KY: Indonesia Seharusnya Rampungkan Isu Independensi Peradilan

author surabayapagi.com

- Pewarta

Selasa, 30 Okt 2018 09:24 WIB

KY: Indonesia Seharusnya Rampungkan Isu Independensi Peradilan

SURABAYAPAGI.com, Jakarta - Indonesia sebagai negara demokrasi yang berkembang seharusnya sudah menyelesaikan isu independensi peradilan, sebagaimana dikatakan oleh Ketua Bidang Hubungan Antar Lembaga dan Layanan Informasi Komisi Yudisial (KY) Farid Wajdi. "Sepatutnya Indonesia sudah menyelesaikan isu ini, karena kalau kita masih bicara independensi peradilan berarti negara ini masih tergolong negara demokrasi baru," jelas Farid dalam diskusi mengenai manajemen kekuasaan kehakiman beberapa waktu lalu. Farid berpendapat bahwa Indonesia sesungguhnya termasuk negara demokrasi berkembang, sehingga arah peradilannya sudah harus memasuki akuntabilitas peradilan. Farid kemudian mengaitkan kondisi peradilan di Indonesia dengan Rancangan Undang-undang Jabatan Hakim (RUU Jabatan Hakim) yang pada saat ini masih dalam proses di DPR RI."Jadi dalam RUU Jabatan Hakim, substansi isu yang dibangun adalah terkait independensi peradilan, padahal seharusnya kita sudah selesai dengan isu itu," jelas Farid. Farid kemudian memberikan contoh berkaitan dengan promosi dan mutasi hakim. Menurut dia, dalam konteks faktual proses mutasi dan rotasi hakim memang menjadi kewenangan Mahkamah Agung (MA)."Namun dalam teorinya, kewenangan ini dapat dibantu oleh lembaga lain yang ditunjuk oleh UU, sehingga sistem peradilan tidak lagi menjadi satu atap namun ada pembagian tanggung jawab," pungkas Farid. Lalu, RUU JH, kata Farid, hanya akan terfokus pada isu manajemen hakim."RUU JH ini terfokus pada isu manajemen hakim, bukan hanya pada persoalan teknis yudisial," jelas Farid. Secara substansi, Farid menjelaskan RUU Jabatan Hakim ini berisi pengaturan rekrutmen atau seleksi hakim, serta penilaian profesionalisme termasuk yang dimaknai dengan adanya periodeisasi hakim agung."Kemudian berkaitan dengan rotasi dan mutasi hakim, serta mengenai jabatan hakim selaku pejabat negara," kata Farid. Mengenai pemaknaan hakim sebagai pejabat negara, Farid menegaskan hal itu bukan hanya persoalan fasilitas semata. Farid menjelaskan yang paling substansial dari pemaknaan hakim sebagai pejabat negara adalah supaya putusan hakim tidak dijadikan alasan untuk melakukan kriminalisasi terhadap hakim." Farid mengatakan hal ini serupa dengan hak imunitas yang dimiliki seorang pejabat ketika menjalankan tugas yang menjadi mandatnya."Karena kalau kita bandingkan sekarang, pernah ada hakim yang setelah pensiun digugat secara perdata atas putusannya, itu yang harus kita hindari," tutur Farid. Sejak tahun 2015, pembahasan RUU Jabatan Hakim masih terus dilakukan di DPR RI. Dalam kesempatan yang sama, anggota Komisi III DPR RI Arsul Sani mengatakan pihaknya akan berusaha mengesahkan RUU Jabatan Hakim sebelum masa sidang DPR tahun 2018 ini berakhir. Jk

Editor : Redaksi

Tag :

BERITA TERBARU