret dalam kasus dugaan saksi palsu. "Tapi kemudian kasusnya di-deponering (penyampingan perkara) pada 2016," kata Inas. n

Editor : Redaksi

Tag :

BERITA TERBARU