Home / Pilpres 2019 : Janji Capres Prabowo Subianto, Bila Dipercaya Memi

Koruptor Bertobat, Diberi Uang Pensiun

author surabayapagi.com

- Pewarta

Selasa, 09 Apr 2019 10:21 WIB

Koruptor Bertobat, Diberi Uang Pensiun

Jaka Sutrisna, Erick K. Tim Wartawan Surabaya Pagi CALON Presiden nomor 02, Prabowo Subianto, bikin gemes penggiat anti korupsi. Saat semua komponen negara sepakat menyatakan tindak pidana korupsi sebagai extraordinary crime, ia ingin memberi uang pensiun. Pemberian uang pensiun ini baru diberikan setelah mereka bertobat. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Indonesia Corruption Watch (ICW) mereaksi berlawanan. Gagasannya ini disampaikan dalam pidato kampanye Akbar Prabowo Subianto-Sandiaga Uno di Stadion Gelora Bung Karno (GBK), Minggu (7/4/2019). Prabowo, dalam orasinya mengatakan akan meminta para koruptor bertobat dan mengembalikan uang negara. Koruptor juga akan diberi dana pensiun. "Kita akan panggil koruptor-koruptor itu, kita akan minta mereka taubat dan sadar kembalikanlah uang-uang yang kau (koruptor) curi, ya boleh kita sisikan sedikit lah, boleh nggak? Ya untuk dia pensiun, berapa, Kita tinggalin berapa," ujar Prabowo dalam pidatonya di GBK, Minggu lalu. Serahkan Uang ke Negara Juru debat Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandiaga, Ahmad Riza Patria menjelaskan maksud dari pernyataan Prabowo yang akan memberi pensiun ke koruptor. Intinya, para koruptor akan diminta tobat dan mengakui kesalahannya. "Jadi maksud Prabowo itu, karakternya beliau ini kan sebetulnya pemaaf, dia minta, ini kan ke belakang banyak koruptor. Koruptor-koruptor itu diminta tobat, nah setelah diminta tobat, ya tentu kalau dia tobat harus mengungkapkan berapa banyak korupsinya dan sebagainya. Nah bisa saja nanti ada satu mekanisme kalau tobat, menyerahkan (korupsinya), misalnya si A kalau korupsi Rp 10 M, Rp 100 M, atau mungkin sampai triliunan, ya taubat kan menyerahkan uangnya kepada negara," ujar Riza, Senin (8/4/2019) kemarin. Rumusan Tobat Menurut Riza, pada prinsipnya Prabowo ingin agar setiap koruptor itu bertobat dan mengakui kesalahannya. Dijelaskan Riza, pengertian tobat di sini adalah menyampaikan berapa dana yang dikorupsi, korupsi dalam bentuk apa, dan mengembalikannya kepada negara. "Nah setelah itu nanti bagaimana negara ke depan dengan pemerintahan akan mengatur secara aturan undang-undang dan hukum, apakah orang yang seperti ini apakah akan mendapatkan keringanan hukuman atau pengampunan ya nanti bagaimana hukum ke depan. Prinsipnya dia ingin bahwa koruptor itu mengaku bertobat, tidak perlu lagi dikejar-kejar KPK dan sebagainya," tuturnya. Bukan Pensiun Riza pun meluruskan, koruptor yang sudah bertobat dan mengembalikan uang negara bukan berarti akan menikmati pensiun dari negara. "Ya bukan berarti dia pensiun dia menikmati uangnya, tapi namanya uang negara kan harus dikembalikan ke negara. Cuma nanti bentuk keringanannya akan diatur nanti ke depan. Tentu kan harus sesuai undang-undang, yang ada pada saat itu," jelas Riza. Zero Toleransi Sementara Wakil Ketua KPK Saut Situmorang mengatakan penanganan kasus korupsi tidak bisa biasa-biasa saja karena korupsi merupakan kejahatan luar biasa atau extraordinary crime. Selain itu, Saut menegaskan sikap antitoleransi bila berhadapan dengan korupsi. "Kalau urusan korupsi itu kita harus zero tolerance. Itu artinya tidak ada kompromi dengan koruptor karena dia (korupsi) extraordinary crime. Saya katakan perlu inovasi. Anda nggak bisa hit and run saja, penjarain orang, hukum, terus pulang. Nggak bisa," ujar Saut di kantornya, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Senin (8/4/2019). Selama ini disebut Saut aturan yang ada masih dalam ranah yang biasa-biasa saja. Untuk itu dia mendorong pemberantasan korupsi harus tanpa toleransi serta harus berinovasi melalui undang-undang untuk ke depannya. "Ini kan kita masih ordinary effort. (Undang-Undang) tipikor kita masih kaya begitu. Pak Laode (Laode M Syarif) bilang malah kampungan. Itu banyak yang harus kita perbaiki. Jadi yang tadi itu masih hit and run aja gitu, ambil, pensiun, itu nggak boleh dalam memberantas korupsi," ingatnya. ICW Heran Sementara, ICW heran dengan sikap toleran Capres Prabowo Subianto, yang akan memberi kesempatan bertobat dan memberi pensiun bagi para koruptor. Koordinator Divisi Korupsi Politik ICW Donal Fariz menilai sikap toleran yang dimiliki Prabowo itu justru tidak akan mengurangi prilaku korupsi di negeri ini. "Sikap toleran kayak begitu justru tidak akan mengurangi perilaku korupsi. Justru koruptor itu adalah dihukum badannya dan disita asetnya. Kok malah memaafkan kayak begitu," ujar Donald saat dihubungi, Senin (8/4/2019). Donal mengingatkan, pemberantasan korupsi di Indonesia sudah ada tataran dan aturannya yang tertera dalam undang-undang. Ada akibat hukum yang akan diberikan kepada para koruptor, salah satunya disita asetnya disiksa badannya. "Sehingga justru itu (sikap toleran memberi koruptor pensiun) bertentangan dengan semangat yang sudah dibangun selama ini, bahwa pemberantasan korupsi itu menghukum badan pelakunya dan kemudian merampas atau menyita asetnya. Nah konsep kayak begitu bertentangan dengan desain pemberantasan korupsi di dalam Undang-undang 31 tahun 1999 yang kemudian menghukum badan, merampas aset pelaku kejahatan korupsi itu, bukan justru menafkahinya dalam bentuk uang (pensiun), apalah begitu seperti bahasa dia (Prabowo)," kata Donal. Tobat urusan Pribadi Menurut Donal, masalah tobat adalah urusan pribadi masing-masing koruptor. Ketika undang-undang sudah mengatur mekanisme hukuman untuk koruptor, maka tidak ada mekanisme tobat dalam undang-undang. "Kalau taubat itu kan mekanisme urusan dia dengan Tuhan, jadi menurut saya mekanisme taubat seperti apa? Menurut saya masih terlalu kabur tawaran seperti itu. Justru harusnya dikongkretkan saja seperti memperkuat KPK, kemudian melakukan pembersian di sisi penegak hukum, kepolisian, kejaksaaan, itu menurut saya lebih tegas dan lebih kongkret, daripada konsep-konsep yang masih menerawang dan akan menimbulkan perdebatan," imbuhnya. n

Editor : Redaksi

Tag :

BERITA TERBARU