Home / Peristiwa : Gaduh Taksi Online vs Taksi Konvensional

Kemenhub Curigai Ada Provokator

author surabayapagi.com

- Pewarta

Selasa, 30 Jan 2018 00:21 WIB

Kemenhub Curigai Ada Provokator

Persoalan taksi online kembali memanas, menjelang pemberlakuan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 108 Tahun 2017 (PM. 108) pada 1 Februari 2018. Aturan ini mengatur tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak Dalam Trayek. Semula, PM 108 disepakati operator taksi online. Namun, Senin (29/1/2018) kemarin, kalangan driver taksi online dari berbagai daerah seperti Jakarta, Surabaya, Pekanbaru dan kota-kota menuntut agar PM 108 itu dicabut. Mereka menggelar aksi unjuk rasa ke Kementerian Perhubungan (Kemenhub), Istana Merdeka dan Mahkamah Konstitusi. Namun kalangan taksi online ini terbelah, lantaran tak semua operator setuju dengan aksi tersebut. Kemenhub pun menuding ada provokator atau ada pihak yang menunggangi aksi tersebut. Benarkah dan siapa provokator yang dimaksud? ----------------- Koordinator Aliando, Aries Renaldi, mengatakan para sopir taksi online merasa tidak perlu memenuhi semua aturan tersebut. Sebab, taksi online bukan merupakan angkutan transportasi publik. Selain itu, pemasangan stiker di badan mobil juga dikhawatirkan bisa mengancam keselamatan mereka. Sebab, masih ada kejadian di mana sopir dianiaya atau dirusak kendaraannya oleh oknum-oknum yang tidak menyukai keberadaan taksi online. "Ini tak perlu sticker memang bukan angkutan umum. Tidak ada stiker saja kita tidak aman, apalagi dengan adanya stiker," kata Aries di depan Kantor Kemenhub. Selain itu, KIR juga dinilai tidak perlu dilakukan. Sebab, dia mengklaim kendaraan taksi online rata-rata merupakan kendaraan baru dengan usia pemakaian di bawah 5 tahun. Kondisi kendaraan dipastikan selalu berada dalam kondisi laik jalan. Sebab, perawatan-perawatan rutin masih dalam tanggungan pabrik. "Tidak harus di KIR karena kita mobil di bawah 5 tahun semua jadi masih dalam kondisi layak pakai tidak seperti angkot-angkot di jalan raya. Dijamin sehat karena kita perawatan berkala tetap berjalan," ungkapnya. Salah satu peserta demonstrasi, Azzam, mengatakan PM 108 merugikan mereka. Misalnya, dengan adanya aturan stiker dan pembatasan wilayah. "Padahal banyak juga yang menggunakan mobil itu untuk rental ke luar kota, maupun kegiatan keluarga" ucapnya. Apabila peraturan itu diterapkan, dia khawatir penghasilannya sebagai sopir angkutan online bisa berkurang hingga 50 persen. Sehari-hari, penghasilan kotor yang bisa dia kantongi sekitar Rp 500 ribu sampai Rp 700 ribu penghasilan kotor. Provokator Kemenhub khawatir ada segelintir kelompok yang ingin membuat rusuh menjelang diberlakukannya PM 108. Mereka tidak paham atau tidak mau paham, sebab aturan ini sudah jelas akan melindungi pengemudi atas kondisi saat ini," kata Dirjen Perhubungan Darat Kemenhub, Budi Setiyadi, menyikapi aksi protes sopir taksi online. Hal tersebut terlihat, menurut Budi, dari masih adanya pihak-pihak tertentu yang tidak menerima PM. 108. Menurut Budi, Kemenhub sudah berulang kali menjelaskan dan melakukan sosialisasi isi PM 108. Bahkan karena Menteri Perhubungan sangat menaruh perhatian, beliau turun langsung bersama seluruh pejabat eselon I Kemenhub bertemu dengan semua stakeholders di 11 kota di Indonesia, ucapnya. Dalam PM 108 itu juga ditetapkan ketentuan tarif batas atas dan bawah. Jika tidak ada tarif batas bawah tentunya secara signifikan akan mengurangi pendapatan sopir. Dengan ditetapkan tarif batas atas dan bawah tentu untuk melindungi pendapatan para sopir. Jika tidak ada tarif batas bawah, pasti pendapatan sopir akan berkurang. Belum Berizin Sementara itu, badan hukum atau koperasi yang selama ini mewadahi pengemudi taksi online menduga ada aktor di balik aksi unjuk rasa, kemarin (29/1). Pasalnya, berbeda dari aksi sebelumnya. Kini, para peserta aksi yang tergabung dari berbagai komunitas pengemudi taksi online bersikeras agar peraturan tersebut segera dicabut. "Jadi ada yang gerakin. Makanya kami mau lihat, karena mereka ini tidak mau ikut aturan ya," kata Ketua Koperasi Perkumpulan Pengusaha Rental Indonesia (PPRI) Ponco Seno. Sedangkan, pihak yang disebutnya menunggangi para driver taksi online, ia berpendapat berasal dari perusahaan atau badan hukum yang tidak memiliki izin menaungi taksi online. Namun secara detailnya, Ponco enggan menyebutkan. "Ini banyak individu yang tidak punya badan hukum. Yang baru-baru ditunggangi sama PT-PT yang tidak punya izin. Ini yang tidak mau ikut aturan (yang unjuk rasa). Mereka tidak mau KIR, tidak mau ikut aturan lah pokoknya. Udah diskusi mereka kemana, eh Permen udah keluar mereka begini lagi," beber Ponco. Oleh karenanya terkait dengan demo kemarin, ia meminta agar masing-masing aplikasi (Gojek, Grab dan Uber) melakukan pengecekan, apakah ada satu anggotanya yang ikut aksi demo. "Kami ini anggota kami 12 ribu-an sudah melakukan KIR. Makanya semua aplikator, untuk melihat apakah anggota atau bukan. Karena 108 itu kan tidak boleh individu," tandasnya. Cegah Bentrok Menanggapi polemik ini, Pengamat Transportasi, Djoko Setijowarno mengatakan seharusnya para pengendara taksi online mengapresiasi atau berterima kasih dengan adanya PM 108 ini. Karena dengan demikian, keberadaan mereka diakui di Indonesia. Selain itu, dengan pengaturan taksi online ini, mampu menciptakan kenyamanan para pengendara taksi online dalam bekerja. Ini karena adanya kesetaraan bisnis dengan taksi konvensional, sehingga meminimalisir adanya aksi saling bentrok di lapangan. "Publik yang hendak berusaha, tentunya harus cermat. Jangan tergiur dengan pendapatan besar, sementara aturan mainnya belum jelas. Akibatnya, kerugian yang diperoleh. Apalagi harus mengorbankan aset yang berharga demi pendapatan besar. Harus waspada dan hati hati," papar Djoko kepada wartawan di Jakarta, Senin (29/1) kemarin. Aspek Keselamatan dan Kenyamanan Tak hanya untuk pebisnis dan supir taksi online, Djoko juga meminta kepada konsumen untuk lebih cerdas dalam memilih moda transportasi. Dengan mengutamakan keselamatan dalam bertransportasi, menurutnya, tidak ada yang murah di negeri ini. Kalaupun ada, itu penyelenggaraan oleh pemerintah dengan adanya subsidi. Seperti halnya beberapa bus kota layaknya Transjakarta. "Sesungguhnya bukan tarif murah yang dipilih, akan tetapi tarif wajar. Jika tarif murah, pasti yang dikorbankan aspek keselamatan, keamanan, dan kenyamanan," ujar dia. Untuk itu, Djoko meminta kepada semua pihak yang berpolemik termasuk sopir taksi online untuk lebih berpikir secara jangka panjang, jangan hanya berorientasi terhadap keuntungan sesaat. "Carilah angkutan umum bertarif wajar, bukan tarif murah. Jika menginginkan bertarif murah, gunakan bus umum yang mendapat subsidi dari pemerintah. Jika belum ada bus umum bertarif murah, mintalah ke Wali Kota dan Bupatinya untuk segera mengoperasikan transportasi umum yang melayani hingga mendekati kawasan tempat tinggalnya," pungkas dia. n

Editor : Redaksi

Tag :

BERITA TERBARU