Laba Semu Jiwasraya Disebut Tanggung Jawab OJK

author surabayapagi.com

- Pewarta

Kamis, 09 Jan 2020 19:54 WIB

Laba Semu Jiwasraya Disebut Tanggung Jawab OJK

SURABAYAPAGI.COM, Jakarta Terkait laba semu atau rekayasa laba yang terjadi di PT Asuransi Jiwasraya (Persero) sejak 2006, sejumlah pengamat berpendapat Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mesti bertanggung jawab penuh atas temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Pengamat Asuransi Irvan Rahardjo mengungkapkan seluruh pejabat OJK dari awal terbentuk harus diperiksa. Sebab, sebagai regulator jasa keuangan, seharusnya OJK sudah mendeteksi hal tersebut sejak awal dan melakukan tindakan serius. "OJK harus bertanggung jawab penuh, semua komisioner harus diperiksa," ungkap Irvan, Kamis (9/1). Terlebih, OJK juga meloloskan Jiwasraya menerbitkan produksaving plan. Padahal, kata Irvan, produk saving plan seharusnya hanya bisa dirilis perusahaan asuransi yang sehat keuangannya. "OJK harus bertanggung jawab karena mereka yang mengizinkan penerbitansaving plan juga," terang Irvan. Diketahui, Jiwasraya menerbitkan produksaving plan pada 2013 lalu. Direktur Utama Jiwasraya Hexana Tri Sasongko mengakui produk itu menjadi salah satu yang membuat keuangan perusahaan terus merosot. Sebab, produksaving plan menawarkan bunga di atas deposito atau sekitar 9 persen hingga 13 persen dengan pencairan setiap tahun. Hal ini membuat likuiditas Jiwasraya terganggu. "Pada 2013 sampai September 2018 selalu dibayar klaim jatuh tempo, bunga dan pokok. Tapi perusahaan akhirnya tidak sanggup bayar pada Oktober 2018," tutur Hexana. Pendapat yang sama, Pengamat Asuransi Hotbonar Sinaga juga mengatakan bahwa rekayasa laba biasanya dilakukan perusahaan pelat merah demi mendapatkan penilaian positif dari Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Dalam hal ini, direksi akan mendapatkan rapor bagus dari pemerintah selaku pemegang saham. "Kalau harusnya rugi jadi untung performa kan jadi bagus. Nanti ada apresiasi yang diberikan ke direksi dari pemegang saham," ujar dia. Hal itu dilakukan secara kongkalikong demi meraih keuntungan bagi segelintir pihak. Untuk itu, ia sepakat hal ini perlu ditelisik lebih lanjut oleh BPK. Sementara, Ekonom Samuel Aset Manajemen Lana Soelistianingsih menyatakan bukan hanya OJK yang harus diperiksa oleh BPK, tapi juga seluruh kantor akuntan publik (KAP) yang mengaudit laporan keuangan Jiwasraya. "Ini sejak 2006 sudah bertahun-tahun. OJK lalu semua KAP yang mengaudit kalau perlu dipanggil," kata Lana. Selain itu, direksi Jiwasraya sejak 2006 juga harus diperiksa. Lana melihat ada kerja sama yang terjadi antar sejumlah pihak yang berkepentingan, sehingga rekayasa laba baru ketahuan baru-baru ini. "Atau mungkin di dalamnya ada faktor politik, kenapa kok dibiarkan lama sekali," jelasnya. Sementara, Juru Bicara OJK Sekar Putih Djarot mengungkapkan pihaknya melakukan pengawasan terhadap Jiwasraya mulai 2013 lalu atau sejak lembaga itu beroperasi. Sebelumnya, Jiwasraya berada di bawah pengawasan Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK). "Saat dialihkan kondisi Jiwasraya berdasarkan laporan keuangan per 31 Desember 2012 surplus sebesar Rp1,6 triliun," kata Sekar. Perusahaan membukukan surplus lantaran melakukan penyehatan dengan skema reasuransi. Namun, langkah perbaikan itu hanya bersifat sementara atau jangka pendek. "Karena bersifat sementara, perusahaan tetap diminta OJK untuk menyiapkan langkah-langkah untuk menyelesaikan permasalahannya secara permanen dan menyeluruh," jelas Sekar. Sebelumnya, Ketua BPK Agung Firman Sampurna menyatakan laba Jiwasraya sejak 2006 semu. Sebab, raupan laba itu diperoleh karena rekayasa laporan keuangan (window dressing). Kemudian, pada 2017 perusahaan memperoleh laba Rp2,4 triliun tetapi tidak wajar karena ada kecurangan pencadangan Rp7,7 triliun. Lalu, pada 2018 perusahaan merugi Rp15,3 triliun. "Meski sejak 2006 perusahaan masih laba tapi laba itu laba semu sebagai akibat rekayasa akuntansi atauwindow dressing," pungkas Agung.

Editor : Redaksi

Tag :

BERITA TERBARU