Layanan Kesehatan di Pulau Jawa Genting

author surabayapagi.com

- Pewarta

Minggu, 17 Jan 2021 21:21 WIB

Layanan Kesehatan di Pulau Jawa Genting

i

Beberapa keluarga berdoa di pusara saat melakukan ziarah di Tempat Pemakaman Umum (TPU) Keputih, Surabaya, Minggu (17/1/2021). SP/Patrik Cahyo

 

7.640 orang Pasien Covid 19 Masih Dirawat di Sejumlah Rumah Sakit Rujukan di Jawa Timur. Hotel-hotel Berbintang di Surabaya dan Malang juga jadi incaran Kelas Menengah untuk Isolasi Mandiri

Baca Juga: Adventure Land Romokalisari Surabaya Ramai Peminat Wisatawan Luar Kota

 

SURABAYAPAGI.COM, Surabaya - Setidaknya sampai kini 620 tenaga kesehatan meninggal akibat terpapar Covid-19. Ini data sejak pandemi Maret 2020 hingga 15 Januari 2021.

Kondisi menyedihkan ini menjadi pekerjaan rumah Menteri Kesehatan baru Budi Gunadi Sadikin, untuk memberikan perlindungan kepada tenaga kesehatan yang belum kunjung terlihat nyata.

Demikian dilaporkan Center for Indonesia's Strategic Development Initiatives (CISDI), Minggu (17/1). CISDI menyatakan layanan kesehatan di Indonesia, khususnya di Pulau Jawa, dalam kondisi genting. Sebab, lonjakan kasus Covid-19 yang tak terkendali hingga menyebabkan rumah sakit tak mampu menampung pasien.

 

Jawa Timur Juga Kolaps

Wilayah Jawa Timur khusus Surabaya juga berpotensi terjadinya kolaps layanan kesehatan. Tim Surabaya pagi secara terpisah mengunjungi beberapa rumah sakit yang menjadi rujukan covid-19. Diantaranya adalah RS Primasatya Husada Citra (PHC) Surabaya, RSU Airlangga dan RSUD Dr. Soetomo, Siloam, Mitra Keluarga National Hospital.

Vice President (VP) PR PT.PHC, Irvan saat dihubungi menyampaikan, jumlah pasien covid-19 di RS PHC baik yang di ICU maupun non-ICU terisi penuh.

Jumlah tempat tidur yang disediakan oleh RS PHC dalam menangani pasien covid-19 adalah sebanyak 100 bed. "Secara umum kondisinya seminggu ini ruang perawatan covid19 penuh mas," kata Irvan melalui pesan singkat

Penuhnya rumah sakit juga dialami oleh RSU Airlangga. Manager on Duty, Esa saat ditemui mengaku selama seminggu terakhir permintaan pasien covid19 semakin hari terus bertambah.

"Soal berapa banyak pasien saya tidak berani sebut mas, tapi yang jelas sama seperti ditempat lain di sini juga penuh mas," katanya.

Saat ditanyai lebih lanjut terkait perbandingan antara jumlah tenaga medis dan fasilitas kesehatan dengan jumlah  pasien covid-19, ia mengaku tidak berani berkata lebih lanjut. "Saya tidak bisa menjawab itu mas. Yang jelas dari lantai 2 hingga lantai 7 itu khusus pasien covid-19," ujarnya.

Sebagai informasi,  pada Mei 2020 lalu RSU Airlangga sempat menutup layanan sementara bagi pasien Covid-19. Penutupan tersebut untuk menata ulang dan mengoptimalkan pelayanan bagi pasien RSUD. "Tapi sekarang layanannya sudah semakin baik mas," katanya

Sementara itu untuk RSUD Dr. Soetomo, tim Surabaya Pagi tidak berhasil menemui petugas yang berwenang untuk menjelaskan terkait gap antara jumlah pasien dan layanan kesehatan.

Kendati begitu, dari data yang dikumpulkan di lapangan, Direktur Utama RSUD Dr. Soetomo dr. Joni Wahyuhadi pada 4 Januari 2021 lalu sempat menyebutkan adanya peningkatan jumlah pasien Covid-19 baik di IGD khusus penyakit menular maupun di IGD umum.

Lebih lanjut Joni menyebutkan, Ruang Isolasi Khusus (RIK) telah terisi 170 pasien. Sementara untuk jumlah tempat tidur RSUD Dr.Soetomo menyediakan 230 bed. "Jadi pasien memang banyak," ujar Joni

Meningkatnya jumlah pasien Covid-19 di Jawa Timur khususnya Surabaya bukanlah isapan jempol belaka. Data dari Jatim Tanggap Covid-19 pada 16 Januari 2021 menyebutkan, sebanyak 98.403 orang yang telah terkonfirmasi positif Covid-19.

Sementara beberapa hotel bintang 4 - 5 di Surabaya dan Malang, banyak diserbu warga kelas menengah yang ditolak masuk rumah sakit. “Isolasi mandiri ya terpaksa diinapkan di hotel,” jelasnya beberapa warga yang boyongan di hotel 10-14 hari. Mereka bersyukur pihak hotel tidak menaikan tarip kamar.

 

Baca Juga: Pemkot Surabaya Gelar Halal Bihalal

7.640 Orang Dirawat

Ada diantara warga yang mengundang dokter pribadi dan tenaga kesehatan ke hotel untuk kontrol pasien.

Dari jumlah tersebut, yang saat ini masih dalam masa perawatan sebanyak 7.640 orang dan yang telah sembuh sebanyak 83.930 orang. Untuk kasus pasien meninggal sebanyak 6.833 orang. Lebih lanjut untuk pasien meninggal karena Covid-19 sebanyak 6.292. Hanya 541 meninggal karena penyakit lain namun positif Covid.

 

23 Pasien Ditolak

Akibatnya, mempengaruhi keselamatan masyarakat karena terhambatnya upaya penanganan segera, baik bagi pasien Covid-19 maupun non-Covid-19. Dalam waktu singkat, sejak akhir Desember 2020 hingga awal Januari 2021, LaporCovid19 mendapatkan total 23 laporan kasus pasien yang ditolak rumah sakit karena penuh. Akibat hal tersebut, pasien meninggal di perjalanan atau di rumah.

Salah satu kasusnya, salah seorang keluarga pasien di Depok yang melaporkan anggota keluarganya meninggal di taksi daring setelah ditolak di 10 rumah sakit rujukan Covid-19 pada 3 Januari 2021. Laporan serupa juga datang dari wilayah Jabodetabek, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur.

Tren terbaru juga menunjukkan, mereka yang meninggal semakin banyak dari kalangan tenaga kesehatan yang bertugas di fasilitas layanan primer, seperti puskesmas dan klinik. Ini menunjukkan, penyebaran wabah yang semakin meluas dan dalam di komunitas.

 

Mereda sejak PSBB

dr.Tri Maharani, relawan tim BantuWargaLaporCovid19 dikutip dari rilisnya, Minggu (17/1/2021), menekankan bahwa tanda-tanda layanan kesehatan mulai kolaps terindikasi sejak September 2020. Namun, mereda saat pemberlakuan PSBB di Jakarta.

Baca Juga: Dispendik Surabaya Pastikan Pramuka Tetap Berjalan

Tali menjelang pertengahan November 2020, saat pelaksanaan pilkada serentak dan libur Natal dan Tahun baru, layanan kesehatan kembali memburuk. "Rumah sakit tidak mampu menampung pasien," ujar Tri dalam siaran pers pada Jumat (15/1).

LaporCovid19 juga menemukan bahwa sistem rujuk antar fasilitas kesehatan tidak berjalan dengan baik. Begitu pula dengan sistem informasi kapasitas rumah sakit yang tidak berfungsi.

Padahal, banyak warga yang memerlukan penanganan kedaruratan kesehatan akibat terinfeksi Covid-19. Kondisi itu diperparah dengan permasalahan sistem kesehatan yang belum kunjung diatasi, di antaranya keterbatasan kapasitas tempat tidur, minimnya perlindungan tenaga kesehatan, dan tidak tersedianya sistem informasi kesehatan yang diperbarui secara real-time.

 

Seolah Beban Masyarakat

Selain itu, pemerintah belum optimal melaksanakan 3T (testing, tracing, treatment) dan tidak memiliki komitmen penuh untuk karantina wilayah atau pembatasan sosial secara ketat. Sebaliknya, situasi penularan yang meningkat itu justru seolah menjadi beban masyarakat yang harus mematuhi 3M (memakai masker, menjaga jarak, serta mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir.

Olivia Herlinda, Direktur Kebijakan CISDI, mendorong pemerintah mengambil langkah-langkah drastis agar layanan kesehatan nasional tidak runtuh. Salah satunya yaitu membangun strategi maupun pelaksanaan praktik komunikasi yang transparan dan akuntabel. Sehingga masyarakat dapat menyadari sepenuhnya kegawatan dari pandemi corona.

Selain itu, perbaikan sistem informasi kesehatan sudah tidak mungkin ditunda lagi. Publik harus mendapatkan akses terhadap pendataan dan informasi dengan pembaruan real-time.

Di tingkat layanan kesehatan primer, pengendalian kasus dan penapisan pasien kritikal perlu dilaksanakan, di bawah narasi transformasi layanan kesehatan primer dan reformasi sistem kesehatan nasional. Berbagai inovasi di tingkat kesehatan primer dan rujukan melalui inovasi sosial maupun pemanfaatan teknologi, seperti pengembangan telemedicine dan rumah sakit virtual covid, akan membantu menetapkan skala prioritas penanganan pasien.

"Sesungguhnya saat ini kita tidak lagi mempunyai waktu. Kita harus kerahkan semua daya upaya demi menyelamatkan nyawa manusia,” ujar Olivia. n sem/erc/jk/cr2/rmc

Editor : Moch Ilham

BERITA TERBARU